3. MALAM PERTAMA

Aku tidak tahu, sepenting apa aku baginya sekarang? Atau memang tidak lebih penting dari masa lalunya sebelum bertemu denganku? Malam ini, dia meninggalkan aku demi wanita lain yang entah ada hubungan apa dengan dirinya. Aku istrinya, tapi dia membiarkan aku sendiri dan kesepian, sementara dia memilih pergi dan meluangkan waktu untuk wanita itu.

***

Sebelum Genio menutup pembicaraan dengan wanita bernama Monita tersebut, Egidia yang sudah tidak bisa menahan perasaan langsung berjalan cepat menuju dapur. Dia tidak mau sampai ketahuan oleh suaminya jika dia masih berada di balik pintu. Dia ingin membiarkan Genio bicara sendiri dan bercerita kepadanya. Itu pun jika lelaki itu berniat untuk memberi tahu dirinya.

Beradaptasi dengan suasana di rumah baru, wanita itu mengambil cerek untuk memasak air. Sambil menunggu sampai mendidih, dia memeriksa isi kitchen set yang dipasang menempel pada dinding. Di salah satu laci terdapat susunan toples gula, teh, kopi dan cokelat bubuk yang masih terisi penuh semuanya. Dia mengambil toples gula dan teh untuk disiapkan di atas meja.

Dia beralih ke laci bagian bawah, di mana terdapat panci besar yang digunakan sebagai wadah beras. Terlihat juga beberapa peralatan masak sederhana yang disimpan rapi di sana. Sepertinya Genio jarang menggunakan karena tinggal sendirian. Sebelumnya, lelaki itu juga sempat bercerita jika dia lebih sering membeli makanan di luar atau memesannya melalui aplikasi.

Kemudian Egidia membuka kulkas untuk melihat apakah ada bahan makanan yang bisa diolah malam ini. Sayang, hanya terdapat beberapa butir telur, susu kemasan dan botol-botol yang berisi persediaan air dingin. Benar-benar memperlihatkan jika rumah itu hanya dihuni seorang diri oleh Genio.

Cerek sudah berbunyi nyaring menandakan air sudah matang sempurna. Dia mematikan kompor lalu mengambil dua buah cangkir yang disimpan di rak sederhana di samping kulkas.

Saat baru menuangkan gula dan teh celup ke dalam cangkir, Genio menyusul dan duduk di kursi makan yang berada di samping pintu dapur. Penampilannya sudah kembali rapi dengan mengenakan celana panjang dan kemeja lengan pendek. Tangan kanannya menggenggam gawai yang masih menyala layarnya dan menampilkan nota pesanan berikut peta lokasi dalam sebuah aplikasi pesan-antar.

“Egi, kita memesan makan malam lewat aplikasi saja. Besok pagi, aku akan mengantarmu berbelanja kebutuhan rumah tangga untuk persediaan kita.”

“Iya, Mas. Ini aku hanya membuat teh manis saja.”

Genio mengangguk sambil memperhatikan istrinya yang masih sibuk menyeduh teh dan mengaduk gulanya supaya larut sempurna. Raut mukanya datar tanpa ekspresi sama sekali. Hanya sekali terlihat senyuman tipis di bibirnya, tapi sesaat kemudian sudah pudar dan berganti dengan wajah gelisah.

“Ada apa, Mas? Apakah ada masalah?”

Egidia yang melihat kegelisahan itu bertanya sambil terus menyelesaikan minuman buatannya. Sebelum suaminya menjawab, dia sudah membawa dua cangkir teh manis yang uapnya masih mengudara itu ke meja makan. Satu diletakkan di depan sang suami dan yang satu lagi di sebelahnya. Baru kemudian di duduk di samping Genio.

“Tidak apa-apa. Hanya ada pekerjaan yang tiba-tiba harus aku selesaikan malam ini.”

Wanita itu berusaha untuk tetap bersikap tenang dan pura-pura tidak tahu tentang panggilan telepon yang dilakukan suaminya.

“Mas Gen mau pergi?” tanya Egidia. Dia menyiapkan hati atas jawaban Genio, padahal sesaat sebelumnya lelaki itu mengatakan akan memesan makan malam untuk mereka.

“Iya. Apakah kamu keberatan jika aku tinggal sebentar? Mungkin sekitar satu jam. Aku akan menyelesaikan secepatnya supaya bisa lekas pulang.”

Wanita itu hanya mengangguk sambil memutar-mutar cangkir di atas alasnya. Dia belum meminumnya, menunggu supaya sedikit lebih dingin dulu.

“Baiklah. Aku sudah memesan makanan untukmu. Tunggulah di ruang tamu, kurirnya pasti akan segera datang karena warung makannya tidak terlalu jauh dari sini.”

“Mas Gen tidak makan dulu?” Ada gurat kecewa di wajah Egidia yang tertangkap oleh pandangan suaminya.

Lelaki itu menggeleng lalu menyesap minumannya sedikit demi sedikit hingga berkurang setengahnya. Kemudian dia berdiri diikuti sang istri setelah meletakkan cangkir tehnya.

“Aku akan makan di sana saja supaya bisa mempersingkat waktu.”

Tanpa berpamitan lagi, Genio berjalan ke arah depan dan membuka pintu. Egidia menyusul setelah cepat-cepat berbelok ke kamar dulu untuk mengambil penutup kepala langsung pakai dan mengenakannya sambil terus melangkah. Dia segera memanggil karena suaminya sudah membuka pintu garasi dan hendak masuk ke mobil.

“Mas!”

Setengah berlari wanita itu menghampiri hanya untuk mencium punggung tangan suaminya dengan takzim. Genio tertegun dan terdiam sejenak dalam bimbang. Namun akhirnya dia membalasnya juga, mencium kening Egidia seperti yang dilakukan selepas akad nikah.

“Hati-hati di jalan, Mas. Aku menunggumu pulang.”

Mencoba bersikap biasa saja walau di dalam hati mulai terasa sakit, dirinya tetap melepas kepergian sang suami dengan senyuman manis. Ada rasa bersalah di hati Genio, tapi dia harus segera bertemu dengan Monita dan menjelaskan semuanya. Untuk Egidia, dia akan menceritakan esok hari dan mengatakan yang sejujurnya.

Lelaki itu masuk dan duduk di belakang kemudi. Dia mengeluarkan mobil hingga melewati pagar dan berhenti di bahu jalan. Turun kembali untuk menutup pintu garasi juga pagar depan. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Genio kembali ke dalam mobil dan melajukan dengan kecepatan tinggi.

Setitik air mata menetes di pipi Egidia, tapi buru-buru dia menghapus dan menyudahi kesedihannya. Menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan berulang kali, hingga hatinya merasa lebih lega.

Bersamaan dengan itu, kurir pengantar datang dengan suara klakson yang sengaja dibunyikan sebagai penanda kehadirannya. Wanita itu berjalan menuju pagar dan menerima kantong makanan yang diserahkan tanpa perlu membuka pagar lagi.

Setelah mengucapkan terima kasih dan menunggu sang kurir pergi, dia kembali ke dalam rumah dan mengunci pintu depan. Walaupun Genio mengatakan bahwa lingkungan perumahan tersebut aman dan diawasi oleh petugas keamanan kompleks, dirinya harus tetap waspada, apalagi di saat sendirian seperti sekarang.

Malam pertama di rumah sang suami, Egidia sudah ditinggalkan seorang diri begitu saja. Entah apakah alasan kepergian Genio benar atau hanya sebuah kebohongan supaya bisa menemui wanita yang sebelumnya sudah mengirimkan pesan kepadanya, dia pasrah pada akhirnya.

Egidia berusaha untuk menikmati makan malamnya dalam kesendirian. Hanya berteman cangkir minuman yang sebelumnya sudah dihabiskan setengah isinya oleh sang suami. Sesekali dia tersenyum getir sembari menyeka air mata yang kembali mengalir di sela dia menelan makanan pilihan Genio pelan-pelan.

Apakah wanita itu jauh lebih penting daripada aku yang sudah menjadi istrimu, Mas? Aku bahkan baru beberapa jam tiba di sini, tapi kamu sudah mengabaikan aku dan mengutamakan dia. Mengapa kamu melarangnya datang kemari? Apakah sebelumnya kalian memang sering menghabiskan waktu berdua di rumah ini?

Terpopuler

Comments

Nara

Nara

Yah nyesekknya ya Egidia🥺🥺
Hati istri mana yang gx sakit kalau tau suaminya keluar menemui wanita lain di malam pertama ini meskipun hubungan diantara mereka belum jelas di ketahui Egidia, tapi tetap aja sakittttt💔

2022-12-19

1

tya_khan21

tya_khan21

keterlaluan emang genio ini..egi dibikin gak ada harganya..ini malam pengantin lho y..
sabar dlu y egi..🤧🤧🤧 aku yg gak sabar jadinya nih..

2022-12-18

1

tya_khan21

tya_khan21

gak usah pulang aja sekalian..suami gak tau diri..bknnya mentingin istri malah pacar yang dikejar duluan..😤😤

2022-12-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!