Aku menatap pemandangan yang ada di depan mata ku dengan perasaan kosong. Tidak ada lagi perasaan takut yang selalu menghantui ku ketika berhadapan dengan kondisi seperti ini karena ia-takut itu telah mati di dalam diriku. Jika takut ku sudah mati maka bagaimana dengan perasaan bahagia dan senang ku?
Aku rasa itu-
“Dasar anak sampah! kau dan Ibu mu adalah manusia kotor dan hina. Kau menghancurkan kehidupan orang lain. Bagai-“
Lihat, jadi apa itu bahagia?
Apakah perasaan bahagia itu yang kalian maksud adalah perasaan yang meluap-luap dan tidak terkendali, seakan kalian di bawa terbang tinggi ke tempat yang tinggi dan penuh akan keajaiban yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya. Sebuah rasa yang tidak dapat kalian jelaskan dan gambarkan dengan kata-kata itulah perasaan bahagia. Namun, jika itu yang kalian maksud maka aku tidak tahu, karena aku tidak pernah merasakan bahagia yang kalian maksud itu.
Aku tidak pernah merasakan titik dimana tubuh ku serasa di bawa melayang jauh. Aku tidak pernah merasakan titik dimana dunia begitu indah dan terasa menakjubkan. Aku tidak pernah merasakan titik dimana orang-orang menghargai keberadaan ku di dunia ini. Dan ya, aku tidak pernah merasakan titik dimana Tuhan benar-benar melihat keberadaan ku.
Rasanya itu semua begitu mustahil apa kalian tahu?
Karena yang selama ini ku rasakan adalah aku selalu di jatuhkan,
Di pandang kotor,
Di anggap hina,
Tidak punya tujuan hidup,
Dan sekali lagi Dia-Tuhan yang kalian agungkan tidak pernah melihat ke arah ku. Ya, Tuhan begitu acuh dengan keberadaan ku.
Jika di luar sana kalian bisa hidup dengan tenang karena di kelilingi oleh mereka yang menyebut kehadiran kalian sebagai keluarga, maka aku di sini di kelilingi oleh mereka yang menyebutkan sebagai manusia sampah yang tidak seharusnya hidup di dunia ini. Bahkan aku tidak ragu mengatakan bahwa di sini aku hidup dengan takdir yang tidak mau berbaik hati sedikit pun kepada ku.
Ya, kalian bisa simpulkan atau katakan saja bahwa aku hidup dengan takdir yang tidak adil kepada ku, karena aku pun berpikir seperti itu.
Jika di sana kehadiran kalian di terima dengan sangat baik, maka aku di sini sebaliknya. Aku adalah sebuah kesalahan dan mereka yang ku anggap keluarga menolak kehadiran ku , bahkan mereka menatap ku sebelah mata dengan cacian dan makian yang begitu tajam dan tidak berhati.
Benar, mereka kejam tapi mereka tidak perduli.
“Bangun sampah, lihat! Lihat hasil kejahatan mu di dunia ini!” Perempuan itu-yah, wanita berpakaian tertutup dengan sopan dan anggun menunjuk ku dengan telunjuk tangan kirinya yang ramping, ia terlihat begitu murka melihat keberadaan ku.
“Lihat apa yang telah kau besarkan selama ini, lihat aib yang telah kau hidupi selama ini. Seharusnya dia tidak pernah lahir, seharusnya kau dan kotoran itu tidak pernah hadir di dunia ini karena kalian berdua adalah aib dunia!” Marah, wanita kaya itu masih tidak mau melepaskan tatapan marahnya pada ku.
Sementara itu, tangan kanan wanita kaya itu yang putih dan ramping masih menggenggam erat segumpal rambut hidup dari perempuan pucat tidak berdaya yang terduduk lemah di sana.
Perempuan pucat itu tampak lemah dan putus asa, ini mungkin karena hal semacam ini sudah tidak asing terjadi kepadanya, perlakuan kasar seperti ini sudah biasa baginya. Malam-malam seperti ini sudah biasa aku lewati dengan perempuan pucat tidak berdaya di sana.
Aku sudah kebal dengan bentakan dan caci makian dari mereka. Rasa takut ku sudah hilang untuk hal ini karena akhirnya pasti akan sama, selalu begini.
Aku menatap kosong pada wanita pucat yang sudah tidak berdaya lagi, ia terlihat begitu kesakitan dengan perbuatan kasar perempuan kaya itu. Aku merasa tidak nyaman melihatnya.
Perlahan aku berdiri, berjalan dengan langkah perlahan-lahan bermaksud menghampiri kedua wanita dengan perbedaan kasta yang nyata di sana.
“Nyonya, tolong lepaskan Ibuku, aku mohon.” Suara ku mencoba selembut dan sesopan mungkin, berusaha menarik belas kasihannya.
Nyonya-wanita kaya bar-bar dengan pakaian tertutup nan anggun yang menyakiti Ibuku kini menatap ku tajam, sekilas aku bisa melihat ia memberikan ku sebuah senyuman tipis atau lebih tepatnya sebuah seringaian samar.
Mungkin karena memohon pengampunan untuk Ibuku, ya, wanita pucat yang tidak berdaya itu adalah Ibuku. Wanita yang disebut sampah itu adalah Ibuku, perempuan hina dan kotor itu adalah Ibuku. Kalian benar, aku memang terlahir dari rahim hangatnya, dari darahnya yang kental dan pekat.
“Kau ingin sampah ini aku lepaskan?” Tanya wanita kaya itu dengan suara sinis dan merendahkan.
Aku mengangguk dengan pelan sebagai jawaban untuknya. Melihat ku, wanita itu tersenyum miring lalu dengan kekuatan yang besar ia melempar tubuh lemah Ibuku menuju lantai yang dingin dan kotor.
Aku terkejut melihat apa yang ia lakukan pada Ibuku namun entah mengapa kedua kakiku seolah mati rasa sehingga aku tidak tahu bagaimana menggerakkannya. Aku diam membisu mendengar teriakan nyaring penuh kesakitan Ibuku di sana. Aku tetap diam bahkan saat Ibuku sudah mulai merintih menahan sakit di lantai dingin dan kotor itu, namun anehnya melihat penderitaan Ibuku yang seperti ini aku tidak punya perasaan apapun selain kosong.
Rasanya kosong dan hampa.
“Kau lihat? Aku sudah membebaskannya dan melepaskan sampah yang kau minta tadi.”
Wanita kaya itu bersuara sarkas, mengejek ketidakberdayaan Ibuku yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk melawannya. Bahkan belum bisa aku bernafas dari keterkejutan ku yang pertama, Wanita kaya itu sekali lagi memberikan ku kejutan yang lain dan kaki ini dia benar-benar membuat ku bungkam karena tindakan brutalnya. Ia dengan sepatu tinggi dan tajamnya berdiri di atas tubuh Ibuku, menginjak-nginjak tubuh kesakitan Ibuku yang lemah dengan ekspresi bahagianya. Ia seakan mengatakan bahwa ia masih belum puas hanya dengan membenturkan tubuh Ibuku di lantai kotor nan dingin karena ia masih ingin bermain-main lagi bersama ketidakberdayaan Ibuku yang kini terkapar kesakitan.
Tidak, ini tidak benar! Batinku berteriak.
Melihat itu semua aku sudah tidak dapat berpikir lagi, tiba-tiba sebuah perasaan takut yang kuat dan menakutkan menyelimuti ku. Perasaan takut yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya kini benar-benar membungkus ku. Membuat ku merasakan sesak sehingga tanpa sadar aku berlari cepat menuju mereka yang begitu menikmati perasaan sakit dan senang. Berlutut di depan wanita itu untuk memohon belas kasihannya untuk Ibuku yang hanya bisa merintih kesakitan.
“Nyonya..aku mohon, tolong lepaskan Ibuku.” Mohon ku putus asa.
Malam ini dengan suara derasnya hujan menjadi sebuah pengiring untuk pertama kalinya aku merasa bahwa hatiku telah hancur. Aku merasa seakan dunia kecil ku akan di renggut dan tidak bisa ku pungkiri bahwa ini begitu menyakitkan.
Hatiku rasa sakit dan sesak.
“Cih, jangan sentuh aku gadis kotor! kau dan Ibumu sangat menjijikkan! aku tidak ingin tubuh bersih dan suci ku tertular najis sialan kalian.”
Aku tidak perduli meskipun wanita kaya tidak berhati dan kejam ini mencaci serta memaki ku dengan kasar dan tajam, aku tidak perduli. Bahkan walaupun wanita kaya ini mendorong dan mengusir ku dengan kasar agar menjauh darinya aku tetap saja keras kepala, bangkit dari tempat ku terjatuh dan memohon lagi kepadanya yang masih menatap ku murka.
“Kau sialan, menyingkirlah dariku!” Hardik wanita kaya itu seraya berjalan turun dari tubuh lemah dan kesakitan Ibuku.
Mengusap pakaian anggunnya dengan panik, ia beserta orang-orangnya kemudian pergi meninggalkan aku dan Ibu yang masih merintih menahan kesakitan.
Perlahan ku dekati Ibuku, dengan gerakan hati-hati ku angkat kepala bergetar Ibuku ke atas pahaku. Memposisikannya dengan baik dan berusaha membuatnya agar senyaman mungkin di atas pahaku.
“Ibu..Ibu..” Panggil ku khawatir.
Tanganku yang sudah kotor dengan hati-hati mengusap wajahnya, menyingkirkan rambut basah yang ada di wajah cantiknya.
Ibuku tidak langsung menjawab dan hanya memberikan batuk yang berkepanjangan sebagai respon. Batuk yang terdengar berat dan menyakitkan ini membuatku semakin takut, apalagi saat tangan bergetarnya memperlihatkan darah kental nan segar yang berasal dari mulutnya membuatku seakan kehilangan udara untuk bernapas. Rasanya pasti sakit sekali.
Aku takut, sangat takut.
“Zi-Zira..Nak, maafin Ibu, Nak..” Ucap Ibuku dengan susah payah.
Entah kenapa mendengar Ibuku berucap seperti ini membuat ku tersadar akan sesuatu, aku merasakan firasat buruk yang tidak pernah ku ingin bayangkan sebelumnya. Sebuah firasat yang menyiratkan akan ada rasa sakit yang luar biasa ku dapatkan nanti. Sebuah kesakitan yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya dan itu benar-benar membuat ku takut setengah mati.
Aku pikir perasaan takut ini sudah lama mati tapi nyatanya saat melihat Ibuku selemah dan sesakit ini benar-benar menghidupkan ketakutanku yang sudah lama tertidur.
“To-“ Nafas ku tertahan.
“Jangan…. Jangan menangisi wanita..yang hina ini.” Suara Ibuku lagi dengan suara nafas putus-putus.
Ini menakutkan, bahkan tanpa ku sadari tangan pucat dan kurusnya kini sedang mengelus wajah ku dengan gemetar. Membuat ku dengan putus asa menangisi ketidakberdayaan ku saat ini melihat wajah cantiknya yang kini penuh memar dan pucat sedang menatap ku penuh sayang. Tatapan ini, sudah lama sekali aku tidak melihatnya.
Mungkin..sejak Ibuku masuk ke dalam dunia gelap itu.
“Ibu-“ Ibu menyentuh bibirku, tidak mengizinkan aku mengucapkan sepatah kata pun.
Bahkan tangan bergetar Ibuku mulai terasa dingin dan kaku.
“Jangan menjadi seperti wanita hina ini, jangan kau ambil hati apa yang mereka katakan ke dalam hati mu karena kamu bukan Ibu, Nak..kamu..kamu.." Nafas Ibuku mulai terputus-putus lagi, bahkan saat mengucapkan kata ini ia begitu kesusahan dan menahan sakit.
“Ibu..Ibu..ayo kita ke rumah sakit.” Aku membujuknya seraya berusaha mengangkat tubuhnya dengan hati-hati, namun Ibuku menolaknya dengan sebuah gelengan putus asa.
Apa ia begitu tidak berdaya dengan rasa sakit di tubuhnya?
“Azira, kamu..kamu bukanlah anak haram, nak. Kamu...memiliki seorang Ayah...dia dan Ibu pernah menikah tapi..dia..meninggalkan kita. Nak, kamu adalah gadis yang baik. Maafkan Ibumu yang selama ini payah dan tidak berguna saat membesarkan mu, maafkan Ibumu yang selama ini bersikap keras dan kasar kepada mu, Nak. Itu Ibu lakukan agar kamu tidak seperti Ibu yang bodoh dan ceroboh, Ibu tidak ingin melihat mu menjadi Ibu yang seperti ini. Jatuh ke dalam jurang hidup hanya karena kebodohan Ibumu..Nak, Ibu-“
“Azira tahu, Ibu. Azira mengerti jadi Ibu tidak perlu meminta maaf kepada ku karena yang lebih penting sekarang kita harus membawa Ibu ke rumah sakit. Ibu, ayo kita ke rumah sakit karena Azira tidak mau Ibu tinggalin..Bu..hiks.”
“Nak..Ibu terlalu lemah. Lb..hah..hah..maaf..” Ibuku mulai kehilangan nafas.
Bahkan tubuhnya pun ikut bergetar hebat karena menahan sakit. Aku kalut melihatnya seperti ini dan tidak tahu harus berbuat apa. Mengikuti rasa takut dan insting, ku bawa tubuh bergetar Ibuku ke dalam pelukanku dan mendekapnya kuat.
Tubuhnya yang kurus membuat ku semakin khawatir dan takut ia akan hilang begitu aku mengalihkan ke khawatiran ku. Oleh karena itu aku tidak akan melepaskan dan akan selalu memeluknya dengan erat-erat sambil berharap dengan pelukan ku tubuhnya bisa tenang kembali seperti normal.
Dan benar saja, setelah sekian lama ku peluk tubuh bergetar Ibuku mulai tenang lagi sehingga aku dapat bernafas dengan lega lantaran Ibuku sudah tidak bertagetar hebat lagi. Akan tetapi tidak lama kemudian aku mulai di landa perasaan panik lagi ketika ku rasakan tubuh Ibuku kini menjadi kaku dan dingin.
Tidak, tubuh Ibuku memang dingin dan kaku sejak awal jadi wajar saja ia seperti ini.
Tapi itu tidak sedingin ini awalnya.
Aku mengangkat wajah ku dari atas kepalanya, kemudian tangan kanan ku mulai meraba wajah pucat Ibuku yang penuh babak belur dengan hati-hati dan lembut. Lalu ku raba mata cantiknya yang besar dan indah dengan tatapan ingin tahu mengapa mata ini kini tertutup rapat seakan itu tidak akan pernah terbuka lagi selamanya.
Ya, mengapa satu-satunya malaikat ku kini tertidur lelap?
Tidak ada hembusan nafas yang hangat dan hidup darinya lagi, kulit wajahnya yang dulu halus nan lembut kini terasa kasar dan bersuhu dingin. Tidak ada kehangatan lagi dari tubuhnya dan hanya ada dingin, hanya dingin yang ku rasakan di sana. Aku bertanya-tanya, apa dia akhirnya pergi meninggalkanku?
Matanya tertutup rapat sepenuhnya dan nafasnya?
Aku tidak merasakan hembusan nafas hangat yang dimiliki oleh manusia hidup. Jadi apa dia benar-benar pergi meninggalkanku?
“Ibu..mengapa kau pergi meninggalkan ku?” Aku sekarang menyadarinya bahwa Ibuku sudah tidak ada lagi.
Ia telah di bawa pergi oleh Tuhan yang kalian semua agungkan. Tuhan yang kalian katakan penuh kasih nyatanya tidak berlaku untuk ku di dunia ini. Bahkan satu-satunya orang terkasih ku, Dia renggut dariku dengan paksa, membuat ku kini sendiri dan kesepian di dunia menjijikkan ini.
Dan karena Ibuku telah di bawa pergi oleh-Nya maka aku tidak yakin dapat menghadapi dunia ini dengan wajar seperti yang kalian lakukan karena aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sini. Aku sendirian.
Tersenyum miris, aku sekali lagi memeluk tubuh kaku Ibuku yang kedinginan. Kasian, Ibuku kedinginan dan butuh sesuatu yang hangat jadi aku memeluknya sebagai gantinya.
“Ibu, tidurlah yang lelap dan jangan khawatir lagi tentang wanita kaya itu. Jika dia datang kembali ke sini lagi aku tidak akan pernah membiarkannya menyetuh dirimu. Jadi, tidurlah yang lelap Ibu karena aku akan menjaga mu, selalu.”
Tuhan, hah..bila hidupku dan hidup Ibuku tidak berguna di dunia ini maka mengapa Engkau menciptakan kami?
Mengapa Engkau kirim kami ke dunia bila hidup kami diciptakan hanya untuk menderita!
Tuhan, bukankah Engkau terlalu kejam?
Engkau kejam dan bersikap tidak adil kepada kami berdua. Menjebak kami di dalam penderitaan tanpa akhir, Tuhan..apa kami ini hanya pion kesenangan untuk-Mu?
Jadi, apa itu bahagia?
Perasaan asing ini aku benar-benar tidak mengenalnya. Perasaan terlarang yang tidak pernah di ciptakan untukku dan untuk Ibuku oleh Tuhan. Ya, Tuhan, ku ikuti permainan Mu dan akan ku pastikan bahwa orang-orang kejam yang Kau lindungi di luar sana dapat merasakan apa itu perasaan sakit, perasaan yang khusus Kau berikan pada ku dan Ibuku.
Aku menunggunya.
“Zira, kami sangat berduka dengan kepergian Ibumu yang begitu tragis dan tidak terduga.” Wanita dengan penampilan glamor itu mengangkat tangannya untuk menyentuh pundak Azira dengan maksud berduka.
“Terimakasih untuk kepedulian mu, Nyonya, tapi aku sama sekali tidak berminat bergabung dengan mu.”
Dengan senyuman tipis yang tidak sampai ke mata, Azira menolak langsung kedatangan wanita ini. Meskipun wanita ini telah berjasa besar untuk kehidupannya di sini bersama Ibunya akan tetapi wanita dengan penampilan glamor ini kadang kala bersikap keras kepada Ibunya saat masih bekerja padanya dulu. Tidak mengenal sakit, Ibunya terus dipaksa untuk memenuhi tuntunnya.
Wanita yang di panggil Nyonya itu tidak menyerah begitu saja, malah ia semakin bertekat untuk menaklukan gadis cantik yang sudah lama di incarnya ini. Jika saja Ibu gadis ini tidak menghalangi jalannya maka sekarang Azira mungkin menjadi gadis no.1 yang di cari pelanggan tempatnya.
“Azira, aku tahu saat ini kamu masih berduka atas kepergian Ibumu akan tetapi kamu juga harus ingat jika terus seperti ini kamu tidak akan bisa bertahan lama. Bergabunglah dengan ku seperti Ibumu dulu, aku yakin kau nantinya tidak akan menyesal setelah bekerja dengan ku.” Wanita itu terus membujuknya dengan kata-kata dan senyuman manis yang begitu memuakkan untuk Azira.
Hah, godaan seperti ini Azira tahu betul tabiat apa ini.
“Aku tahu Nyonya, tapi maaf aku sama sekali tidak tertarik.” Kali ini Azira tidak lagi menahan ketidak sukaannya terhadap wanita tua bangka yang masih tidak sadar umur ini. Jengkel rasanya terus berdekatan seperti ini dengan wanita tersebut.
Wanita dengan riasan tebal dan pakaian glamor ini tahu jika Azira tidak menyukainya namun ia tetap memasang senyuman manis seakan-akan ia tidak terpengaruh sama sekali. “Azira ini adalah kesempatan besar jadi sangat disayangkan sekali jika kau sampai melewatkannya. Ibumu dulu sakit-sakitan sehingga kurang memuaskan pelanggannya apalagi ia saat itu sudah tua dan penampilannya yang kurang menarik sangat merugikan kami-“
“Jadi apa?” Azira memotong dengan benci.
“Meskipun kau mengatakannya seribu kali aku tidak akan pernah tertarik bergabung dengan mu. Jadi, berbicara seperti ini tentang Ibuku tidak akan pernah mempengaruhi apapun, malah aku semakin muak melihat mu di sini lama-lama.” Senyum wanita glamor itu langsung menghilang dari wajahnya yang penuh akan riasan tebal dan terlihat aneh, meninggalkan wajah marah penuh ambisi.
“Kau benar-benar keras kepala, jika kau seperti ini terus kau tidak akan bertahan lama dan mati kelaparan.” Marah wanita itu habis juga kesabarannya menghadapi betapa keras kepalanya Azira.
Tersenyum dingin, Azira seakan memandang rendah wanita tua bangka yang begitu percaya diri ini. “Maka biarlah aku mati kelaparan seperti ini daripada harus bekerja kepada mu maka mati adalah pilihan yang terbaik.”
Menggertakkan giginya begitu marah,"Hah..kau jangan terlalu sombong Azira, apakah kau lupa jika selama ini kau makan darimana?”
“Aku tidak lupa.”
“Bagus jika kau tidak lupa oleh karena itu bergabunglah dengan ku-“
“Kau begitu menjijikkan, sudah berulang kali aku katakan jika aku tidak tertarik tapi kau masih saja berbicara seperti ini. Aku bilang tidak berarti tidak, bukankah ini sudah sangat jelas?” Azira mengangkat wajahnya lebih tinggi, memperlihatkan wajah cantiknya yang pucat dan dingin. Bahkan kedua matanya yang indah dan cantik menatap lurus memberikan gestur tidak senang terhadap lawan bicaranya yang keras kepala.
“Azira!”
“Kenapa kau begitu keras kepala sekali tidak seperti Ibumu yang penurut dan patuh?”
“Lagipula jika kau jijik padaku maka kau seharusnya salah alamat karena orang yang pantas mendapatkan perlakuan mu itu adalah Ibu mu, orang yang melahirkan mu dan menghidupi mu dengan pekerjaan kotor itu. Kau tentu saja bukan tidak tahu jika Ibu mu selama ini telah tidur dengan banyak laki-laki berbeda di setiap malamnya. Uh, Ibu mu mema-“
“Aku tahu dan aku membencinya,” Tersenyum miris.
Aku membenci ketidak berdayaan ku untuknya dan aku membenci Tuhan yang begitu egois untuk takdir kehidupan kami, ya, aku membenci itu semua.
“Karena itulah aku tidak akan mengikuti jejak bodohnya jadi enyahlah sekarang dari hadapan ku atau aku akan menghubungi polisi sebagai gantinya karena kau telah mengganggu kenyamanan hidup orang lain.” Menatap lurus ia sama sekali tidak mengedipkan kedua matanya yang sudah memerah menahan marah dan kesal.
Jika bisa ia ingin sekali menampar dan memberikan pelajaran kepada wanita tua Bangka ini yang telah tega merendahkan Ibunya.
Karena Ibunya memang kotor tapi ia tidak pernah serendah ini dalam bersikap.
“Kau, suatu hari akan menyesal!” Marah, wanita itu langsung pergi meninggalkan Azira yang menatap puas kekalahan wanita tersebut.
Tapi kepuasan yang tersungging di bibir manisnya tidak bisa bertahan lama karena ia tahu betul orang seperti apa wanita keras kepala itu, ia tidak akan pernah menyerah begitu saja padanya. Bahkan saat Ibunya masih ada ia pernah mendengar perdebatan Ibu dan wanita itu. Waktu itu Ibunya begitu keras kepala mempertahankan Azira agar ia tidak bergabung ke pekerjaan itu dan mengikuti jejaknya sebagai seorang Ibu yang jauh dari jalan yang lurus.
“Ibu, apa yang harus aku lakukan?” Ia bertanya putus asa karena menyadari bahwa tanpa Ibunya ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Ibunya walaupun keras dan berlaku kasar padanya tapi ia tahu bahwa Ibunya melakukan itu semua guna melindunginya yang masih belum mengerti apa-apa.
Tok
Tok
Tok
Tersadar, Azira langsung membawa langkahnya mendekati pintu depan. Berpikir siapa tamu ini Azira sedikit tidak yakin karena setahunya mereka sama sekali tidak punya kerabat dekat untuk sekedar berbicara. Adapun mengenai palanggan Ibunya mereka tidak akan tahu tempat tinggal ini karena ia yakin Ibunya tidak akan gila mengatakan itu kepada laki-laki hidung belang yang sering ia layani.
“Siapa?” Tanya Azira langsung ketika membuka pintu sudah ia dapati seorang laki-laki paruh baya yang masih terlihat segar dan bugar. Di samping laki-laki paruh baya itu ada seorang wanita paruh baya yang masih cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi. Ia berpakaian sopan dengan pakaian tertutup yang anggun, wanita paruh baya ini mirip sekali dengan nyonya kasar yang telah menyiksa Ibunya.
Tiba-tiba memikirkan hal ini wajah Azira berubah menjadi dingin dan acuh tak acuh.
"Apakah ada sesuatu yang penting sehingga membuat Tuan dan Nyonya yang terhormat datang jauh-jauh ke tempat seperti ini?" Tanya Azira sarkas dengan suara acuhnya.
Tersenyum pahit, wanita yang ada di samping laki-laki paruh baya itu mengangkat tangannya dan bermaksud untuk meraih pundak Azira namun dihentikan dengan tatapan tajam oleh Azira.
Menurunkan tangannya kembali, "Nak, kami adalah orang tua mu sekarang dan kedatangan kami ke sini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membawa mu pulang." Ucap wanita itu terlihat sedikit tidak enak hati dengan Azira yang jelas-jelas dapat mengerti situasi mereka.
"Kalian adalah orang tua ku?"
Mengangkat alisnya penuh kebencian, Azira benci! Benci sampai rasanya ia ingin berteriak putus asa ketika berhadapan dengan dua manusia kejam ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!