"Masuk kedalam mobil!!"
Tiba-tiba saja suara seseorang itu menghampiri Ayana yang tengah berdiri seorang diri. Melihat dari sikap perempuan itu, bisa dipastikan bahwa ia tengah ketakutan. Bagaimana tidak? Ayana hanya gadis biasa yang mempunyai kecerewetan tingkat tinggi. Mungkin dirinya berani dan tidak takut melawan setiap manusia, namun jika dihadapkan dengan mahluk hantu, ia juga punya rasa takut.
Ayana yang mendengar suara seseorang seketika mengangkat sedikit kepalanya yang sejak tadi menunduk.
"Daffi..." gumamnya dengan lirih.
"Masuklah!" Daffi yang telah bersiap dengan mobilnya meminta Ayana untuk segera masuk kedalam mobil.
Tanpa berlama-lama dan berfikir panjang, Ayana dengan cepat masuk kedalam mobil Daffi. Perasaan lega ia rasakan saat mobil yang ia tumpangi mulai melaju.
"Ini semua gara-gara lo tau gak, gimana kalo ada yang nyulik gue terus ngejual gue? Apa lo mau tanggung jawab? Lagian kalo gila jangan kebangetan napa, cuma karna kesalahan gue yang sepele lo sampe nyuruh gue lembur sendirian. Kalo mahluk halus ngintilin gue gimana? Bisa-bisa gue dibawa kabur kealam ghaib. Terus Mama gue...
Mama? Astaga gue sampe lupa ngasih tau Mama kalo gue lembur. Mama pasti khawatir banget, dan ini semua gara-gara lo tau gak," Ayana mengomeli Daffi dan segera memeriksa ponselnya yang sudah berjam-jam tidak ia sentuh. Ayana berniat menghubungi Mamanya dan memberitahunya bahwa ia dalam perjalanan pulang. Namun sebelum itu..
"Saya sudah memberitahu tante Dinda," akhirnya Daffi bersuara setelah mendengar ocehan Ayana yang panjang seperti kereta api.
"Yakin lo Mama gue udah tau?"
"Emang ada menghubungi?" Daffi balik bertanya.
Mendengar itu, Ayana kembali memeriksa ponselnya dengan teliti. Benar saja, tidak ada panggilan ataupun pesan dari Mamanya. Berarti apa yang Daffi katakan memang benar dan Ayana merasa lega tidak membuat Mamanya merasa khawatir.
"Syukurlah. Tapi tunggu dulu, kenapa lo masih di kantor dan gak pulang?" Ayana sangat penasaran kenapa Daffi tidak pulang dan masih ada di kantor bersamanya.
Namun Daffi tidak menjawab, ia masih fokus dengan kemudinya. Menurut Daffi itu pertanyaan yang tidak perlu dijawab bahkan sangat tidak penting untuk dijawab.
"Gue nanya Daffi," Ayana mulai kesal pada seseorang yang tengah mengemudi karena tak kunjung memberinya jawaban.
"Apa perlu?"
"Jelaslah, lo nyuruh gue lembur sendirian, bahkan sahabat gue lo suruh pulang tapi lo sendiri ternyata masih di kantor. Gue perlu tau kenapa?"
"Pertanyaan tidak penting!"
Ayana melotot dan mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar perkataan Daffi. Apa katanya, tidak penting? Jelas bagi gue itu sangat penting.
Tidak lagi ingin dihukum seperti hari ini, Ayana lebih memilih menahan luapan emosinya dari pada ia harus dihukum lagi untuk yang kedua kalinya.
Pada Akhirnya mobil yang mereka kendarai mulai memasuki komplek perumahan dimana tempat mereka tinggal.
Rumah Daffi paling megah dan besar di kompek itu.
Mobil berhenti tepat didepan rumah Daffi. Ayana dengan cepat turun dari mobil dan sedikit berlari menuju rumahnya yang bersebrangan dengan rumah Daffi.
Daffi yang melihat Ayana pergi tanpa berkata apa-apa hanya menatap dengan cuek.
Beruntung Ayana selalu membawa kunci cadangan rumahnya kemanapun ia pergi. Dengan begitu Ayana tidak perlu membangunkan Mamanya saat ia pulang terlambat seperti hari ini.
Sesampai di kamarnya, Ayana menyambar handuk dan masuk kekamar mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket seharian beraktifitas.
Membaringkan tubuhnya di kasur melepas penat dan lelah, hingga kantuk mulai menyerangnya Ayana terlelap dengan begitu cepat.
***
Biasanya Ayana melakukan olahraga pagi saat hari libur dengan berlari santai mengelilingi komplek. Namun mengingat semalam kerja lembur, Ayana memutuskan untuk beristirahat menghilangkan lelahnya selama satu pekan bekerja.
Ayana menuruni anak tangga dengan ekspresi bangun tidurnya. Ia melihat Mamanya tengah menyiapkan sarapan di meja makan.
"Sudah bangun?"
"He'em. Mam, kenapa Mama gak telfon Aya? Ya paling gak nanyain kenapa anaknya gak pulang-pulang gitu," Ucapnya sambil menyambar roti tawar yang sudah disiapkan.
"Untuk apa?"
"Untuk apa? Mama gak khawatir sama Aya? Gak takut anaknya diculik terus dijual atau diincer mahluk astral terus dibawa kealam ghaib?"
"Ada Daffi yang jaga kamu, jadi ya Mama gak perlu khawatir. Karna Mama percaya Daffi mampu melindungi dan menjaga kamu, Ay," jawab Dinda penuh keyakinan.
Flashback On
Saat jam kerja mulai berakhir, sebelum Daffi pergi kedivisi Ayana, ia lebih dulu menghubungi Dinda, Mama Ayana.
"Assalamualaikum Tante,"
"Waalaikumsalam, kenapa Daff, Ayana gak kenapa-kenapa kan?"
"Gak Tante. Daffi cuma mau kasih tau, Ayana ada lembur hari ini, mungkin akan pulang terlambat. Tapi Tante gak usah khawatir, Daffi tetap di kantor sampai Ayana selesai,"
"Tante percaya sama kamu Daff, titip Ayana ya, jangan diapa-apain, belum halal!"
"I-Iya tante," jawab Daffi gugup. Ia berfikir ternyata bukan hanya kedua orangtuanya yang berniat menjodohkannya dengan Ayana, tetapi Tante Dinda juga punya niat yang sama. Apa mereka mempunyai kesepakatan?
"Ya udah tante tutup dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Daffi mematikan panggilan telfonnya.
Flashback Off
"What? Sepercaya itu Mama sama si Kadisokul manusia kaku, dingin, sombong tapi sok cool itu?"
Bukannya menjawab, Dinda malah tertawa mendengar ocehan Ayana. Terlebih lagi anaknya itu punya panggilan khusus untuk calon menantunya. Meskipun terdengar mengejek, tetapi setidaknya panggilan itu sangat berkesan dan mudah diingat.
"Kok Mama malah ketawa, Aya serius Ma. Mama itu gak boleh terlalu percaya sama orang, apa lagi sama si Kadisokul itu,"
"Daffi gak seperti yang kamu pikirin Ay, dia baik kok, dan Mama percaya sama dia," jawab Dinda membuat Ayana membelalakkan matanya tak percaya.
Wow, rupanya si kulkas udah mantrain Emak gue, bisa-bisanya Mama berpikir kalo Daffi itu cowok baik-baik. Mama belum tau aja kalo dia itu Kadisokul yang nyebelin gak ada obat. Liat aja, gue bakal bales lo Daff. Bathin Ayana merongrong.
Saat tengah menikmati sarapan, suara ketukan pintu menyeru.
"Biar Mama aja," Dinda menolak Ayana yang hendak beranjak dari duduknya.
"Waalaikumsalam. Eh Maya, masuk May!"
"Aya ada Din?" Tanya Maya sambil melangkah memasuki rumah Ayana.
"Ada, tuh lagi sarapan."
"Aya...!" Panggil Maya pada Ayana yang masih memakai baju tidur tengah melahap roti tawar.
"Eh Tante Maya, duduk Tan, ayo sarapan bareng Aya!" Ajaknya pada Maya.
Maya mendudukkan dirinya di kursi samping Ayana.
"Tante mau ajak kamu pergi nonton, mumpung hari libur kan, gimana mau gak?"
"Mau banget tante, kebetulan Aya udah lama banget gak nonton saking sibuknya hehe,"jawab Ayana kegirangan penuh senyum.
Ayana buru-buru membersihkan diri dan bersiap. Sementara Maya dengan setia menunggu Ayana sambil mengobrol dengan Dinda di meja makan.
Setengah jam kemudian, Ayana turun dengan pakaian yang sudah rapi. Celana jeans hitam berpadu dengan kaos berwarna merah dan rambut ikat yang terurai membuat penampilan Ayana semakin berbeda. Ia terlihat lebih cantik saat menggunakan pakaian biasa.
"Ya ampun cantiknya anak Tante," ucap Maya yang melihat Ayana mulai mendekatinya.
"Tante bisa aja," Ayana tersipu malu saat Maya memujinya dengan berlebihan.
"Din, aku pinjem anaknya sebentar ya,"
"Iya, jangan lupa dipulangin," Dinda menjawab dengan nada bercanda.
Mobil berhenti tepat di depan Ayana berdiri. Ayana terbengong saat melihat mobil yang dikeluarkan ternyata mobil yang biasa Daffi pakai saat ke kantor. Perasaannya mendadak tidak enak, apa itu artinya?
"Kok bengong? Ayo masuk!" Sentuhan tangan Maya membuat Ayana membuyarkan lamunannya.
Betapa terkejutnya Ayana saat kaca pintu terbuka.
"Pak Daffi ikut?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments