4. Dia Calon Istriku

Defan menurunkan Anin di depan gang kos Anin. Dengan segera Anin turun dari mobil tersebut. "Nggak mau ajak aku turun?" tanya Defan masih begitu tertarik menggoda Anin.

"Nggak! Sana pergi! Huss huss.." Anin mengibaskan tangannya setelah keluar dari mobil.

"Baiklah. Tapi jangan lupa minum vitamin! Aku nggak mau anakku nggak sehat." katanya yang membuat Anin mengambil sepatu dan hendak melemparkannya ke arah Defan.

Defan pun terbahak dan dengan cepat menutup kaca jendela mobilnya. Dia meminta sopirnya untuk segera melajukan mobilnya. Sementara senyuman masih tersungging diwajahnya.

Defan menggigit jarinya sembari tersenyum-senyum seorang diri. Tak tahu kenapa hatinya merasa begitu sangat bahagia.

"Kamu kayaknya lagi happy banget.." tanya Rafa yang terus memperhatikan Defan sedari tadi.

"Apa jangan-jangan kamu suka sama tuh cewek, makanya kamu ngebet ingin menikahi dia?" Rafa kembali penasaran.

"Suka apaan, nggak. Aku cuma merasa harus bertanggung jawab aja karena insiden semalam." kata Defan mulai berwajah dingin kembali.

"Hari ini jadwal meeting jam berapa?" tanya Defan sambil membenahi dasinya.

"Jam 5 sore di hotel Diamond." jawab Rafa.

"Bukan meeting, tapi kamu diundang ke acara ulang tahun anaknya pak Rahman." imbuh Rafa.

Defan tidak menjawab hanya menghela nafas saja. Sebenarnya dia malas menghadiri pesta seperti itu. Tapi, demi bisnis dan kolega. Dia harus ikut ke acara-acara seperti itu.

Defan kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun, konsentrasinya semakin terganggu saat teringat Anin. Dimana-dimana dia menatap, disitu wajah Anin muncul.

"Akh.." Defan memegangi kepalanya. Dia menghentikan aktifitasnya sejenak. Tapi, kemudian dia memaksakan diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

Hari-hari Defan lalui di kantor. Sebelum memiliki rumah sendiri. Defan sering menginap di kantor. Karena dia tidak betah di rumah hanya akan dimarahi oleh ibu tirinya terus.

Namun, sesekali dia akan pulang untuk menjenguk kakak dan adik tirinya. Kini, dia telah memiliki rumah sendiri dan mulai jarang pulang ke rumah. Dia hanya akan pulang saat acara tertentu atau saat kakaknya memintanya pulang.

Tok.. Tok.. Tok..

"Masuk!"

Rafa masuk menghampiri Defan yang telah bersiap. "Aku pulang ke rumah bentar. Kamu mau ikut?" tanya Defan.

"Iya dong. Aku nggak akan biarin kamu diomeli nenek sihir itu sendirian." kata Rafa membuat Defan tersebut kecil.

"Reno telepon katanya ingin ketemu." ucap Defan.

Rafa bersama dengan Defan dan sopir pribadi Defan bergegas ke tempat tinggal ibu tirinya. Begitu memasuki rumah, Defan disambut dengan omelan oleh ibu tirinya.

"Kenapa kesini? Bukannya kamu sudah kaya? Sudah punya perusahaan dan rumah sendiri? Masih ingat kesini?" cerocos Santika.

"Ma, aku yang minta Defan kesini. Aku kangen sama dia." Reno segera membela adiknya.

"Ren, gimana kabar kamu?" Defan segera mendekat ke kakak tirinya yang duduk di kursi roda.

"Baik.. Kamu baik kan? Kenapa nggak pernah pulang? Kenapa harus beli rumah sendiri? Kamu nggak mau tinggal sama aku?" pertanyaan Reno itu membuat Defan terkejut.

"Bukan gitu, Ren. Aku sebentar lagi mau nikah, jadi aku harus tinggal dengan istri aku. Kalau kamu mau tinggal sama aku, juga nggak masalah." Defan berjongkok di depan kakaknya.

Reno menatap Defan dengan tersenyum senang. Dia tahu bahwa adiknya sangat menyayanginya. Reno menyentuh wajah sendu Defan. Wajah yang telah kehilangan cerianya setelah insiden kecelakaan yang mengakibatkan dia lumpuh.

"Jangan selalu merasa bersalah kepada aku! Kamu juga harus jalani hidup kamu." kata Reno dengan bijaksana.

"Ngomong-ngomong siapa wanita itu? Apakah Ana sudah ketemu?" lanjutnya.

Defan menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan Ana. Ada seorang cewek, kapan-kapan aku kenalin ke kamu." kata Defan.

"Kamu sudah lupain Ana? Secepat itu?" Defan menganggukan kepalanya pelan.

"Bukankah kata kamu, hidup harus terus berjalan?" Reno tersenyum kaku. Dia tidak tahu apakah dia harus bahagia atau sedih untuk adiknya. Tapi dia senang karena adiknya tidak terpuruk setelah calon istrinya tak ditemukan.

Setelah cukup lama mengobrol. Defan dan Rafa berpamitan karena mereka masih harus menghadiri acara koleganya. "Aku pamit, kamu jaga kesehatan kamu ya! Kapanpun kamu ingin tinggal sama aku, tinggal kamu telepon aku!" kata Defan kepada kakak tirinya.

"Iya. Kamu juga jaga kesehatan kamu!" kata Reno.

"Titip Defan ya, Raf!"

"Siap, Ren.." jawab Rafa dengan cepat.

"Aku pamit pulang, ma." Defan pamit kepada Santika. Tapi, Santika sama sekali tidak menjawab dan mempedulikan pamitan Defan.

"Hati-hati Def, Raf!" seru Reno melambaikan tangannya.

Di dalam mobil. Rafa meluapkan kekesalannya terhadap ibu tiri Defan. "Kampret bener mama tiri kamu, segitunya banget sama kamu." kata Rafa.

Sedangkan Defan hanya tersenyum tipis. Dia sama sekali tidak peduli dengan sikap acuh tak acuh Santika. Yang terpenting dia melihat kakaknya sehat.

Malam hari di acara ulang tahun anak dari kolega Defan.

Tentu saja acara itu sangat mewah. Karena itu adalah acara ulang tahun putri tunggal dari seorang pengusaha kaya raya dan cukup terkenal. Tapi, tidak banyak yang datang dan tanpa wartawan. Karena bagi para konglomerat, acara seperti itu tertutup.

Yang hadir tentu saja para pengusaha dan konglomerat terkenal. Beberapa diantara mereka mengenalkan anak perempuannya kepada Defan. Mereka mengagumi keberhasilan Defan sebagai pengusaha muda dan sukses.

"Pak Defan, gimana kabarnya?" tanya mereka dengan basa basi.

"Baik, pak.."

"Kamu kenal dia nggak, nak? Dia adalah Defan Aleandro, pendiri DA venture. Pengusaha muda yang hebat dan sukses." kata salah satu dari beberapa pengusaha itu kepada anak perempuannya.

"Tahu pa. Aku pengagum pak Defan." kata gadis bernama Renata.

"Oh ya? Kebetulan. Pak Defan, kenalin anak saya, namanya Renata. Pak Defan dengar sendiri bahwa dia pengagum bapak." kata orang tua Renata lagi.

"Hallo pak Defan, aku Renata." Renata mengulurkan tangannya.

"Defan." jawab Defan dengan agak malas. Dia sama sekali tidak suka dengan cewek centil seperti itu.

"Dia single loh, pak."

"Oh ya? Tapi maaf saya sudah punya calon istri." jawab Defan dingin.

"Pak Defan ternyata setia ya. Bukannya calon pak Defan yang hilang saat kecelakaan itu ya?" perkataan Renata itu sontak membuat Defan melotot.

Tanpa berkata lagi, Defan segera meninggalkan tempat itu. Diikuti oleh Rafa yang tak meninggalkan Defan kemana pun selalu ikut.

Prangg..

Ada sesuatu yang jatuh yang membuat semua mata menoleh. "Punya matanya nggak sih?" omel salah seorang yang hadir dalam acara tersebut sedang memarahi salah satu pelayan.

"Maaf, tapi kamu yang jegal kaki aku." kata sang pelayan membela diri.

"Kamu berani sama aku? Kamu hanya pelayan." seru gadis itu sembari mendorong sang pelayan.

Defan dan Rafa mendekat karena penasaran. Tapi mata mereka terbelalak saat melihat Anin berpakaian pelayan dan sedang membersihkan pecahan kaca karena gelas yang pecah.

"Kalian berdua tuh hanya pelayan, jadi berani salahin aku. Terserah kakiku mau ditaruh dimana." kata gadis itu dengan sombong.

"Kamu jangan keterlaluan Tessa! Kamu udah jebak Anin sekarang kamu berlaku seenaknya." Sandra tak tahan, dia berdiri dan menantang Tessa yang telah bertindak keterlaluan.

"Apa? Mau dipecat?" tantang balik Tessa.

Sebenarnya Tessa masih kesal karena malam itu Anin berhasil kabur dan dia kena omel oleh temannya. "Silahkan!" Sandra tak takut sama sekali.

"Udah Sandra! Jangan diperpanjang, nanti kamu bisa dipecat." lirih Anin menahan Sandra yang sudah sangat marah.

Anin dan Sandra kembali memungut pecahan kaca tersebut. Tentu saja itu membuat Tessa semakin besar kepala. "Kalian emang cocok seperti itu!" katanya dengan sinis.

Akan tetapi, secara tidak terduga. Ada seseorang yang jongkok, membantu Anin dan Sandra memunguti pecahan beling. Semua mata terbelalak melihat apa yang dilakukan oleh Defan.

"Kamu?" gumam Anin juga terkejut.

Defan tersenyum kecil kemudian menggengam tangan Anin dan mengajaknya berdiri. "Dia calon istri aku. Siapa yang berani menyentuhnya, berhadapan dengan aku!" kata Defan di depan banyak orang. Dia juga menatap tajam ke arah Tessa.

Semua berbisik-bisik dan menertawakan Defan yang berpacaran dengan seorang pelayan. "Beneran dia calon istri pak Defan?"

"Ya. Kenapa? Ada yang salah?" tanya Defan dengan ketus. Tanpa menunggu lama, Defan segera menarik tangan Anin.

"Selamat ulang tahun untuk anak bapak. Maaf, saya tidak bisa lama karena disini calon istri saya tidak dihargai!" kata Defan kepada Rahman. Lalu kemudian dia menarik tangan Anin meninggalkan tempat tersebut.

Sementara Rafa juga menarik tangan Sandra mengikuti Defan dan Anin.

Terpopuler

Comments

Patrick Khan

Patrick Khan

.lanjut kak

2022-12-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!