Apakah selama ini kehidupannya hanya lelucon saja bagi mereka berdua?
Hah.. menjijikkan!
Azira begitu muak dengan dua manusia naif ini, ia muak!
"Maaf, mungkin kalian salah orang karena orang tua ku baru saja meninggal kemarin, jadi aku tidak punya orang tua lagi selain wanita itu." Dengan senyuman halus, Azira mencoba mempermalukan pasangan suami-istri yang begitu harmonis ini.
Begitu harmonis dan membuat iri sampai ketingkat yang tidak bisa Azira jelaskan.
Menganggukkan kepalanya merasa bersalah, laki-laki paruh baya itu memberikan Azira sebuah senyuman lembut khas seorang Ayah yang baik. Ah, melihat ini rasanya Azira ingin sekali memuntahkan isi perutnya.
"Ayah tidak akan mengatakan maaf karena Ayah tahu bahwa kau tidak akan pernah mau menerimanya maka dari Azira, ayo pulang bersama kami karena ini adalah satu-satunya yang bisa kami lakukan kepada almarhumah yang sudah bekerja keras membesarkan mu. Pulang bersama kami dan hiduplah dengan damai bersama kami, hidup dengan tenang agar Ibumu di sana juga ikut merasa tenang karena melihat mu merasa baik. Jadi, demi Ibu mu ikutlah bersama kami pulang." Ucap laki-laki paruh baya itu terlihat begitu menyedihkan dan membuat Azira merasa miris.
Pulang bersama mereka untuk hidup berdamai?
Berdamai dan melupakan semua kesalahan yang telah mereka lakukan pada Ibunya?
Tertawa kecil, Azira dengan tangan bergetarnya memegang sisi pintu untuk menahan berat badannya yang mulai goyah. Perasaan sakit dan benci yang sudah dari dulu tertanam di dalam hatinya membuat Azira entah mengapa merasa lemas. Lemas sampai berdiri saja ia harus bertumpu pada sisi pintunya.
"Demi Ibuku, kau bilang?"
Ibunya ingin ia tinggal di tempat sampah seperti itu?
Ah, itu sangat mustahil untuk Azira percaya karena ia sangat tahu bahwa penderitaan yang Ibunya alami tidaklah sedikit. Dan Azira juga tahu bahwa tempat sampah yang ditinggali oleh pasangan hina ini adalah tempat yang paling terlarang bagi Azira datangi menurut Ibunya.
Tempat itu... Azira tidak pernah berpikir akan memasukinya apalagi sampai hidup di dalamnya, Azira tidak pernah membayangkan hal semenjijikkan itu.
"Benar, tinggallah bersama kami agar Ibumu tenang di alam sana." Jawab laki-laki itu membuat lamunan Azira terurai.
Tersenyum dingin, "Agar Ibuku bahagia?"
Bahagia?
Mungkin maksud mereka tinggal di sana agar ia bisa membalaskan rasa sakit yang di derita Ibunya. Tinggal di sana mungkin agar ia bisa melampiaskan semua rasa sakit yang Ibunya rasakan.
Ya, tinggal di sana adalah kesempatan untuk Azira melakukan balas dendam.
"Baiklah, aku akan ikut bersama kalian tapi dengan syarat kau-" Jari lentik Azira menunjuk laki-laki paruh baya yang ada di depannya.
"Harus mengakui ku sebagai darah daging sah mu di sana karena biar bagaimanapun aku ini memang anak kandung mu, bagaimana?" Tanya Azira dengan perasaan muak yang semakin meningkat.
Sesungguhnya Azira begitu benci jika harus mengakui bahwa ia adalah anak kandung dari laki-laki tua bangka ini. Namun, demi kelancaran rencananya ia harus melakukannya suka tidak suka.
Terkejut, laki-laki paruh baya itu dengan panik mengalihkan perhatiannya menatap sang istri yang juga sama terkejutnya.
Tidak punya pilihan lain, sang istri dengan ekspresi tidak berdaya menganggukkan kepalanya setuju pada sang suami yang terlihat begitu bersalah.
Melihat pemandangan ini tentu saja kebencian Azira semakin tinggi dibuatnya. Oh ayolah, Azira adalah darah dagingnya juga tapi mengapa seakan-akan ia dianggap orang asing oleh Ayah biologisnya sendiri?
Hah, menyedihkan... tentu saja itu karena Ayah biologisnya ini menolak kehadirannya di dunia ini.
Ya, ia menolak kehadiran Azira sejak 20 tahun yang lalu.
"Baiklah, kami menyetujuinya maka sekarang kau harus ikut pulang bersama kami." Putus laki-laki paruh baya itu memberikan jawabannya kepada Azira.
"Hem, maka aku akan mengemasi barang-barang ku dulu." Suara Azira acuh sambil memutar badannya berniat masuk mengemasi barang-barangnya.
"Tidak perlu," Ucap wanita itu berhasil menghentikan langkah kaki Azira.
"Kenapa?" Tanya Azira tersinggung juga merasa marah padanya.
"Begini Nak, jangan tersinggung dulu.. di rumah kita nanti tidak akan ada yang mengenakan pakaian seperti ini. Kita..kita akan menggunakan pakaian yang lebih syar'i dan tertutup untuk perempuan. Jadi..jadi lebih baik tidak usah membawa apa-apa karena kami sudah menyiapkannya di sana." Wanita itu dengan susah payah menjelaskan kepada Azira agar ia tidak merasa tersinggung dengan ucapannya. Itu memang benar bahwa di rumah mereka tidak ada yang menggunakan pakaian pendek atau kecil di sana. Dan ia juga benar bahwa di dalam rumah itu semua orang mengenakan pakaian yang syar'i dan tertutup, sesuai dengan apa yang Al-Qur'an katakan.
Tapi pemahaman ini berbeda dengan apa yang Azira terima. Azira pikir bahwa wanita ini bermaksud merendahkannya karena ia miskin juga tidak punya pakaian bagus.
Walaupun merasa terhina, tapi Azira juga berpikir bijaksana bahwa tidak ada salahnya mengikuti kemauan mereka karena toh di sana sudah ada pakaian mewah dan mahal seperti yang wanita kenakan disiapkan untuknya.
Maka nikmati saja walaupun itu tetap membuat Azira merasa iritasi dan semakin benci.
"Baiklah, aku tidak akan membawa barang-barang murahan itu dan hanya membawa sesuatu yang begitu penting untuk ku." Ucap Azira mengejek seraya membawa langkahnya ke dalam ruangan yang sudah 18 tahun ia dan Ibunya tinggali. Ruangan ini di sebut kamar walaupun sesungguhnya tempat ini sama sekali tidak mencerminkan apa itu kamar yang orang-orang tinggali.
Walaupun terlihat menjijikkan dan kotor tapi tempat ini adalah tempat terbaik yang ia dan Ibunya diami. Setelah sering berpindah-pindah tempat karena Ibunya tidak diterima masyarakat, maka tepat ketika umur Azira genap dua tahun Ibunya akhirnya pindah ke sini dengan bantuan Nyonya tua bangka yang berpenampilan glamor itu.
Ia dan Ibunya diizinkan mendiami rumah kecil ini dengan syarat Ibunya harus bekerja sebagai pelac*r di tempat Nyonya itu. Sebenarnya Ibunya tidak mau menerima tawaran Nyonya itu karena ia sendiri pun tidak biasa dengan pekerjaan yang seperti itu dan terlihat tabu untuknya. Akan tetapi ketika mengingat tidak ada orang pun yang mau menerima kehadiran mereka di setiap tempat yang mereka singgahi, akhirnya Ibu Azira tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran tersebut sampai 18 tahun kemudian.
Hah.. mengingat ini membuat Azira tidak bisa menghela nafas lelah juga benci. Jika saja.. jika saja Ibunya tidak bertemu dengan laki-laki kaya brengsek itu mungkin ia tidak akan terlahir. Dan jika ia tidak terlahir maka Ibunya tidak akan merasakan penderitaan ini dan berakhir malang seperti itu..
Yah, jika saja.
Menggelengkan kepalanya tidak berdaya, Azira dengan enggan melangkahkan kakinya berjalan ke arah laci. Menarik laci tersebut Azira temukan foto seorang gadis cantik dengan bayi mungil yang lembut dan manis di pangkuannya. Gadis yang ada di foto terlihat lebih muda dan bahagia, berbanding terbalik dengan apa yang Azira lihat saat gadis ini masih bernafas hangat.
Menjangkaunya dengan tangan kanan yang sudah bergetar menahan sakit, ia kemudian membawa foto tersebut ke bibirnya dan mengecupnya dengan penuh kasih dan rasa penyesalan.
"Ibu, aku akan membalas rasa sakit yang Ibu rasakan selama ini kepada mereka. Dengan kedua tangan ku sendiri, tidak akan pernah ku izinkan mereka hidup bahagia sama seperti yang mereka lakukan kepada Ibu. Dan dengan kedua tangan ku pula akan ku renggut kebahagiaan yang mereka miliki satu per satu hingga tidak bersisa...Ibu, lihat dan perhatikan apa yang ku lakukan untuk mu dari sana, okay?" Bisik Azira bertekad dengan penuh kebencian. Ia berjanji bahwa kehadirannya di tempat harmonis mereka adalah sebagai petaka kehidupan mereka.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Happyy
😮😮
2023-07-30
0
Baihaqi Sabani
ibu tiriy azira berpakain syari berarti setidaknya phm agma bngt ko bs smpe berebut suami ibuy axira thor???? crtay gmn🤣🤣🤣🤭
2023-01-04
1