5. Bawa Aku Ke Langit

Anin menarik tangannya. Dia kesal karena Defan ikut campur urusannya. Apalagi mengaku bahwa dia calon istrinya. "Lepasin!" seru Anin dengan kasar.

"Kenapa kamu ngomong kalau aku calon istri kamu di depan banyak orang? Aku sudah bilang berkali-kali, aku tidak mau menikah dengan kamu!" lanjut Anin dengan marah.

"Kita sudah dewasa, aktifitas tubuh seperti itu sudah biasa." imbuhnya.

Tentu saja perkataan Anin tersebut membuat Defan menjadi kesal. Dia menatap Anin dengan tajam tanpa berkata sepatah kata pun. Lalu kemudian pergi meninggalkan Anin begitu saja.

"Woi, tunggu aku, Def!" Rafa juga melepaskan tangan Sandra, kemudian dia berlari menyusul Defan ke dalam mobil.

Sandra yang penasaran segera mendekati Anin yang masih terpaku. "Dia siapa?" tanyanya sembari menyenggol lengan Anin.

"Dia pengganti Arya?" tanyanya lagi.

Anin segera menoleh dan menatap Sandra. Kemudian pergi begitu saja. "Tunggu woi.. Anin.. Anindya Larasati.." seru Sandra. Tapi Anin tidak memperlambat langkahnya.

Anin dan Sandra segera berganti pakaian. Setelah sebelumnya menerima omelan dari bos mereka. Dan mereka harus rela tidak mendapat upah.

"Sial*n.. Seharian ini aku nggak kerja gara-gara tuh cowok brengs*k.." umpat Anin sembari menendang kaleng yang ada di depannya.

"Emang dia siapa sih? Cowok yang tidur sama kamu semalam?" Sandra masih saja penasaran.

"Hmm.."

"Jadi dia? Ganteng juga." Anin melotot mendengar sahabatnya memuji Defan.

"Tapi,, tapi,, tapi, dia gentle juga loh. Dia udah tidurin kamu, kemudian dia mau nikahin kamu. Jarang-jarang ada cowok seperti itu. Biasanya mah boro-boro nikahin, setelah lakuin itu aja langsung pura-pura nggak kenal." tutur Sandra. Dia memang mengungkapkan realita yang banyak terjadi.

"Kamu pikir laki-laki kayak dia bertanggung jawab gitu? Siapa tahu diluar sana banyak wanita yang udah dia tiduri terus ditinggalin."

"Kayaknya nggak deh. Buktinya dia mau nikahin kamu." Sandra masih percaya bahwa Defan adalah lelaki yang baik.

"Terserah.. Aku mau pulang." Anin mempercepat langkahnya.

"Emang kamu nggak ke bar?" Sandra mulai mengejar langkah Anin yang semakin cepat.

"Kan aku jatah libur." jawab Anin.

"Oh iya. Kalau gitu kita jalan-jalan yuk!" Sandra berjalan sembari merangkul Anin.

"Kemana?"

"Gimana kalau lihat langit malam?"

"Setuju." Anin langsung menyetujui ajakan Sandra untuk melihat langit malam.

Sandra sangat tahu bahwa sahabatnya itu sangat menyukai langit. Setiap kali sedih atau banyak masalah. Anin akan selalu pergi ke tempat yang tinggi sehingga bisa menatap langit dengan leluasa.

Kedua gadis itu segera pergi tempat biasa mereka melihat langit dengan leluasa. "Hah..." Anin merebahkan tubuhnya diatas rerumputan.

"Nin, kenapa kamu suka banget sama langit?" tanya Sandra juga ikut rebahan disebelah Anin.

"Dulu, waktu aku masih kecil. Aku selalu bertanya ke nenek dimana orang tua aku. Lalu nenek bilang kalau mereka ada disana, di atas sana." Anin menunjuk ke langit gelap yang bertaburan bintang.

"Setiap kali aku sedih, aku selalu menatap langit, berharap bisa pergi kesana dan bertemu dengan orang tua aku." kata Anin sembari tersenyum geli.

"Andai saja aku punya sayap. Pasti aku bawa kamu kesana." tutur Sandra juga menunjuk ke langit luas.

"Janji kamu akan bawa aku ke langit?" Anin mengangkat jari kelingkingnya.

"Yes. Pasti." Sandra mengaitkan jarinya juga. Mereka tersenyum penuh kebahagiaan. Lalu kembali mengagumi keindahan langit malam itu yang nampak cerah dan indah.

Di tempat lain.

Plak.. Plak.. Rafa sibuk menepuk nyamuk yang mengigitnya. Udara dingin juga membuatnya tidak betah. Dia menemani Defan yang sedang menyendiri menatap langit gelap bertaburan bintang.

"Def, sampai kapan kita harus disini? Anj*r donor darah ini mah namanya." gerutu Rafa masih sibuk menepuki nyamuk.

"Kalau nggak kuat, masuk ke mobil aja! Atau pulang duluan aja!" kata Defan.

"Lagian kenapa sih kamu suka banget lihat langit kalau lagi galau? Mana nyamuknya banyak banget." lagi-lagi Rafa menggerutu.

"Dulu, ada yang bilang kalau ibuku ada diatas sana. Kalau aku kangen, aku bisa menatap langit dengan puas. Itu sama seperti aku menatap ibuku." jawab Defan.

Rafa pun melongo. Bertahun-tahun kenal dengan Defan. Baru kali ini dia memberitahu alasan kenapa dia suka sekali menatap langit.

"Aku yakin ibu dan papaku ada diantara bintang itu." imbuh Defan sembari menunjuk bintang diatas sana.

"Seandainya Reno nggak selametin aku, mungkin aku juga sudah ada disana, sama ibu dan papaku." lanjut Defan dengan tersenyum kecil.

"Jangan ngomong gitu Def! Kamu harus bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Jangan sia-siakan pengorbanan Reno! Aku yakin dia juga ingin kamu hidup bahagia tanpa harus selalu diselimuti rasa bersalah." kata Rafa panjang lebar. Dia tidak ingin Defan selalu hidup dalam rasa bersalah seumur hidup.

"Ya, kamu betul. Thanks ya karena udah selalu ada untuk aku." kata Defan.

"Its oke. Kita kan sahabat."

Defan masih belum puas menatap langit. Dia membiarkan Rafa menunggu di dalam mobil.

Defan kembali teringat akan perkataan Anin tadi. Dia pun menjadi kesal. Karena menganggap hal tersebut sebagai tindakan yang wajar.

Dari sakunya, Defan kembali mengeluarkan secarik kertas dengan tulisan tangan Anin. Dibaca kembali dan lagi-lagi dia hanya tersenyum sinis.

****

Anin berjalan dengan lesu setelah keluar dari ruang administrasi kampus. Ya, dia masih belum membayar biaya kuliah. Sementara gajinya habis untuk membayar uang kos dan juga kebutuhan sehari-hari.

"Kenapa cemberut gitu?" tanya Sandra yang menunggunya di taman.

"Nggak kok, cuma capek aja." Anin sengaja menyembunyikan masalahnya dari Anin. Dia tidak mau selalu merepotkan sahabatnya itu. Selama ini Sandra sudah banyak membantunya. Anin tidak ingin merepotkannya lagi.

"Udah bayarnya?" Anin menganggukan kepalanya.

Anin tidak bilang kalau dia dipanggil karena belum bayar. Dia bilang kalau dia akan membayar biaya kuliah. Anin tidak mau Sandra menjadi khawatir.

Tiba-tiba Tessa datang dengan marah lalu mendorong Anin. "Heh, kamu beneran pacarnya Defan?" tanyanya dengan marah.

"Jadi kamu buru-buru cuma mau tanya itu?" Anin tersenyum sinis.

"Aku bukan pacar ataupun calon istrinya. Dia yang mau tapi aku nggak." tutur Anin dengan santai.

Tentu saja jawaban Anin tersebut membuat Tessa semakin kesal. Dia menganggap Anin terlalu sombong. "Jangan belagu kamu! Kamu pasti rayu dia kan? Kalau nggak mana mungkin seorang Defan Aleandro mau sama kamu, pelayan!" kata Tessa dengan sinis.

"Atau jangan-jangan kamu hanya pelarian saja. Karena calon istri Defan masih belum ditemukan. Kamu hanya pelarian, kasihan." ejek Tessa.

"Mau pelarian atau bukan. Yang penting aku udah tolak dia. Kalau kamu hanya bisa berharap ya? Kasihan.." gantian Anin yang mengejek Tessa.

"Hahaha kasihan berharap.." Sandra juga mengejek Tessa dan menertawakannya.

Anin mengajak Sandra untuk pergi. Tapi Sandra kembali mengejek Tessa sebelum pergi. "Berharap ya? Kasihan.. Hahaha."

Tessa pun menghentakkan kakinya dengan kesal. "Awas saja.." gumamnya dengan kesal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!