"Pak Daffi ikut?" Tanya Ayana sebelum ia memasuki mobil.
"Iya tuh, gak tau tumben banget pengen ikut. Di rumah bosen katanya," jawab Maya.
Ah, yang bener aja seorang Kadisokul bosen di rumah. Tapi ini kesempatan gue buat bales dendam, toh ada tante Maya, kalo dia sampe macem-macem bakalan abis pastinya. Bathin Ayana tersenyum licik.
Ayana yang duduk bersebelahan dengan Maya mencoba memperlihatkan ekspresi wajah yang lelah. Ayana berniat balas dendam dengan Daffi melalui Mamanya. Karena Daffi tidak akan mungkin mengatakan pada Mamanya kalau Ayana semalam kerja lembur.
"Ay, kamu kenapa, kok mukanya kusut gitu?"
Yes, gue berhasil. Drama dimulai..
"Iya nih tante, mungkin Aya kecapean lembur semalem," jawab Ayana dengan raut wajah memelas.
"Lembur?"
"Iya tante, Aya diminta Pak Daffi kerja lembur," Adunya.
"Daffi. Kamu apa-apaan sih, kenapa nyuruh Aya lembur?"
Daffi pun menjawab,"Itu karna kesalahannya."
"Tapikan harusnya pak Daffi gak nyuruh Aya lembur, bisa dihukum yang lain. Iyakan tante?"Ayana mencoba menarik perhatian Maya untuk membelanya
Hahahha mampus lo Daff, bathin Ayana tertawa.
"Bener apa kata Aya, meskipun salah gak harus kerja lembur. Pokoknya awas aja kalo kamu berani nyuruh Aya kerja lembur lagi, Mama gak akan maafin kamu!" Ancam Maya pada Daffi.
Sementara yang tengah diomeli hanya diam dengan kefokusannya. Daffi sudah bisa menebak, Ayana sudah pasti akan mengadu pada Mamanya tentang kerja lembur. Sungguh sangat kekanak-kanakan, itulah yang ada dipikiran Daffi saat ini.
Daffi begitu hafal bagaimana Ayana. Bagaimana tidak? Mamanya itu begitu dekat dengan tetangganya. Mereka sering mengobrol, sempat Daffi mendengar Ayana yang tengah bercerita pada Mamanya.
Ayana begitu terbuka dengan orangtua Daffi. Setiap apa yang terjadi pada dirinya, ia selalu menceritakannya pada Maya. Termasuk siapa saja lelaki yang mencoba mendekatinya.
Mobil Daffi berhenti tepat di pelataran Plaza Mall, tempat yang mereka tuju untuk menonton film.
Setelah berhasil memarkirkan mobilnya, mereka segera memasuki Mall, dan menuju ketempat tujuan.
Namun tiba-tiba saja..
"Ya ampun, Mama lupa kalo ada arisan hari ini. Gimana kalo kalian nonton saja, Mama pergi ke arisan. Kebetulan di kafe deket sini."
Daffi tidak bisa menolak, mereka terlanjur membeli tiket dan pada akhirnya Daffi mengiyakan perkataan Mamanya.
"Kita pulang aja," ucap Ayana tiba-tiba setelah Maya pergi meninggalkan mereka disana.
"Tidak perlu, kita ikutin apa kata Mama. Ayo nonton!" Daffi berjalan lebih dulu memasuki ruangan bioskop.
Sebenarnya Daffi tahu bahwa ini hanya akal-akalan Mamanya untuk mendekatkannya dengan Ayana. Hanya nonton, tidak harus sepasang kekasih, bagi Daffi itu tidak jadi masalah.
Sementara Ayana, dengan wajah cemberut ia menyusul Daffi dengan membawa popcorn dan minuman yang ia pesan sebelumnya.
Musik gamelan dan suara sinden menjadi ciri khas film horor yang akan mereka tonton.
Entah ide siapa memilih film ini. Sementara Ayana dan Daffi tidak menyukai film horor, namun lebih tepatnya mereka tidak punya keberanian untuk menonton film hantu.
Dua jam berlalu, film yang mereka tonton pada akhirnya telah selesai. Setelah berkeringat dingin di dalam ruangan bioskop, Ayana dan Daffi meninggalkan tempat itu dan segera menyusul Maya.
"Gue gak nyangka, ternyata seorang Daffi Alaska takut film horor. Badan aja gede, tapi nyali ciut," ejek Ayana pada Daffi yang tengah menyetir.
"Hmm.."
"Eh, tapi emang serem sih, apa lagi film tadi. Tapi seharusnya kalo cowok ngajak ceweknya nonton film horor, ya harus siap jadi bantal," celoteh Ayana lagi.
"Kita bukan kekasih!"
"Ya gue tau kita bukan sepasang kekasih apa lagi suami istri, itu gak mungkin dan gak akan pernah terjadi. Iya kan?"
"Hemm," Lagi-lagi Daffi hanya berdehem sebagai jawaban atas pertanyaan Ayana.
"Harusnya lo itu gak perlu kuliah ke luar negeri kalo cuma buat belajar kata-kata, oh, iya, tidak, hem, oke, apa, disini juga bisa," Ayana berapi-api mendengar kalimat Daffi yang begitu singkat dan sangat irit itu.
"Turun!"
"Lo nyuruh gue turun disini? Lo gila ya, udah nyuruh gue lembur kerja, sekarang seenaknya nurunin gue di tengah jalan. Mau lo apa sih, jangan kebangetan jadi cowok, gak punya hati banget," Ayana turun dari mobil sambil berceloteh dan menutup pintunya dengan kasar.
Namun ia begitu heran, ternyata bukan hanya dirinya yang turun dari mobil, melainkan Daffi juga mengikutinya.
"Mau apa lo? Oh gue tau, lo mau minta maafkan, terus nyuruh gue masuk lagi ke mobil lo itu, iya kan? Tapi sory ya, gue udah enek banget liat muka kanebo lo itu. Mending gue naik taksi dari pada harus ikut lo lagi," Ayana bersungut kesal menatap pria dingin yang berdiri di depannya saat ini.
Tanpa berfikir panjang, Daffi langsung memegang tangan Ayana dan sedikit menarik paksa untuk mengikutinya.
"Daffi lepasin! Lo gila ya, sakit tau, lepasin gak? Daffi lo denger gue gak sih?" Ayana terus memberontak meminta Daffi melepaskan tangannya. Namun Daffi tidak mendengarkan ocehan Ayana, ia terus saja berjalan dengan sedikit menarik tangan Ayana.
"Eh, panjang umur, yang diomongin ternyata dateng," suara Maya membuat Daffi segera melepaskan tangan Ayana.
"Wah cakep ya anaknya jeng," ucap salah satu teman arisan Maya setelah melihat kedatangan Daffi.
"Kak Daffi..!" Seseorang itu menghampiri Daffi dan memeluknya.
Apa dia pacar Daffi? Bukannya Kadisokul anti wanita, kenapa mau dipeluk sampe nempel banget lagi. Wah si kulkas diam-diam menghanyutkan. Bathin Ayana
"Arin, kamu apa kabar?"
"Arin baik kak, kak Daffi sendiri gimana? Arin kangen banget tau," ucap Arin sedikit manja.
Cih, lebay...
Ayana memutar bola matanya malas, merasa jengah melihat pemandangan di sampingnya itu. Sementara Maya yang memperhatikan Ayana tampak tersenyum tipis.
"Baik juga," jawab Daffi singkat dengan iringan senyum tipisnya yang hampir tidak terlihat.
Penampakan yang jarang terjadi, atau bahkan tidak pernah sama sekali, berhasil Ayana saksikan.
Astaga, dia manis juga kalau senyum..
Seolah lupa akan setiap sumpah serapahnya pada Daffi, Ayana memuji Daffi meskipun dalam hati.
Maya tidak lagi bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ada sedikit kemajuan usahanya untuk mendekatkannya Daffi dengan Ayana.
"Daffi tampan ya Ay?" Maya menghampiri Ayana dan berbisik.
"Iya."
"Eh tante, ngagetin aja," Ayana baru tersadar dari tatapannya pada Daffi.
Maya tersenyum menggelengkan kepalanya. Ia menuntun Ayana untuk ikut duduk bergabung bersama mereka.
"Kenalin jeng-jeng semuanya, ini Ayana, calon menantu saya," ucap Maya memperkenalkan Ayana pada teman sosialitanya.
Ayana membelalakkan matanya tidak percaya akan dikenalkan pada teman-teman Maya sebagai calon menantunya.
Apa? Calon mantu? Ini kuping gue yang budeg apa tante Maya yang salah ngomong sih? Masa iya gue dijodohin sama si Kadisokul itu, ah mau jadi apa dunia gue, patung beku? Bathin Ayana merasa tidak suka dengan apa yang baru saja ia dengar
Meskipun Ayana merasa kurang suka dengan pernyataan Maya barusan, tetapi ia tetap mencoba bersikap ramah dan anggun layaknya wanita rumahan yang alim. Jangan sampe kebrutalannya ia tunjukkan di depan teman-teman sosialita tante Maya.
"Tante gak salah pilih menantu? Cewek kayak dia gak cocok buat Kak Daffi Tante," celetuk Arin tiba-tiba.
Apa dia bilang, gak cocok? Sialan, dia belum tau siapa Ayana. Dia pikir dia itu cantik? Badan rata kayak jalan tol gitu aja bangga. Ck, tenang Ayana, gak perlu merasa tersaingi, dia gak selevel sama lo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments