Di saat mimpi indah yang masih begitu Ia nikmati, Winara Atmaja seorang gadis cantik berusia 21 satu tahun harus memaksakan dirinya untuk membuka matanya ketika pendengarannya menangkap suara lantang ibunya yang sepertinya tengah bertengkar di luar.
“Ya Tuhan, bisakah aku tidur dengan tenang, “ ujarnya sembari mencari sendalnya yang entah sebelahnya dimana.
“Heiii asal kau tau ya suamimu itu kerjanya tidak becus di proyek, susah begitu kerjanya hanya minta uang saja, “ teriak seorang wanita yang tidak lain adalah tetangga Nara yang bernama Fitri.
“Heh Fitri, orang tuh kerja yah baru minta duit. Kamu pikir suami saya tidak kerja huh! Orang gila mana yang mau kerja tanpa di bayar, “ ujar Bu Tina ibunya Nara.
Nara yang baru tiba di halaman rumahnya dengan cepat menghampiri ibunya.
“Ada apa sih ma? “ tanyanya.
“Itu tuh wanita tidak tau diri, masa ayahmu kerja nggak di bayar. Di saat di tagih banyak alasan mereka, “ jelas Tina panjang lebar mengadu kepada putrinya.
“Halah keluarga mata duitan, heh Nara bilangin ke ibu kamu yah kalau sudah tua di bilangin jangan ngeyel, pantes aja hobinya sakit-sakitan, “ ujar Fitri dengan sinisnya.
Tanpa memperdulikan perkataan Fitri, Nara menarik mamanya masuk kedalam rumah.
“Bagaimana ini? iuran adikmu sudah hampir enam bulan belum di bayar, dan mereka tidak mau memberikan gaji ayahmu, “
Nara menarik nafasnya panjang melangkah menuju kamarnya, lalu kembali dengan membawa sebuah amplop coklat.
“Itu buat bayar uang sekolah Rian, sisanya buat mama beli sayur, “ ujar Nara.
Tina menatap uang yang dikeluarkannya dari dalam amplop, lalu kembali menatap putrinya yang sudah menenteng handuk ingin mandi.
“Dari mana uang ini? “ tanya Tina menghentikan langkah putrinya.
“Hasil jual cincin tunangan aku, “ jujur Nara.
Tina begitu terkejut dengan apa yang di dengarnya, Ia membuka pintu kamar mandi yang di tutup Nara, lalu menarik putrinya keluar.
“Apa kamu gila Nara?! Sana kembalikan uang ini dan ambil cincin itu, apa kata Gino nanti?! “ pintah Tina yang memang belum mengetahui apa yang menimpah putri sulungnya itu.
“Sudahlah ma, Gino dan aku tidak akan melanjutkan pertunangan ini. Dia selingkuh dan kemarin aku menyaksikan dia tidur bersama wanita lain, dan sepertinya Tanta Maya fine-fine saja dengan kelakuan putranya, “ jelas Nara, lalu kembali masuk ke dalam kamar mandi.
Tina yang mendengar itu, seketika meneteskan air matanya lalu berjalan menuju sofa merenungi nasib keluarganya.
“Jika aku keluar dari kamar mandi, dan mama menangis aku akan membuang mu ke panti jompo! “ teriak Nara dari dalam kamar mandi, sebab Ia tau ibunya itu sudah meneteskan air matanya.
“Ya cepatlah mandinya mama sudah mulai mengeluarkan air matanya, aku akan siapkan barang-barangnya agar kita bisa dengan cepat membawanya ke pantai jompo, “ ujar Rian adik Nara yang baru saja pulang dari sekolah.
“Haha kalian ingin membuangku, hidup kalian akan menderita jika membuangku. Kalian hanya akan di beri sesendok nasi oleh orang dan bahkan bisa saja tanpa lauk, paham! “ ucap Tina kesal, yang mengundang gelak tawa kedua buah hatinya itu.
Rian menghampiri Tina, lalu menyerahkan kwitansi pembayaran yang di sana tertulis iuran sekolah Rian sudah di lunasi bahkan sampai dua bulan kedelapan.
“Dari mana kau dapatkan uang sebanyak ini Rian? “ tanya Tina yang di buat terkejut dengan putranya.
“Aku menjual rongsokan Kaka yang tertumpuk di gudang, yah lumayanlah uangnya, “ jelas Rian. Rongsokan yang iya maksud adalah baju-baju bekas milik Nara yang sudah lama tertumpuk di gudang.
“Dasar maling, “ ujarnya sang pemilik rongsokan yang baru keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih tertutup handuk.
“Dari pada tertumpuk tidak berguna ya aku jadikan uang saja, “ ujar Rian, yang seketika mendapat tabokan dari kakaknya.
Saat tengah asik bercanda, tiba-tiba ponsel yang di jadikan barang jaminan beberapa Minggu lalu, berdering. Dengan segera Nara mengangkat lalu menjawab panggilan yang masuk, yang jelas-jelas adalah nomornya sendiri.
...+6281241xxxxx...
[Kita ketemu di cafe xxx satu jam lagi, ]
Belum sempat Nara mengatakan sepatah katapun, penelpon dari seberang sana sudah menutup panggilan.
“Wooow ponsel baru, wih iPhone 15 lagi, “ ujar Rian yang matanya tak lepas dari benda pipih yang di pegang kakaknya.
“Bukan punya aku, punya orang, “ jelas Nara kepada sang adik.
“Ya, biarpun punya orang setidaknya kita Selfi dulu lah yuk, “ mendengar ide cemerlang dari sang adik, dengan cepat Nara melepaskan handuk dari rambutnya lalu mulai mengambil beberapa gambar.
“Keren banget Ar, “ puji Rian.
“Ho’o hp mahal mah gitu, sudah aku mau siap-siap. “ ucap Nara melangkah menuju kamarnya.
“Jangan lupa kirim foto-fotonya! “ teriak Rian mengikuti kepergian sang Kaka.
Setelah beberapa menit siap-siap Nara dengan memakai Hoodie berjalan cepat keluar rumah menuju tempat yang di janjikan.
Sementara di kafe tersebut, Alviano Jovanka seorang pengusaha muda berusia 26 tahun berdarah Swiss-Indonesia itu, bersama sang asisten David Moyes tengah menunggu kedatangan Winara Atmaja dengan sekoper uang untuk menebus ponselnya yang di sita gadis tersebut akibat kejadian beberapa minggu lalu.
“Dia datang tuan muda, “ ujar David melihat Nara yang baru saja turun dari angkot.
Alvian mengarahkan beberapa pelayan kafe menjemput Nara agar mengantarkan gadis tersebut ke tempatnya.
“Mari Nona saya antar, “ Nara yang kebingungan hanya pasrah mengikut kemana pelayan tersebut membawanya.
Setibanya di meja Alvian, pelayan tersebut langsung pergi begitu juga dengan Nara yang langsung duduk di depan Alvian tanpa di suruh.
“Saya tidak ingin lama-lama mana ponsel saya? dan itu tebusannya, “ ujar Alvian sembari mengisyaratkan David membuka koper berisikan puluhan juta uang di dalamnya.
Nara hanya bisa menatap kertas-kertas berharga di hadapannya tanpa sepatah katapun, dalam pikirannya Ia membayangkan bisa membiayai sekolah Rian bahkan sampai kuliah dengan uang tersebut. Namun, seketika perkataan sahabatnya berputar dalam kepalanya.
“Minggu depan ujian skripsi Lexi bakal datang, Bastian otomatis Dateng, terus cowok loh wajib datang juga Nara, “
Nara menghela nafasnya panjang, lalu menutup koper tersebut dan sedikit mendorong ke arah Alvian.
“Ada apa, apa kurang? “ tanya Alvian.
“Ini sangat banyak, aku bahkan bisa membiayai sekolah adikku menggunakan uang ini, tapi ibuku akan marah jika aku mendapatkan uang dengan cara memeras seseorang, “ jelas Nara panjang lebar.
“Lalu, bukankah ini yang kau minta waktu itu. Ingat yah, aku tidak peduli apapun itu yang penting ponselku kembali, “ ujar Alvian dengan nada suara yang sedikit meninggi.
“Tenang saja, ini ponselmu ku kembalikan, “ ujar Nara mengeluarkan ponsel milik Alvian, lalu menyodorkan kepada pemiliknya.
“Karena aku tidak menerima uang ini, apakah kau bisa membantu ku? “ ujar Nara dengan hati-hati di saat Ia menyadari di sekelilingnya di penuhi bodyguard Alvian.
“Cukup Nona, jika anda tidak ingin menerima uang ini itu bukan urusan kami yang pastinya kami sudah memberikan apa yang anda minta, “ bukan Alvian yang menjawab, melainkan David yang menolah permintaan Nara yang bahkan belum dikatakannya.
Alvian mengatakan jarinya bertanda David tidak di izinkan bicara, “Katakan apa? “ pintah Alvian.
“Ini agak sedikit memalukan tapi aku sangat membutuhkan bantuanmu, “ ujar Nara, Alvian Menaikkan sebelah alisnya menunggu lanjutan kata dari gadis di hadapannya.
“Aku ingin minggu depan, kau datang ke kampus dan memberiku buket. Karena minggu depan itu aku ada ujian skripsi aku mohon, “ ujar Nara dengan menampilkan senyumannya yang Di tambah lesung pipinya menjadikannya begitu sangat manis di mata Alvian.
“Hmm baiklah, “ ujar Alvian menyetujui permintaan Nara.
“Aaaa makasih. oh yah buketnya pake photocard ini yah, maaf merepotkan, “ ujarnya lagi sembari memberikan sekantong photocard bergambar wajah boyband Korea BTS.
Alvian tersenyum samar lalu kembali menampilkan wajah datarnya dan menyuruh David menyimpan plastik tersebut.
“Fakultas dan prodi apa? biar saya tidak kesusahan mencari mu, “ tanya Alvian.
“Ah Iyah, aku fakultas ekonomi prodi Manajemen. Terima kasih sebelumnya tapi aku harus pergi, temanku sudah menunggu. “ ujar Nara sembari memasukkan ponselnya kedalam tas, lalu berjalan meninggalkan tempat tersebut.
Setelah kepergian Nara, Alvian menatap plastik di hadapannya lalu tersenyum lebar. Baru kali ini, iya bertemu dengan gadis selucu Nara.
“David, gunakan uang tadi dan buatkan buket bunga yang mewah! “ Pintah Alvian kepada asistennya itu.
“Tapi Tuan-
“Tidak ada tapi David, Akhh dia begitu sangat menggemaskan, “ ujar Alvian.
.
.
.
BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Adila Ardani
visualnya mna thor biar tambah semangat kita bacanya
2023-02-13
0
ADE YAHYA
aku baru nemu ceritanya..jadi bacanya maraton😀
2022-12-13
1