Alvian bersama David baru saja tiba di kediamannya. Dengan mendahului David asistennya, Ia melangkah dengan cepat menuju ke arah meja makan yang di sana sudah ada seorang gadis cantik berambut sebahu tengah asik menikmati rujak.
Dari belakang Alvian memeluknya sembari bergelut manja dengan wanita yang bernama Maharani Jovanka yang merupakan satu-satunya alasan semangat hidupnya.
“Oho, apa kau merindukanku tuan muda? “ ledek Rani ketika mengetahui siapa yang memeluknya.
Alvian mengangguk mengiyakan perkataan Rani.
“Hmmm sangat, dunia ini serasa tidak bisa berputar lagi ketika kau tidak bersamaku, “ ujar Alvian semakin mengeratkan pelukannya.
“Ayolah David, singkirkan pria besar ini dari pelukanku. Perutku akan meledak jika dia terus mengeratkan pelukannya, “ pintah Rani yang seolah tidak di dengar oleh David.
“Maaf Nona perintah anda tidak berlaku saat ini, “ ucapan David membuat Rani berdecak kesal, sebab sepertinya kedua pria di depannya tengah bersekongkol.
“Ayolah Al, bayi di dalam perutku akan kesakitan, “ ujarnya lagi mencoba melepaskan pelukan Alvian.
“Okey, heiii bayi kecil kali ini aku mengalah karena mu. Tapi lain kali jangan harap, “ ujarnya setelah melepaskan tubuh Rani.
“Dari mana saja kau, kenapa baru pulang? “ tanya Rani, sembari terus memasukkan beberapa potong buah mangga kedalam mulutnya.
“Dan untuk apa bunga yang terbuat dari uang itu? “ tanya Rani, saat melihat sebuah money bucket yang tak jauh dari mereka.
Alvian berbalik mengikuti pandangan Rani, lalu tersenyum lebar mengingat permintaan Nara waktu itu.
"kau tidak perlu tau untuk siapa bunga itu Rani, " ujar Alvian.
“David, ada apa dengan tuan muda mu ini? “ tanya Rani yang begitu heran dengan senyuman Alvian, sebab tidak seperti biasanya pria itu akan terus menampilkan wajah datarnya.
“Nanti di kolam akan ku bawa teh dan beberapa potong kue, baru ku ceritakan Nona, “ ujar David.
Alvian yang mendengar asistennya akan bergosip ria bergidik ngeri, lalu berjalan menuju kamarnya di lantai atas.
sementara David dan juga Rani, hanya terkekeh geli dengan tingkah tuan muda yang sepertinya tengah merasakan gejolak cinta.
Setibanya di kamar, saat hendak meraih gagang pintu, Ia menghentikan aksinya dan berbalik kembali menatap Rani dan David dari atas.
“Jika ada selembar uang yang hilang, akan ku kubur kalian hidup-hidup, “ ujarnya dengan suara yang cukup keras membuat yang di bawah seketika memandang ke atas.
“Ada apa dengannya? Sepertinya dia sedang menyembunyikan sesuatu, “ gumam Rani.
David yang memang mendengar gumaman tersebut memilih pergi sebab Ia tau, Rani akan bertanya layaknya wartawan yang tengah mewawancarai seorang pembunuh berantai.
“Ya sudah pergi saja sana dasar asisten dan tuannya sama saja! “ oceh Rani, lalu melanjutkan memasukkan buah kedalam mulutnya.
...***...
Di kediaman Atmaja, Nara yang baru saja selesai siap-siap menuju kamar Rian dan membangunkan adiknya itu.
“Rian sayang, antarin aku dong ke pasar nyari jas, “ ujarnya dengan suara manjanya.
Rian mendengar suara kakaknya itu, dengan cepat menarik selimutnya membungkus seluruh tubuhnya.
“Ayolah nggak usah sok tidur aku tau kamu masih melek, “ pintah Nara lagi tetapi kali ini, iya sudah di atas tubuh sang adik.
“Akhh wanita gila, ya sudah turun sana. Lihatlah kau bahkan memakai bajuku, “ kesal Rian lalu berjalan menuju kamar mandi mencuci mukanya.
“Yah mau bagaimana lagi, aku kan hanya punya seorang adik laki-laki bukan adik perempuan jadi aku tidak bisa bertukar pakaian denganmu, “ pintah Nara dengan dramanya.
“Cukup, kau tidak pantas berlagak sok manja. Ayok pergi nanti tutup lagi pasarnya, “
Dengan senyum yang ceria, Nara menggandeng Rian keduanya beriringan menuju motor butut milik ayahnya.
Dengan di bonceng Rian, Nara memegang erat pinggang sang adik sampai keduanya tiba di pasar.
“Bisa nggak, nggak usah peluk, “ kesal Rian pasalnya setiap kali membonceng Nara, kakaknya akan memeluk erat dirinya.
“Kenapa? Kau takut pacarmu melihat huh, “ ujar Nara turun dari motor.
Rian hanya bisa tertawa lalu mengejar Nara yang lebih dahulu masuk kedalam pasar.
Saat keduanya tengah berjalan menuju toko pakaian, tak sengaja Rian melihat Gino yang tengah di gandeng Ani dengan mesranya berjalan ke arahnya dan juga Nara.
“Dasar brengsek! “ ujar Rian saat kedua insan itu sudah di hadapan mereka.
“Sudah Ian, nanti tutup tokonya, “ ujar Nara menarik tangan Rian.
“Hahaha yah si miskin memang cocok di sini, “ gelak tawa Ani yang mengolok kedua kaks beradik itu, membuat darah dalam tubuh Rian seakan mendidih.
“Wah ternyata sampah memang cocok yah sama rongsokan, sama-sama berbau busuk ketika berada di manapun, “ ujar Nara yang begitu pedasnya ketikan kata-kata tersebut menembus lapisan dinding telinga kedua pasangan itu.
“Hahahaha, “ ledekan tawa dari Rian semakin membuat kesal Gino dan juga Ani.
Rian menarik Nara meninggalkan kedua insan itu, menunju toko trifting mencari jas untuk di pakainya lusa.
“Nanti yah Ar, ketika kamu nikah akan ku pastikan bukan baju bekas yang kamu pakai melainkan pakaian limited edition yang hanya di jahit untukmu, “ ujar Rian di sela tangan dan matanya membantu mencari jas yang masih layak untuk di kenakan.
“Hahahaha akan ku tunggu saat itu, “ keduanya tertawa terbahak-bahak, lalu melanjutkan perburuhan mereka.
“Ketemu nih, coba kamu lihat bagus ngak kalau aku pake? “ tanya Nara sembari menunjukan jas yang ditemukannya kepada sang adik.
“Bagus banget tapi sayang ada sedikit noda dekat merahnya, “ ujarnya dengan menunjukkan bekas noda itu.
“nggak apa-apa nanti di cuci kok, “ jawab Nara.
Setelah selesai membayar, Nara dan juga Rian menuju parkiran dan kembali ke rumah.
Sementara Gino yang melihat kepergian Nara, jujur dalam dirinya Ia masih begitu menyayanginya Nara tapi entah mengapa dirinya pun tak bisa menolak ketika Ani menghubunginya.
Setibanya di rumah, Nara segera mengganti pakaiannya lalu menuju kamar mandi mencuci jas yang di dapatnya tadi
Firman Atmaja ayahnya yang baru saja pulang kerja, mendapati putrinya tengah mencuci menghampiri Nara.
“Anak ayah sedang apa? “ tanyanya membuyarkan lamunan Nara.
“Eh ayah sudah pulang, ini Nara nyuci Jas yang di beli di pasar trift tadi, “ mendengar perkataan sang putri semata wayangnya itu, hati Firman seketika hancur sebab di hari terpenting putrinya, Nara hanya mengenakan baju bekas.
“Sini ayah bantu, “ ujarnya menyembunyikan kesedihannya.
“Hahaha nggak usah, ayah kan baru pulang dari kerja pasti capek, “ tolak Nara.
Namun, Firman tetap kekeh membantu putrinya. Dari luar Tina yang melihat itu ikut masuk kedalam kamar mandi, begitu juga dengan Rian yang tidak ingin ketinggalan keseruan mencuci sepotong jas.
“Hahahaha jas sekecil ini di basuh sekampung, “ kekeh Nara yang sudah selesai menjemur.
“Eh ada ayah, “ ujar Rian mengundang gelak tawa keluarga itu.
.
.
.
.
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments