3. Perjanjian Nikah

Selesai kuliah.

"Kamu mau ngajar nari?" tanya Sandra.

"Hmm.. Aku harus menghasilkan banyak uang untuk biaya kuliah dan hidupku." jawab Anin.

Sandra menatap iba ke arah Anin. Sebenarnya, Sandra juga kasihan karena Anin harus bekerja keras demi membiayai sekolah dan kehidupan sehari-hari.

"Kamu juga harus kerja kan?" Sandra sendiri bekerja sebagai pramusaji di salah satu kafe yang tidak jauh dari tempat kos mereka.

"Iya. Semangat ya, nanti malam aku traktir makan!" kata Sandra.

"Oke.." akhirnya mereka berpisah karena harus menuju tempat kerja masing-masing.

Akan tetapi, saat Anin hendak masuk ke dalam bus. Tiba-tiba beberapa orang berpakai rapi dan serba hitam menahan tangannya. "Nona Anindya? Silahkan ikut kami!" kata salah satu dari mereka.

"Ka..kalian siapa?" Anin hendak berteriak tapi mereka segera memasukan Anin ke dalam sebuah mobil mewah.

"Kalian mau apa? Ini namanya penculikan, tolong.. Tol- uhm.." Anin dimasukan secara paksa ke dalam mobil.

Beberapa saat yang lalu.

Rafa datang ke ruangan Defan dengan membawa informasi yang diminta oleh Defan sebelumnya. Dengan mudah, Rafa bisa menemukan informasi mengenai Anin.

Anindya Larasati. Seorang mahasiswi semester 4. Seorang yatim piatu yang pernah tinggal bersama nenek angkatnya di sebuah kota kecil. Sekarang, dia bekerja sebagai pelatih dansa kaum lansia. Juga bekerja disebuah bar untuk mendapat tambahan uang buat biaya kehidupannya.

"Menurut informasi, dia memiliki pacar yang sekarang melanjutkan study keluar negeri. Meskipun dia sudah lama pacaran, tapi dia masih perawan." kata Rafa membacakan informasi yang dia dapat.

Defan terdiam. Untuk masalah itu, dia sudah tahu karena ada bekas darah di sprei tadi pagi. "Bawa dia villa sekarang juga!" perintah Defan lagi.

"Tapi..-"

"Dengan cara paksa kalau dia melawan, tapi jangan sakiti dia!" kata Defan lagi.

"I..iya.." Rafa hanya bisa menurut apa kata Defan. Sebagai anak buah, dia sama sekali tidak berani melawan perintah Rafa.

Sementara Defan segera bergegas ke villa pribadinya.

...

Anin terus memberontak saat beberapa orang tersebut menariknya keluar dari mobil dan membawanya masuk ke dalam sebuah rumah mewah. "Aku nggak mau.." Anin menarik tangannya. Dia takut bahwa ternyata ini perbuatan lelaki yang dia tolak semalam.

Akan tetapi, tentu saja Anin tidak bisa melawan kekuatan pria. Apalagi ada beberapa.

"Duduk!" Anin diminta duduk di depan seseorang yang tidak asing baginya.

Anin terus menatap lelaki di depannya. Seketika dia teringat akan sosok lelaki tersebut. Maka membulatlah mata Anin.

"Sudah ingat siapa aku?" tanya Defan dengan dingin.

"Kenapa kamu? Bukankah aku sudah membayar kamu.." kata Anin dengan takut-takut.

"Tsk.. Kamu pikir aku seharga dua ratus ribu?" tanya Defan dengan tersenyum sinis.

"I...itu harga yang pas.." kata Anin dengan gugup.

"Kamu mau apa? Anggap aja impas karena semalam adalah malam pertama aku." imbuh Anin sembari melirik ke kanan dan ke kiri. Dia sebenarnya malu membahas itu di depan orang.

"Apa kamu pikir aku pemain? Aku juga baru pertama kali." jawab Defan dengan cepat.

"La..lu kamu mau apa? Bukankah itu juga impas?" tanya Anin masih dengan gugup.

"Tanda tanganin ini!" Defan melempar kertas ke Anin.

"Apa ini?" Anin terkejut tapi kemudian dia membaca lembaran kertas tersebut.

"Ini nggak mungkin. Masa cuma tidur semalam kita harus nikah?" Anin memprotes isi dari kertas tersebut.

"Siapa tahu kamu mengandung anakku. Aku tidak mau anakku terlantar." kata Defan yang membuat Anin semakin kesal.

"Cuma sekali, mana mungkin hamil.." seru Anin. Tapi sesaat kemudian dia menyadari situasinya. Anin pun memperkecil suaranya.

"Aku nggak setuju!" kata Anin menolak isi kertas yang sepertinya sebuah perjanjian nikah.

"Aku tidak suka tawar menawar."

"Terserah. Pokoknya aku tidak mau." Anin segera berdiri kemudian meninggalkan tempat tersebut.

Beberapa pengawal hendak menghentikannya. Namun, Defan melarang mereka. Dia membiarkan Anin keluar dari rumahnya begitu saja.

"Kamu biarin dia pergi begitu saja?" tanya Rafa yang masih belum mengerti apa yang ingin Defan lakukan.

"Biarin dia berpikir dulu. Aku yakin lusa dia akan datang dan memohon untuk aku nikahin." kata Defan dengan tersenyum tipis.

"Kamu serius mau nikahin dia? Bukankah kamu masih berduka karena Ana masih belum ketemu?" Rafa semakin bingung.

"Bukankah kamu bilang hidup harus berjalan?" Defan bertanya balik.

"Iya sih, tapi..-"

Defan segera berdiri kemudian menepuk pundaknya. "Balik ke kantor!" katanya.

Disisi lain.

Anin marah-marah karena Defan bertindak semaunya. "Dasar brengs*k.." gumamnya setelah keluar dari rumah Defan.

Anin terus berjalan keluar dari komplek perumahan mewah tersebut. Dia mengeluh karena harus berjalan cukup jauh. Belum lagi karena dia tidak bisa kerja karena sudah terlambat.

"Dasar laki-laki brengs*k.." Anin terus mengumpat.

Tiba-tiba sebuah mobil mewah berjalan pelan disampingnya. "Naik! Biar aku anter!" kata Defan dari dalam mobil tersebut.

"Nggak perlu, aku bisa naik bus." kata Anin dengan sewot.

"Tidak bus di kawasan ini. Naik taksi pasti juga mahal." kata Defan lagi.

"Aku nggak pedu- ah.. Lepasin!" Anin berteriak karena dia gendong paksa oleh Rafa. Kemudian di masukan ke dalam mobil.

"Udah nurut aja!" kata Defan saat Anin berusaha keluar dari mobil.

Anin hanya bisa pasrah saat pintu mobil terkunci. Dengan kesal dia harus tetap tenang duduk di dalam mobil tersebut. "Mau kamu apa sih?" tanya Anin dengan kesal.

"Kamu harusnya udah baca tadi kan?" jawab Defan dengan santai.

"Aku nggak akan nikahin kamu. Aku punya pacar dan aku hanya akan nikahin dia." ucap Anin.

"Pacar yang ninggalin kamu demi study-nya?" Defan tersenyum kecil.

"Kamu..." Anin menatap Defan dengan tajam. Jadi Defan sudah mencari informasi tentangnya.

Anin pun lebih memilih untuk diam. Dia tidak mau bicara ataupun berdebat dengan Defan. Toh mereka juga tidak kenal.

"Namaku Defan Aleandro, umur 28 tahun, single dan pekerja keras."

"Nggak nanya." sahut Anin.

"Aku harus memperkenalkan diri kepada calon istri aku." kata Defan yang membuat Anin heboh.

"Aku nggak mau jadi calon istri kamu.." seru Anin dengan kesal.

"Tapi kamu udah mengandung anakku."

"Nggak ada. Anak apaan.. Jangan ngaco!" Anin semakin kesal.

"Coba kamu periksa ke dokter, aku yakin di perut kamu ada anak aku." Defan semakin ketagihan menggoda Anin.

"Nggak..." seru Anin.

Defan pun tersenyum bahagia melihat ekspresi Anin yang kelihatan begitu sangat takut. Tapi terlihat lucu dan menggemaskan.

Sementara Rafa hanya tersenyum geli di depan bersama sopir. Rafa melihat Defan dari kaca depan. Rasanya sudah sangat lama Defan tidak tersenyum lepas seperti itu. Semenjak kecelakaan yang menimpa kakak tirinya. Senyuman indah itu seakan hilang ditelan bumi.

Terpopuler

Comments

Patrick Khan

Patrick Khan

,lanjut kak

2022-12-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!