Teng teng teng...
Bel kembali berbunyi, untuk yang kesekian kalinya.
Aku masuk dan kembali duduk di sebelah Aluna, gadis yang sekarang sudah bisa tersenyum saat bertatapan denganku.
Aku sangat senang..
Yah..
Sangat senang..
"Hai.."
"Hai..."
Wajahnya masih terlihat canggung. Aku tahu, sangat tidak mudah baginya untuk bergaul dengan orang seperti aku. Mungkin yang ada dalam otaknya adalah, aku akan bertingkah macam-macam dengannya. Padahal, aku sama sekali bukan tipe seperti itu.
"Ankalisa, bagikan hasil ulangan matematikanya.."
Ankalisa maju ke depan sesuai dengan permintaan guru yang sama, lalu mengambil semua kertas jawaban ulangan kami.
Dia sampai ke arahku, dan menyodorkan kertas itu..
"Gio, selamat!! Nilai kamu seratus.."
Aku menerimanya dengan wajah datar. Iya.. aku memang sudah biasa dapat nilai itu setiap kali ulangan.
Tapi yang di sebelah terlihat melongo saja. Dia bahkan tidak berani menatapku usai mengetahui kalau aku ternyata jagoan kelas.
Hahaha..
Mungkin dia sangat malu padaku..
Ankalisa mengambil selembar kertas milik Aluna, dan melihatnya sekilas. Ankalisa terdiam dan membisu. Aku jadi penasaran pada sikapnya yang begitu aneh. Mungkinkah, dia melihat hasil yang sama sempurna seperti aku, atau bahkan, dia menemukan nilai jelek di kertas Aluna itu?
"Ini hasil ulangan kamu.."
Ankalisa memberikan kertas itu pada Aluna dengan wajah yang sudah bisa aku pahami. Tidak suka!
Dan setelah itu, gadis itu beralih pergi dari meja kami..
Pandanganku beralih ke arah Aluna yang sampai saat itu, hanya terdiam menatapi hasil ulangannya.
Aku mencoba mengintip sedikit, tapi dia menutupnya dengan segera.
"Jangan lihat!!"
"Kenapa? Apa nilai kamu sangat buruk?"
"Aku kurang konsentrasi karena harus duduk bersebelahan denganmu.."
"Benarkah? Berarti nilai jelek kamu tanggung jawabku."
"Aku tidak bilang seperti itu."
"Coba sini aku lihat!!"
Aku merebut paksa kertas hasil ulangannya, dan melihat hasil yang..
Hahaha..
Aku ingin sekali menertawakan hasilnya. Bahkan ke empat kawanku, tidak pernah mendapatkan nilai seburuk ini.
Aku tahan tawaku sampai rasanya ingin sekali meledak. Dan ekspresi yang tidak mampu aku sembunyikan itu, ternyata membuat dia marah.
"Berikan padaku!!!"
Dia menarik kembali kertas di tanganku, hingga menimbulkan suara pertengkaran kamu yang sangat keras. Semua orang menoleh ke arah kami, dan melihat kami dengan tatapan yang aneh.
Apa ada yang salah?
"Kamu kenapa merebutnya dariku? Aku masih ingin melihat bagaimana kamu menyelesaikan soalnya.."
Tanyaku usai semua pandangan kembali ke arah papan tulis.
"Kamu pasti ingin meledekku."
"Siapa bilang?"
"Oke, hari ini kita akan membahas......."
Pelajaran di mulai kembali. Semua orang di dalam ruangan kembali serius di kursinya masing-masing.
...****************...
Aku berjalan ke arah motor sport yang di belikan khusus oleh ayahku. Tapi sebelum aku tiba di tempat, aku melihat Aluna yang tengah terduduk sambil menangis. Entah apa yang terjadi padanya. Apa mungkin dia punya masalah yang begitu serius?
Aku ingin mendekatinya, dan menanyakan apa yang terjadi padanya. Tapi rupanya Caca sudah datang terlebih dulu, dan membawa Aluna pulang dari sekolah. Aku mendadak merasa cemas.
Di kelas tadi, dia terlihat baik-baik saja, dan aku pun tidak melihat dia terkena masalah apapun walaupun duduk di sebelahku. Tapi, entah apa yang terjadi, dia sekarang malah pergi dengan penuh kesedihan.
...****************...
Hingga beberapa hari kemudian, Aluna belum juga masuk sekolah. Aku hitung sudah hampir satu pekan lamanya dia tidak terlihat dan tidak terduduk di sisiku.
Aku..
Merasa kehilangan..
Jujur saja, mendadak aku tidak bersemangat menjalani hari-hariku di sekolah. Ulangan, yang biasanya aku selalu mendapat nilai seratus, kali ini Ankalisa menyodorkan sebuah kertas dengan nilai sembilan puluh dua, dengan wajah penuh tanda tanya.
"Ada apa denganmu, Gio?"
Tanya Ankalisa yang bahkan hanya bisa aku dengar, dan tak mampu aku jawab. Karena kenyataannya, aku juga bingung pada diriku sendiri.
Dia memilih untuk pergi saja dari bangku milikku, usai meletakkan kertas hasil ulanganku di atas meja. Aku sungguh tidak bisa berkata-kata lagi.
...****************...
Riuh para penonton yang menyaksikan pertandingan basket antar kelas terdengar sangat ramai. Kebetulan, akulah yang jadi pemainnya.
Selain pandai dalam semua mata pelajaran, aku juga pandai dalam hal olahraga, termasuk dan paling aku gemari, adalah basket.
Bukan maksud aku untuk sombong..
Hehehe..
Tapi hari itu pun sama, sama seperti hasil ulangan hari kemarin yang harus menelan pil pahit dengan nilai sembilan puluh dua.
Permainan basketku sangat buruk, bahkan benar-benar buruk. Kami harus keluar dari lapangan dengan hasil yang sangat mengecewakan. Dan itu semua gara-gara aku. Aku tidak fokus karena terus memikirkan gadis polos itu.
Puk! Puk!!
Harves menepuk pundakku, dan memasang wajah tanda tanya yang sangat menggangguku.
"Kau sudah lupa persahabatan kita, Gio.."
Aku tersentak saat mendengar pernyataan menohok dari Harves untukku.
Aku hanya mengalihkan perasaanku dengan mengelap keringat di wajahku menggunakan handuk.
Kami masih tetap terduduk di sisi lapangan.
Sementara para penonton dan pada pendukungku akhirnya pergi dari sana dengan perasaan yang mungkin, sangat kecewa.
"Katakan pada kami apa yang sedang kamu pikirkan saat ini.."
Ke tiga kawanku menyusul duduk.
"Aku tidak pernah melihatmu bermain buruk seperti ini." ( James menimbali ucapan Harves ).
"Bisakah menceritakan semuanya pada kami, Gio? Kami juga harus tahu apa yang sedang kamu hadapi.."
Tapi jujur saja, aku merasa tidak yakin. Aku tahu mereka semua, yang tidak mau mementingkan seorang gadis demi persahabatan. Aku takut jika mereka semua tahu, Aluna akan dalam bahaya.
"Apa karena gadis itu?" ( James kembali bertanya ).
Yang karena pertanyaan itu, aku menjadi terpaku. Mataku menatap kosong area lapangan yang sudah senyap, tak berpenghuni.
"Kau memikirkan seorang gadis miskin, sampai membuat nilai kamu anjlok? Hehh.."
"Apa kamu bercanda Gio? Kau memikirkan seorang gadis?"
James bangkit dan menatapku dengan nanar.
"Aku tahu semua itu, sejak dia datang, kamu mulai menjauhi kami, mulai membuat kami merasa kehilangan kamu Gio, sebenarnya, kamu ini kenapa dengan gadis itu?" ( menatap penuh tanda tanya ), " apa mungkin kamu sudah jatuh cinta?"
Aku menundukkan kepalaku. Dalam hatiku, aku berkata. Iya, aku memang sudah jatuh cinta pada gadis itu..
"Gio, katakan padaku!!!" ( merasa di acuhkan ).
Dia memelototi aku dan mungkin hendak menamparku di tengah lapangan. Tapi dia masih berpikir waras. Aku tahu James, kamu pasti akan langsung membuat aku menjauhi gadis itu, kalau kamu tahu aku sungguh menyukainya.
Sejujurnya, itulah yang membuat para gadis sering mendapat bullyan dari kami. Bukan aku atau ke empat kawanku yang suka, tapi mereka yang berusaha mendekati kami berlima. Kawanku sangat tidak menyukai hal itu. Karena James, lebih suka mementingkan persahabatan di antara kami.
Mungkin dia pikir, dia akan kehilangan kami kalau sampai kami jatuh cinta pada seorang gadis.
Entahlah..
Aku pun tak tahu..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments