Hari Pertama

Akhirnya Mereka tiba di rumah. Ayahnya masih tinggal di rumah kecil dengan dua kamar tidur, yang dibelinya bersama ibunya pada awal pernikahan Mereka. Hanya itu hari-hari

pernikahan yang mereka miliki. Masa-masa awal kehidupan Mereka di Korea. Di sana, terparkir di jalanan di depan rumah yang tak pernah berubah, tampak baru Meisya. Mobil baru bagi Meysha. Mobil itu berwarna silver. Yang membuat Meysha amat terkejut, Meysha

menyukainya. Namun Dia tak tahu apakah benda itu bisa jalan, tapi bisa Meysha bayangkan dirinya berada di dalamnya. Itu terlihat klasik dan unik baginya.

Ditambah lagi, kendaraan itu jenis sangat kokoh yang tidak bakal rusak. Jenis yang bakal ditemukan dibarang-barang antik.

"Wow Pa, Aku suka! Trims!"

"Aku senang kau menyukainya," Kata Pak Roni parau, merasa malu terhadap putrinya. Cuma butuh sekali angkut untuk membawa barang barang Meysha kekamarnya dilantai atas. Meysha mendapat kamar tidur di sebelah

barat yang menghadap ke halaman depan. Kamar itu sangat familier, itu kamar Meysha sejak Meysha dilahirkan. Lantai kayu,

dinding pink cerah, langit-langit lancip, tirai berenda putih yang membingkai jendela. Dan semua itu bagian masa kecil Meisya. Satu-satunya pembaharuan yang dibuat Ayahnya adalah mengganti tempat tidur bayi menjadi tempat tidur sungguhan dan menambahkan meja seiring pertumbuhan Meysha. Di meja itu sekarang ada komputer hingga colokan terdekat. Kursi goyang dari masa bayi Meysha, masih ada di sudut ruangan kamar.

Hanya ada satu kamar mandi di lantai bawah dan Meysha harus bergantian memakainya dengan Ayahnya. Meysha berusaha tidak

terlalu memikirkan keadaan itu.

Salah satu hal terbaik tentang Ayahnya adalah Dia tidak pernah membuntuti atau kepo dengan Meysha. Beliau meninggalkan Meysha sendirian untuk membongkar dan merapikan bawaannya, perilaku yang tak

mungkin Meysha dapatkan dari ibunya. Rasanya menyenangkan bisa sendirian, tidak harus tersenyum dan tampak gembira.

Lega bisa memandang murung ke luar jendela, memandangi salju yang turun dan membiarkan kesedihannya mengalir. Meysha tidak sedang mood untuk menangis habis-habisan. Meisya

akan menyimpannya sampai saat tidur nanti, ketika Meisya harus memikirkan esok pagi.

Seoul National University menjadi salah satu kampus terbaik dan populer di Korea Selatan.

Universitas ini memberikan beasiswa yang bertujuan untuk meningkatkan peringkat dna kualitas kampus di level global.

Beasiswa yang ditawarkan termasuk SNU Global Scholarship dan SNU Graduate Scholarship for Excellent Foreign Students.

SNU Global Scholarship tersedia untuk 60 mahasiswa pascasarjana asing untuk setiap semesternya. Dan Meysha termasuk salah satunya.

Meysha merasa akan jadi wanita baru dari negara asing di kampus barunya besok. Bahkan mungkin mengundang rasa penasaran.

Barangkali takkan begitu jadinya, bila Dia berpenampilan seperti layaknya wanita modern saat ini. Atau umumny wanita Korea. Tapi secara pakaian, Meysha tak ingin mengubahnya. Dia selalu berpakaian muslimah syar'i. Dan menyukai warna gelap. Serta sebuah alat dzikir digital yang selalu Dia sisipkan diantara jemari tangan kanannya. Dia tidak ingin kesibukan dunianya melalaikan kehidupan kekalnya kelak.

Ketika Meysha selesai memasukkan pakaian ke lemari tua dari kayu cemara, Meysha mengambil tas keperluan mandinya

dan menuju kamar mandi untuk membersihkan dir, setelah perjalanan. Meysha memandang wajahnya di cermin sambil menyisir rambutnya yang lembab dan kusut. Barangkali tipuan cahaya, tapi Meysha terlihat pucat, tidak

sehat. Kulitnya bisa saja cantik, bening nyaris transparan,tapi semua itu tergantung warna. Di Korea Dia seperti tidak memilik warna.

Memandang pantulan wajah pucatnya sendiri di cermin, Meysha terpaksa mengakui sedang membohongi diri sendiri. Bukan

secara fisik saja Dia merasa tak pernah cocok.

Bahkan hubungannya dengan orang-orang sebayanya tidak bagus.Barangkali sebenarnya hubungannya dengan orang-orang tak

pernah bagus, titik. Bahkan ibunya orang terdekat dengannya dibandingkan siapa pun di dunia ini, tak pernah selaras

dengannya, tak pernah benar-benar sepaham. Kadang-kadang Meysha membayangkan apakah Dia melihat hal yang sama seperti yang dilihat orang lain di dunia ini. Mungkin

ada masalah dengan otaknya. Meysha tidak pandai berkomunikasi. Walaupun dalam sebuah forum atau organisasi Dia pandai bicara dan berdebat. Namun untuk sosialisasi atau komunikasi Dia nol. Dia lebih menyukai kesendiriannya yang berkutat dengan buku maupun hobinya. Jadi sahabat pun rasanya tidak ada yang benar-benar dekat. Bisa dihitung sahabatnya dengan jari jemari tangan saja. Tapi penyebabnya tidak penting. Yang penting adalah akibatnya. Dan esok baru permulaannya.

Tidur Meysha gelisah malam itu, bahkan setelah Meysha selesai membaca Kitab sucinya. Salju terus menderu dan angin yang menyapu atap tak lenyap juga dari kesadaran Meysha. Meysha menarik selimut tua itu menutupi kepala, kemudian menambahkan

bantal-bantal.Tapi lepas tengah malam barulah Meysha tertidur, ketika Salju mulai reda.

Paginya hanya kabut tebal yang bisa Meysha lihat dari jendelakamarnya, dan bisa Meysha rasakan klaustrofobia merayapi tubuhnya.

Sarapan bersama Ayahnya berlangsung hening. Ayahnya mendoakan supaya Meysha berhasil di kuliah. Meysha berterima kasih padanya, meski tahu doanya sia-sia. Keberuntungan

selalu menjauhi Meysha. Ayahnya berangkat duluan, menuju kantor perusahaan tempatnya bekerja yang menjadi istri dan keluarganya. Setelah Ayahnya pergi, Meysha duduk di meja kayu persegi tua itu, di salah satu dari tiga kursi yang tak serasi, mengamati dapur kecilnya, dengan dinding panelnya yang gelap, rak-rak

kuning terang serta lantai linoleumnya yang putih. Tak ada yang berubah. Dua puluh dua tahun yang lalu ibunya mengecat rak-rak itu dengan harapan bisa membawa sedikit

kecerahan di rumah. Di atas perapian bersebelahan dengan ruang keluarga yang mungil, tampak berderet foto-foto.

Yang pertama foto pernikahan Ayahnya dan ibunya, kemudian foto Mereka di rumah sakit setelah Meysha lahir yang diambil oleh seorang perawat, diikuti rangkaian foto

semasa sekolah hingga tahun lalu. Meysha malu melihatnya. Meysha merasa harus mencari cara supaya Ayahnya mau

memindahkannya ke tempat lain. Setidaknya selama Meysha tinggal di Korea.

Rasanya mustahil berada di rumah dan tidak

menyadari bahwa Ayahnya belum bisa melupakan ibunya. Itu membuat Meysha tidak nyaman.Meysha tak mau terburu-buru ke kampus, tapi Meysha tak bisa tinggal di rumah lebih lama lagi. Meysha mengenakan jaket mantelnya. Yang rasanya seperti pakaian antiradiasi dan menerobos salju yang masih turun.

Meysha tak bisa berhenti dan mengagumi mobil antiknya. Seperti yang Dia inginkan. Meysha sedang terburu-buru keluar dari salju yang jatuh bertebaran di kepalanya dan

hinggap di balik tudung jaket dan mantelnya.

Di dalam mobil nyaman dan kering. Ayahnya pasti telah membersihkannya, tapi dari jok berlapis kulit cokelat itu samar-samar Meysha masih mencium bau peppermint. Mesinnya langsung menyala. Meysha lega dibuatnya, tapi derunya keras sekali. Mobil antik dan setua itu pasti memiliki kekurangan.Namun radio antiknya masih berfungsi, nilai tambah yang tak terduga bagi Meysha. Untuk menemukan letak kampus tidaklah sulit bagi Meysha, meskipun Meysha belum pernah ke sana. Namun Seoul National University merupakan kampus no.1 di Korea. Jadi sangat mudah bagi Meysa untuk menemukannya. Seperti kebanyakan bangunan lainnya, letaknya tak jauh dari jalan raya. Gapura bertuliskan besar namanya, yang menyatakan bangunan itu sebagai kampus Seoul National University. Hal itu membuat Meysha berhenti. Bangunannya seperti universitas-universitas pada umumnya. Gedung tinggi bertingkat dan luas. Sehingga Meysha tak bisa mengira-ngira berapa luasnya. Apalagi Seoul National University termasuk salah satu tiga kanal institusi yang terkenal dan ketat penerimaannya di Korea Selatan.

Bahkan ketatnya persaingan untuk masuk ke institusi ini.Hingga ada ungkapan di Korea Selatan yang menyebut, “Jika kamu tidur tiga jam sehari, Kamu berpeluang masuk ke universitas SKY. Jika kamu tidur empat jam sehari, Kamu bisa masuk universitas lain dan jika kamu tidur lima jam atau lebih sehari, khususnya di tahun terakhir SMA, lupakan ide untuk masuk universitas manapun.”

Bahkan Forbes dalam salah satu artikelnya menobatkan Seoul National University sebagai “Asian Ivy League”, Alias salah satu universitas paling prestisius di Asia.

Seoul National University (SNU), berlokasi di Gwanak-gu, Seoul, Korea Selatan. Terdapat 16 fakultas dengan lebih dari 80 pilihan program sarjana, yaitu fakultas humaniora, ilmu alam, ilmu sosial, administrasi bisnis, teknik, ekologi, musik, farmasi, agrikultur, pendidikan, seni murni, hukum, kedokteran, keperawatan, dan kedokteran hewan. Jurusan-jurusan terbaik di SNU meliputi kimia, teknik kimia, farmasi, dan sastra modern. Selain itu, kewirausahaan di SNU juga sangat populer, baik bagi calon mahasiswa Korea Selatan maupun mahasiswa internasional. Semua jurusan di atas menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Uniknya lagi, SNU memiliki program interdisiplin, yaitu kamu bisa mengambil perpaduan beberapa mata kuliah dari jurusan yang berbeda.

Dimana kantor tata usahanya? Meysha membayangkan sambil bernostalgia dengan kampusnya di Jakarta. Meysha menuju parkir di depan bangunan pertama.

Tak ada yang parkir yang kosong di sana, sehingga Meysha yakin ada tempat

parkir khusus lainnya. Meysha memutuskan parkir sementara dan akan bertanya di

dalam, daripada berputar-putar di bawah guyuran salju seperti orang tolol. Dengan enggan Meysha melangkah keluar

dari mobilnya yang nyaman dan hangat, menyusuri jalan yang begitu luas dikampus tersebut.

To be Continued

Terpopuler

Comments

Oktavia

Oktavia

kata2 nyamembinggungan. ga gerti aku

2022-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!