Hari itu, adalah hari kedua Aluna masuk ke sekolah kami. Dia kembali duduk di sebelahku. Meskipun begitu, dia masih saja sangat dingin. Entah apa yang ada di matanya kala melihatku, mungkin aku selalu terlihat buruk bagi siapapun.
Kami sedang ulangan!!
Ini adalah saat-saat favoritku. Jujur saja, meskipun aku anak orang kaya, tapi aku tidak pernah meremehkan yang namanya pendidikan. Aku selalu berhasil mendapat nilai seratus di ulangan matematika. Bisa di bilang, aku jagonya kalau mata pelajaran itu.
Aku yang selalu menganggap semua soal ini mudah, tapi, gadis di sampingku ini, dia bahkan tidak bisa menjawab soal pertama sampai kira-kira menit yang ke sepuluh. Dan setelah itu pun, aku yakin dia hanya menjawab asal-asalan. Huhh!!
Aku pikir dia sangat pintar. Rupanya tidak lebih cerdas dariku..
Entah sengaja atau tidak, dia tiba-tiba menoleh ke arahku, yang sedang melihatnya secara diam-diam, dan mengawasi setiap jawaban yang dia coret dengan tinta di atas kertas.
Dengan cepat dia menutup kertas ulangannya, dan menjauhkannya dariku. Haha.. Lucu sekali!! Mungkin dia pikir, aku sedang berusaha untuk mencontek. Padahal aku sudah hampir menyelesaikan semuanya. Jagoan kelas buat apa nyontek.
Hingga akhirnya.
Tring!!
"Waktu sudah habis!! Kumpulkan kertasnya ke depan.."
Brukk!!
Gadis itu menjatuhkan jidatnya yang lebar ke muka meja. Aku sungguh tahu alasannya, pasti karena dia tidak selesai menjawab soal. Kasihan sekali.
Ankalisa beranjak dari duduknya dan mulai mengambil kertas-kertas hasil ulangan kami satu per satu, hingga akhirnya dia sampai di meja kami.
"Halo, Gio.. Aku tahu nilai kamu kali ini pasti sangat bagus, soal ini terlihat mudah bagiku, apa lagi kalau buat kamu.." ( tersenyum selebar yang dia bisa ).
"Hanya terlihat saja, belum tentu memang mudah.." ( jawabku dengan malas ).
Aku menyodorkan kertas ulanganku pada Ankalisa, yang kemudian di terima saja oleh gadis itu dengan ramah.
Nah!!
Sekarang giliran gadis itu. Aku ingin lihat ekspresi gadis itu saat memberikan kertas jawaban itu pada Ankalisa.
Sret!!
Hanya di terima saja oleh Ankalisa, dan setelah itu dia kemudian pergi. Tapi yang di sebelah, wajahnya, aku sudah bisa menebak, kalau dia benar-benar kesulitan dengan soal yang ada di kertas ulangan itu. Huh! Kasihan sekali.
Jam istirahat!!
Semua orang berjalan dengan santai ke luar dari kelas, dan meninggalkan kami satu per satu. Tapi gadis itu, entah apa yang sedang bergelut dalam otaknya, mendadak dia hanya diam dan menunduk saja di meja kelas. Apa dia sedang galau karena ulangan yang dia jawab dengan asal itu??
"Hai..." ( aku menyapa dengan sedikit takut ).
"Jangan ganggu aku!! Aku sedang tidak enak badan.."
"Kamu sakit??" ( tanyaku dengan polos ).
Dia membangunkan kepalanya, yang kemudian menatapku dengan layu.
"Kamu, kamu kenapa?? Kamu sakit, ya??"
Aku cemas saat melihat wajah yang mulanya sangat manis itu mendadak terlihat pucat pasi dan sangat lemah.
"Aku tidak apa-apa, jangan pedulikan aku.."
Tapi lagi!!
Sikapnya masih sebegitu dinginnya terhadapku. Apa salahku sebenarnya??
"Tidak!! Kau boleh marah padaku, tapi aku tidak mau membiarkan kamu seperti ini, jangan keras kepala lagi, kamu sudah sangat lemah, ada apa dengan kamu sebenarnya?"
Kruuuuukkkkk...
Aku terkejut dan melongo saat mendengar perutnya yang berbunyi bak musik disko yang di putar keras hingga memekakkan telinga. Hahaha.. lucunya kalau mengingat hal itu, aku ingin sekali tertawa sampai puas.
"Kamu lapar??"
Gadis itu terdiam dan membisu. Apa dia semiskin itu hingga uang jajan saja tidak punya?
"Kenapa tidak mau berkata apapun padaku? Tunggu sebentar, jangan pergi kemanapun, aku akan segera kembali.." ( beranjak dari kursi ).
"Eh? Mau kemana?? Aku tidak ..."
Dan setelah itu aku tidak ingat apa lagi yang dia bicarakan. Yang jelas, aku berlari sejauh beberapa meter demi membawa dua nampan berisi makanan untukku dan Aluna. Aku menjadi potret terjelas di kantin dan mendapat perhatian yang sangat banyak dari orang-orang di sana saat mereka melihatku membawa dua nampan berisi makanan ke dalam kelas.
Dan akhirnya, setelah melalui perjalanan yang amat panjang, aku bisa memberikan gadis itu makan siang. Aku tahu dia sangat lapar, seperti hal nya kemarin, saat dia hanya memakan satu potong roti saja untuk makan siang. Aku menjadi iba padanya.
"Ini, makanan untuk kamu.."
Dia menatap kedua mataku dengan sangat aneh. Sementara aku melihat, dia masih setia memegangi perutnya yang terus berbunyi.
"Jangan menatapku begitu, aku hanya tidak tahan duduk bersebelahan dengan perut yang nakal." ( senyumku yang sangat baik ).
Iya, aku pikir aku lebih ramah saat bersama dengan Aluna di bandingkan saat bicara dengan Ankalisa, atau empat kawanku lainnya. Tapi mengapa gadis ini begitu mengacuhkan aku?
"Aku tidak butuh uluran tangan orang lain!!" ( ucapnya begitu keras menohok ).
"Jika ada yang mengatakan padamu aku jahat, maka kamu boleh saja peduli, tapi jujur saja, aku sangat baik pada orang tertentu.." ( tersenyum lagi ).
Tersenyum saja terus, sampai pipiku terasa pegal.
"Aku tidak percaya pada kebaikan orang."
"Ini hanya makanan, bagaimana kamu bisa fokus, kalau perut kamu saja terus berbunyi seperti itu, makanlah.." ( pintaku memaksa ).
Dia memandangku agak lama..
"M? Makanlah, aku yang traktir.."
Aku mendorong nampan berisi makanan padanya..
Dan alangkah senangnya aku saat dia tiba-tiba menerima makanan dariku, lalu menyantapnya. Entah bahagia yang bagaimana sampai bisa sebahagia ini.
"Aku sebenarnya ingin menjadi temanmu, tapi kamu mungkin tidak mau.." ( kataku sambil mengunyah ).
Dia berhenti sejenak, lalu menatapku lagi untuk yang kesekian kalinya. Jantungku bergemuruh tidak mau berhenti berdegup.
"Aku tidak pernah punya teman selain Caca."
Itu adalah kalimat pertama gadis itu padaku yang terdengar sangat lembut.
"Dan sekarang, kamu punya dua teman.."
"Aku tidak yakin kamu mau berteman denganku apa tidak."
"Memangnya kenapa? Kamu sangat baik, dan juga tidak terlalu buruk, ya, setidaknya itu yang aku lihat."
"Tapi aku tidak seperti dugaan kamu, aku hanya gadis miskin yang masuk ke sekolah ini karena ayahku yang kerja banting tulang."
"Aku juga sama, aku adalah orang miskin, semua uang yang aku gunakan adalah milik keluargaku, apa yang bisa aku banggakan?"
Dia menatapku lagi, membuat aku merasa sangat canggung.
"Jangan dingin lagi, ya.. aku tidak suka duduk bersebelahan dengan gadis dingin di bangku kelasku, karena itulah aku selalu duduk sendirian."
"Aku minta maaf, sejak awal, aku tidak pernah berpikir anak orang kaya mau berteman denganku."
"Tapi sekarang aku mau.." ( tersenyum ).
"Kamu yang memaksa.."
Aku terkekeh saat dia dengan beragam alasan menolak permintaan persahabatan dariku. Hehh.. gadis yang sangat berbeda..
"Oh iya, terima kasih untuk makan siangnya, aku tidak bisa membalas semua kebaikan kamu.."
"Setidaknya perut kamu tidak lagi berbunyi."
Dia tersenyum untuk pertama kalinya di depanku. Manis sekali. Aku sampai tidak bisa menahan mataku untuk tergoda melihat kecantikan wajahnya saat tersenyum seperti itu. Hhh.. aku tahu, aku memang sudah jatuh cinta padanya, Aluna..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Achi
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2022-12-04
0