2. Tugas Istri Sekaligus Perawat...

"Arghhh... Sakit sekali, sial!" rintih Matteo merutuki keadaannya yang sama sekali tidak berguna. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja dia tidak mampu.

Suara rintihan itu sayup-sayup terdengar di telinga Rania. Gadis itu tersentak dari tidurnya dan membuka mata perlahan. "Mas Teo..."

Rania berhamburan mendekati Matteo saat kesadarannya sudah mulai kembali. "Mas, apa yang kamu lakukan? Kamu mau kemana?" tanya Rania sambil mencengkram pelan lengan Matteo yang tengah berusaha bangkit dari ranjang.

"Jangan pegang-pegang!" ketus Matteo sembari menepis tangan Rania, dia menajamkan tatapannya seperti seekor singa yang tengah kelaparan.

Marah, kesal, sedih, frustasi, begitulah gambaran kekecewaan di dalam hati Matteo saat ini. Ingin sekali dia mencekik Rania dan membenturkan kepalanya ke sisi ranjang agar gadis itu bisa merasakan sakit seperti yang dia rasakan, tapi Matteo bukan tipe pria pengecut yang tega menyakiti seorang wanita.

"Mas... Tolong jangan seperti ini! Jika kamu membutuhkan sesuatu, katakan saja padaku! Bukankah semalam kita berdua sudah sepakat, aku akan merawat kamu sampai sembuh." terang Rania, suaranya terdengar lembut dan merdu di telinga.

"Sekarang katakan padaku! Mas mau kemana?" imbuh Rania, dia kembali memberanikan diri menyentuh lengah Matteo dan mengusapnya dengan lembut.

"Bantu aku ke kamar mandi!" titah Matteo dengan nada kesal, lalu memalingkan wajahnya. Sebenarnya dia malas sekali menatap wajah Rania, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa.

"Pakai kursi roda ya, tunggu sebentar aku ambilkan dulu!" Rania berlari kecil menuju sudut kamar dan mendorong kursi roda ke sisi ranjang.

Dengan sangat hati-hati, Rania menguatkan diri mengangkat tubuh Matteo dan mendudukkannya di atas kursi roda.

"Arghhh..." rintih Matteo saat melipat lutut, sakitnya menjalar hingga ubun-ubun. Hampir saja air mata Matteo menetes menahan rasa sakit yang begitu menyiksa.

"Pelan-pelan Mas, jangan dipaksakan!" Rania berjongkok di kaki Matteo, lalu menyetel pijakan kursi roda dan meluruskan kaki Matteo.

Setelah kaki Matteo lurus, Rania mendongakkan kepala. "Masih sakit?"

"Tidak, sudah agak berkurang." jawab Matteo acuh tak acuh.

"Syukurlah, sekarang aku dorong ya." Rania berdiri dari jongkoknya dan berpindah ke belakang Matteo, lalu mendorong kursi roda yang diduduki Matteo ke kamar mandi.

Sesampainya di dalam sana, Rania menahan langkahnya di dekat bathtub.

"Mas mau mandi kan? Sini, aku bantuin buka bajunya!" Rania bahkan tidak memikirkan rasa malu sedikit pun, dia benar-benar menganggap dirinya sebagai seorang perawat yang harus melayani semua kebutuhan pasien.

"Keluarlah, biarkan aku sendiri!" usir Matteo yang merasa tidak membutuhkan Rania lagi.

"Tidak apa-apa, aku di sini saja bantuin Mas. Tidak usah malu, anggap saja aku ini sebuah patung yang tak bernyawa."

Setelah mengatakan itu, Rania berpindah ke hadapan Matteo dan tanpa ragu mengangkat baju suaminya hingga terlepas. Sesaat mata Rania melebar menyaksikan dada bidang Matteo yang berbulu, perutnya membentuk kotak seperti roti sobek. Kulitnya putih dan bersih, beruntung sekali wanita yang bisa bersandar di dada itu.

"Kenapa bengong? Katanya mau membantuku," bentak Matteo yang membuat Rania tersadar dari lamunannya.

"Ti-Tidak, siapa yang bengong?" Rania mengerjap dan memutus kontak mata dari badan Matteo.

"Ya sudah, kenapa masih diam? Cepat, buka celanaku!" titah Matteo dengan ekspresi datar seperti papan tulis.

"Aku?" Rania membulatkan mata dengan sempurna.

"Iya kamu, siapa lagi? Bukankah tadi kamu sendiri yang menawarkan bantuan padaku, tunggu apa lagi?"

Matteo tersenyum licik setelah mengatakan itu. Sekarang tanggung sendiri akibatnya, siapa suruh sok jadi pahlawan kesiangan tanpa memikirkan konsekuensinya.

"I-Iya, tapi bukan bagian itu juga kali Mas. Malu tau," keluh Rania dengan bibir mengerucut.

"Malu saja sendiri, aku tidak! Ayo cepat, aku sudah kedinginan ini!" desak Matteo yang sudah sedari tadi bertelanjang dada.

"I-Iya, tunggu sebentar ya Mas!" Rania berbalik dan memutar otak memikirkan cara melepas celana Matteo tanpa melihat isi di dalamnya. Saat pikirannya mulai kusut...

"Ting!"

Sepertinya dewi fortuna tengah memihak padanya. Mata Rania menangkap sebuah handuk yang tergantung di belakang pintu. Segera Rania mengambilnya dan kembali menghampiri Matteo.

Rania melingkarkan handuk itu di pinggang Matteo, kemudian berjongkok dan menarik celana pendek yang melekat di pinggang Matteo sambil memicingkan mata.

"Tahan handuknya ya Mas!" pinta Rania tanpa melihat sedikit pun, mendadak ritme detak jantungnya berdegup semakin cepat seperti tengah dihadapkan dengan situasi berbahaya. Bahkan film perang sekali pun kalah menegangkan dengan situasi yang tengah dia hadapi.

Rania menggigit bibir untuk menetralisir ketegangan di hatinya, pipinya memerah bak tomat. Dia sama sekali tak menyangka akan berhadapan dengan situasi rumit seperti ini.

Saat celana Matteo sudah melorot sampai mata kaki, Rania menghela nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan kasar. Matanya perlahan terbuka dan bertemu dengan mata Matteo yang sedari tadi tak lepas memandanginya.

"Huftt..."

"Kenapa?" Matteo mengulum senyum.

"Tidak apa-apa," Rania membuang pandangannya dan mengeluarkan celana itu dari kaki Matteo.

Saat Rania ingin pergi, suara bariton Matteo seketika menahan langkahnya. "Tetap di sini!"

"Hah?" Rania memelototi Matteo dengan mulut sedikit menganga.

"Ayo, mandikan sekalian!" titah Matteo dengan santai. Ekspresinya terlihat datar seperti jalan tol.

"Loh, bukankah Mas bisa mandi sendiri?" Rania menautkan alis.

"Tidak bisa, tanganku juga sakit." ucap Matteo.

"Mas..."

"Jangan membantah, ayo cepat! Kamu sengaja mau membunuhku secara perlahan? Ini dingin tau," keluh Matteo. Dia tidak berbohong, dia memang kedinginan bahkan sekujur tubuhnya mulai menggigil.

Melihat bibir Matteo yang bergetar, mau tidak mau Rania terpaksa menurutinya. Dengan tenaga yang dia miliki, Rania berusaha keras memindahkan Matteo ke kursi lalu memutar kran dan menyalakan air panas.

Setelah mengguyur tubuh Matteo dengan air, Rania menuang shampoo di rambutnya dan meratakannya dengan tangan lalu menyabuni tubuh Matteo sampai bawah kecuali bagian tengah yang menjadi aset pribadi yang tidak boleh disentuh. Bagian itu Matteo sendiri yang menyabuninya.

Matteo memicingkan mata meresapi sentuhan tangan Rania yang menempel di kulitnya. Rasanya sangat lembut dan mampu membuat dada Matteo berdenyut ngilu. Perasaan aneh yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Setelah semua bagian tubuh Matteo disabuni, Rania kembali memutar kran dan membilas tubuh Matteo. Lalu mengambil gosok gigi dan menaruhnya di tangan Matteo.

"Mas bisa kan gosok gigi sendiri? Aku keluar sebentar mengambil handuk."

Setelah mengatakan itu, Rania mengayunkan kaki meninggalkan kamar mandi dan berjalan menuju lemari.

Rania mengambil dua handuk sekaligus untuk mengeringkan tubuh dan rambut Matteo.

Usai melingkarkan handuk itu di pinggang suaminya, Rania mengeringkan tubuh dan rambut Matteo lalu membantunya pindah ke kursi roda dan mendorongnya ke luar. Lanjut memakaikan pakaian dan menyisir rambut pria lumpuh itu.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

sebenarnya kau beruntung Matteo kerana mendapat isteri seperti Rania.... mengurus mu dengan ikhlas...

2024-11-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!