Dengan sikap percaya dirinya, Ocean memencet bel didepan unit apartemen Neska. Ia menunggu pintu itu terbuka dengan tenangnya.
Neska yang berada di dalam kamarnya, mendengar jika seseorang telah datang berkunjung. Ia melirik jam digital yang ada diatas meja belajarnya, ini sudah cukup malam untuk seseorang bertamu, pikirnya.
Atau, ini adalah kunjungan dari salah satu teman gosipnya? Jika itu Yola, tidak mungkin--sebab wanita itu selalu pergi bekerja di malam hari. Indah pun tak mungkin bertandang di waktu putranya--Miko--sudah tidur.
Ah, kemungkinan ini adalah Dena. Wanita tomboi itu biasa datang untuk meminta garam, gula, kopi atau semacam itu.
Neska pun bangkit dari posisinya yang telah berbaring, biasanya dia sudah tidur di jam ini. Hanya saja, tadi dia ada tugas fisika yang membuatnya harus tidur lebih lambat dari biasanya.
Sekarang, saat Neska baru saja memejamkan mata, ada pula tamu yang berkunjung.
Neska membuka pintu rumah dengan gayanya yang cuek. Ia tidak memikirkan penampilannya saat ini sebab mengira yang datang malam ini adalah Dena.
"Kenapa, Kak?" ujar Neska sembari membuka pintu, ia bahkan menguap lebar--namun buru-buru terperanjat, lalu mundur beberapa langkah kebelakang saat menyadari siapa yang ada dihadapannya sekarang.
Pemuda Charming itu datang sembari menyunggingkan senyum khasnya yang menawan. Apakah Neska tengah bermimpi sekarang?
Neska mengucek matanya secara berulang, tapi tetap saja yang ada dihadapannya saat ini adalah sosok Ocean yang berdiri tegak dan malah mengulumm senyum kemudian.
"Hai ..." Cean mengibaskan tangannya didepan wajah Neska yang termangu.
"E-eh, a--ada apa, Kak?"
Sekali lagi Cean menyunggingkan senyum tipis. Dia mengangkat bungkusan yang sejak tadi dia bawa, seolah ingin memperlihatkan itu pada gadis di hadapannya. "Nih, buat kamu," katanya to the point.
"Bu-buat aku?" Neska menunjuk pada dirinya sendiri. Sepertinya dia benar-benar bermimpi sekarang.
Cean mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, buat kamu. Anggap aja ini bingkisan untuk perkenalan kita sebagai tetangga baru dan juga ini mewakili kata maaf ku--soal kejadian siang tadi," paparnya.
Perkataan Cean kembali mengingatkan Neska akan tontonan dewasa yang sempat dia saksikan secara tak sengaja. Hal itu sekaligus menyadarkannya bahwa yang ada didepannya saat ini benar-benar Ocean--sang aktor utama dalam adegan yang dia tonton beberapa waktu lalu.
"Sekali lagi, maaf, ya. Gak seharusnya kamu ngelihat itu. Aku yang salah."
Neska masih membeku saat Cean mengulurkan tangan ke arahnya, pertanda ingin disambut sebagai persetujuan soal maaf.
"Kamu ... gak mau maafin aku?" tanya Cean karena yang dia lihat Neska tetap diam bahkan mengabaikan uluran tangannya.
"Eh?" Gadis itu seakan tersadar pada kenyataan, dia segera menyambut tangan Cean hingga mereka benar-benar berjabatan dengan jari jemari yang saling bert@ut dan menyentuh satu sama lain.
Jangan tanyakan apa perasaan Neska sekarang karena nyatanya jantungnya berdebar-debar kencang dan tungkai kakinya lunglai seakan berubah lembek seperti jelly.
"Jadi, udah dimaafin, kan?" tanya Cean yang menatap wajah memerah milik Neska.
Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, Neska hanya bisa mengangguk saja.
"Oke, berarti bingkisannya di terima, ya!" Cean langsung memindahkan bungkusan bawaannya kedalam dekapan Neska yang masih terhipnotis seperti orang bo doh.
Cean mengangguk samar, kemudian berbalik untuk pergi, sampai suara Neska berhasil mengurungkan sejenak kepergiannya.
"Kak?"
"Ya?" Cean menoleh.
"Aku maafin Kakak, tapi jangan diulangi lagi, ya."
Cean mengernyit, kemudian dia mencerna ucapan Neska hingga akhirnya dia tersenyum simpul. "Hmm," katanya.
Neska berkedip-kedip gelisah saat melihat pemilik tubuh proporsional itu berjalan memasuki pintu yang berada tepat disebelah unit apartmennya. Dia memantau pergerakan Cean seperti hendak merekam kejadian itu dalam memori ingatannya.
Sesudah memastikan Cean memasuki rumahnya sendiri, Neska langsung menutup pintu dan bersandar dibaliknya.
"Yeay! Yeay! Yeay!" Neska melonjak-lonjak bahagia sambil memeluk bungkusan yang tadi Cean berikan. Dia membayangkan tengah memeluk pemuda itu.
"Ya Tuhan, Engkau memang maha baik." Neska bermonolog girang.
Tak lama, gadis itu membuka bungkusannya dan melihat ada banyak roti dengan bermacam-macam rasa serta isian.
"Apa dia tau ya, kalau sekarang ini tanggal tua dan aku lagi ngirit jajan, makanya dia ngasih aku cemilan sebanyak ini?"
Sekali lagi Neska merasa senang, dia merasa jika Cean pengertian sekali.
"Ini juga dari toko roti di samping Apartmen. Yang biasanya aku beli kalau pas dapat THR doang, alias setahun sekali. Hahaha!"
Pada akhirnya, Neska kehilangan rasa kantuknya, dia memandangi satu persatu roti yang tadi dibawakan oleh Cean dengan mimik wajah yang ?mesem-mesem sendiri.
"Duh, pacar orang kok paket komplit gitu ya? Udah ganteng, keren, baik, pengertian lagi," Batin Neska berkata-kata.
Neska lupa, padahal siang tadi dia sudah merutuk kelakuan Cean juga dalam hatinya, bahkan dia mengata-ngatai pemuda itu tidak tau sopan santun dan etika.
Sikap buruk yang sempat Neska lihat pada diri Cean, seketika dia lupakan saat merasakan sikap baik pemuda itu.
...~~~...
Pagi-pagi sekali, Neska sudah terbangun, memang tak seperti biasanya. Padahal, tadi malam dia tidur lebih lambat daripada biasanya.
Ini semua karena Karel benar-benar meneleponnya di pagi buta. Ternyata pemuda itu membuktikan perkataannya untuk membangunkan Neska.
Yang membuat Neska harus memijat pelipis sepagi ini adalah karena Karel juga memaksa untuk menjemputnya hari ini. Tentu Neska sudah menolak, tapi Karel tetap mendesak.
Neska sedang putar otak sekarang, bagaimana dia bisa menghindari Karel nanti? Ah, pusing. Lebih baik sekarang ia mandi dan bersiap-siap ke sekolah agar tidak telat seperti biasanya.
Siap dengan pakaiannya, Neska pun memakai lip balm andalannya, dia tak biasa bersolek. Hanya menggunakan bedak baby dan mengoles bibir sekenanya. Tapi, Neska selalu mengutamakan kebersihan juga parfum agar tetap harum. Ya, meski parfumnya hanya parfum murahan dengan botol plastik.
"Cantiknya..." Gadis itu memuji diri sendiri saat bercermin, kemudian dia terkikik.
Senyum Neska surut saat menyadari sesuatu.
"Udah cantik gini juga, belum tentu levelnya Kak Cean," ujarnya kemudian. Dia menunjuk-nunjuk bayangan yang terpantul di cermin, seolah marah pada bayangan itu padahal itu adalah dirinya sendiri.
Sebelum keluar dari Apartmennya, Neska memastikan dulu jika tali sepatunya sudah tersimpul dengan baik. Dia tidak mau kejadian memalukan seperti kemarin terjadi lagi, apalagi didepan Cean. Kalau terjadi lagi, rasanya Neska tak akan punya muka didepan pemuda itu.
Neska pun beranjak, dia berderap melewati koridor lantai 11. Sekali lagi Neska berpapasan dengan Yola yang tampak mematut wajah lelah. Sepertinya dia baru pulang bekerja.
"Kak? Baru pulang?"
Yola mengangguk lesu. "Kamu sekolah?" tanyanya.
"Iya, kak."
"Oh, ini..." Yola membuka kancing tas yang ia kenakan, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan 20 ribuan. "Buat jajan kamu," katanya.
Neska menggeleng, Yola terlalu sering memberinya uang saku, dia merasa tak enak hati.
"Gak apa-apa, Nes. Ini ambil."
Akhirnya Neska mengambil uang yang diberikan oleh Yola.
"Makasih banyak, ya, Kak."
"Iya, kamu sekolah yang rajin ya, jangan kayak aku, SMP aja gak tamat."
Neska menyunggingkan senyum getir. Ia tau Yola bukan wanita berpendidikan tapi wanita itu jelas seorang pekerja keras.
"Aku duluan ya, Kak."
"Hmm, hati-hati kamu."
Neska berlalu dari hadapan Yola dan keluar dari gedung Apartemen tua itu.
Sampai didepan, Neska sudah harap-harap cemas akan kedatangan Karel. Tepat saat Neska mau menyetop angkutan umum, suara Karel terdengar nyaring menyapanya.
"Nes? Ayo!"
Neska memejamkan mata rapat-rapat, ia telat untuk menghindar dari pemuda ini.
"Ehm, Rel, kamu beneran datang jemput aku? Aku bilang kan, gak usah."
"Ya, gak apa-apa, Nes. Searah ini."
"Tapi, aku ...." Neska tidak punya ide untuk menghindari Karel. Tapi, matanya tak sengaja melihat pada mobil Xenia yang baru saja keluar dan berhenti di dekat toko roti. Itu adalah Cean yang turun dari dalamnya.
"Kenapa, Nes? Ayo! Ntar kita terlambat lho!" Karel kembali bersuara.
"A-aku dijemput sama itu..." kata Neska dengan pedenya menunjuk ke arah Cean yang berdiri didepan mobil Xenia itu. Neska juga tak tau kenapa Cean berdiam diri disana, memang kelihatan seperti menunggu seseorang.
Secara otomatis mata Karel melihat pada sosok Cean disana, ia mengernyit, lalu berkata,
"Cowok itu? Siapanya kamu?"
"Hehe ... udah ya, Rel. Kamu duluan aja, Maaf banget, makanya tadi aku udah bilang gak usah jemput. Maaf ya, aku udah ditungguin, tuh!"
Neska berlari-lari kecil ke arah mobil Xenia hitam itu, sementara Karel menatap Neska dengan tatapan lesu dan kecewa.
Bersambung ...
Next?
Komen✅
Dukung dengan tinggalkan jejak, boleh like, boleh komen, boleh kirimin vote dan hadiah🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🦋𝖀𝖓𝖓𝖎𝖊 𝕰𝖛𝖎🍀
Neska kayaknya baper deh 🤭
2023-01-12
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐀⃝🥀ɴᴏνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Iiihhh Neska pede banget sih...tambah terlambat kamu nanti
2022-12-19
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐀⃝🥀ɴᴏνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Lupa karena kalah sama sogokan 😃
2022-12-19
1