Akad nikah itu terjeda. Penghulu yang merasa ada kejanggalan terpaksa menghentikan acara ijab qobul.
"KAMU JUGA! Gimana bisa menikahkan Lula tanpa izin dariku! Aku ayah kandungnya! Qailula Suha Damanik itu putri Rainer Abiyasa Damanik! aku masih bernapas, Penghulu!" teriak Rainer dengan tatapan murka ke arah pria yang mengenakan kemeja batik. "Harga diriku terasa diinjak-injak!" ucap Rainer penuh dramatis, membuat orang di sekitar merasa iba.
Lula seperti berada di persimpangan jalan. Wajah murka dari sang ayah membuat rasa bersalah terus menghinggapi hatinya.
Namun, mengingat wajah memelas yang tadi ditunjukan sang Daddy juga membuatnya runtuh. Dia tidak bisa membiarkan pria itu tersiksa karena ditinggal calon istrinya. Lula semakin bingung, hendak melanjutkan pernikahan ini atau tidak.
Sialnya, bayangan uang lima juta setiap hari dalam genggaman, membeli perlengkapan sekolah lalu diberikan pada teman-teman kecilnya, melihat rona bahagia dari mereka, sepertinya itu menjadi alasan besar Lula untuk tetap melanjutkan niatnya. Ia semakin yakin kalau pernikahan ini sama-sama menguntungkan.
Suara-suara sumbang dari keluarga Frans mulai mengusik pendengaran Lula. Terutama suara Adik Frans yang turut hadir, ikut mencibir, membuat posisi Frans semakin terpojokkan. Lula tidak rela daddynya diperlakukan seperti itu. Jiwa iba nya meronta, dia tidak tega melihat orang di sekitarnya tersakiti.
“Ayah, izinkan Lula menikah dengan Ded—Mas Frans.” Lula nyaris saja keceplosan. Segera tangan lentiknya menggenggam telapak tangan pria yang sudah dianggap Daddynya itu. “Selama ini—maaf kami kalau sudah menyembunyikan hubungan ini pada kalian!” Lula menunduk, menatap tangannya yang terpaut dengan Frans. "Lula cinta sama Mas Frans."
“Lula!” Zahira memperingati putrinya, ia merasa ada kesalahan di sini dan membuat Lula memutuskan untuk membela pria itu.
Lula melepas tangan Frans, dia meraih tangan ayah dan bunda, membawanya ke ruang yang lebih sepi. Dia hendak membujuk mereka supaya merestui pernikahannya dengan Frans.
Sedangkan suasana di sekitar meja akad, tampak begitu gaduh. Eyang Ano, mengusap punggung cucunya, sambil berbisik. “Sepertinya Lula gadis yang baik! Dia berani membelamu di depan umum!”
“Meskipun begitu, Eyang harus ingat kalau gadis kecil itu hanya pengganti, Eyang!”
“Apa salahnya dengan pengganti. Faktanya barang pengganti tak selalu buruk. Bahkan saat ini lebih baik dari pilihan utama! haruskah mempertahankan yang pertama?! TIDAK!” Eyang Ano nyaris berteriak sangking emosinya dengan sang cucu. “Kamu itu harus didikte, supaya mengambil jalan yang baik untuk hidupmu. Selama ini, kamu selalu tergelincir dalam keburukan. Bukan hanya perkara jodoh! Proyek di Cikarang kamu juga gagal mendapatkannya!” desah eyang Ano, meski usianya sudah tidak muda lagi, tapi dia memiliki ingatan yang kuat.
“Apa yang terjadi? Di mana Priscilla?!” seorang pria menyela obrolan mereka berdua. Sedari tadi pria itu sibuk memamerkan anak ke duanya jadi dia tidak tahu menahu dengan yang terjadi di balik layar.
“Kamu diam saja, Fer. Semua akan berjalan dengan lancar. Frans akan tetap menikah hari ini!” kata eyang Ano.
Tanpa berkata lagi pria itu meninggalkan Frans dan eyang Ano, kembali bergabung dengan gerombolannya.
“Kamu lihat! Papi kandungmu saja seperti tidak peduli! Cuma Eyang yang peduli dengan masa depanmu. Kalau kamu tidak segera menikah, bisa-bisa papimu memberikan kekuasaannya pada adikmu! Apa kamu rela, jerih payah mamimu dimiliki orang lain?”
Frans memeluk tubuh wanita tua itu demi membungkam ocehannya. "Terima kasih Sayangku, sudah peduli padaku. Cuma eyang dan mami yang paham dengan Frans," bisik Frans, tampak begitu menyayangi eyang Ano.
“Itu Si Hujan kenapa main larang-larang?! Apa mereka tidak tahu seberapa banyak kekayaan kita, dengan uang itu kita bisa membuat buyutku bahagia.” Eyang Ano berusaha membela cucunya.
“Mungkin mereka takut kalau Frans menyakiti Lula!” ungkap Frans, melepas pelukannya dari tubuh sang Eyang.
“Apa kamu berniat menyakitinya? Apa pernikahan hanya permainanmu?” selidik Eyang Ano.
Tubuh Frans menegang, tapi segera dia menghilangkan ketegangan itu, sebelum diketahui oleh Eyang Ano. “Eyang … apa Eyang lupa? Dulu, aku pernah bilang kalau Lula akan jadi istriku. Makanya aku merawatnya seperti malika si keledai hitam.”
Satu pukulan mendarat di kepala Frans. "Kedelai!" ralat eyang Ano.
"Kukira eyang udah pikun?!" cibir Frans, seraya kembali memeluk tubuh eyang Ano.
“Semoga Rainer menyetujui pernikahanmu dan Lula.”
“Aamiin.” Frans berkata ringan, dia tidak tahu saja diwaktu yang bersamaan, Rainer benar-benar menerima penjelasan Lula. Gadis kecil yang baru bertransformasi menjadi wanita dewasa itu berhasil membujuk kedua orang tuanya. Dan Rainer setuju dengan pernikahan ini. Entah apa yang dikatakan Lula, pada akhirnya Rainer termakan dengan bujuk dan rayuannya.
Mereka bertiga kembali ke meja akad dengan raut datar. Rainer yang berperan sebagai ayah dari Lula, mengambil alih posisi penghulu.
“Aku sendiri yang akan menikahkan putriku. Kalau sampai Frans menyakiti Lula, aku tak sudi melepas tali pocongnya! Artinya dia harus mati di tanganku dulu untuk menjadi pocong!” ancam Rainer setelah duduk dibangku.
Tamu dari keluarga inti yang semula gaduh kini mulai tenang. Ketegangan berakhir saat Rainer menyetujui pernikahan Lula dan Frans.
Di saat semua orang terlihat tenang berbeda dengan Rainer, pikirannya semrawut. Dia sedang kebingungan, mencari alasan untuk menjelaskan semuanya pada ayah Abhi. Jika salah langkah, pasti dia yang akan kena pasung.
“Bisa kita mulai akadnya?” tanya penghulu, jarum jam terus bergerak, dia sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Karena harus segera berpindah tempat untuk menikahkan calon pengantin lain.
“Bisa!” Frans menyahut lantang. Lalu mengambil duduk tepat di depan Rainer, bersiap mengucapkan kalimat ijab.
Sementara Zahira, kini tengah memegangi lengan putrinya. Wanita itu tidak akan membiarkan Lula duduk si samping Frans sebelum keduanya dihalalkan secara agama.
Pagi itu, tepat saat jarum jam menunjukan pukul sembilan lebih 27 menit, status Lula sudah berubah menjadi istri Frans Agung Pagara. Seorang pimpinan perusahaan yang sibuk mengelola bisnis real estate milik keluarganya.
Frans dengan berani mengambil alih tanggung jawab Lula dari tangan Rainer. Dia berjanji akan membimbing Lula menjadi gadis baik-baik layaknya Rainer mendidik anaknya.
“Bunda! Sekarang Lula jadi istri CEO. Bukan lagi anak dokter kandungan,” bisik Lula setelah terdengar kata sah dari para saksi. Lula berucap penuh bangga, berbeda dengan Zahira yang justru menangis tersedu-sedu. Sebentar lagi dia akan kehilangan putrinya, putri kebanggaan keluarga, putri yang paling dicintai karena Lula berbeda.
“Kamu akan bahagia, kan, Sayang? Apa dia bisa melindungimu dari kejamnya dunia ini? Apa dia akan membelamu meski kamu melakukan kesalahan?” jujur Zahira khawatir mengingat sifat Lula yang begitu ceroboh.
Bibir Lula maju, kecewa dengan ucapan sang bunda. “Selama ini Daddy mampu menjaga Lula! Bunda jangan khawatir dia akan tetap bisa jaga Lula.”
Dengan berat hati Zahira mengangguk. Ada perasaan kecewa yang teramat besar dalam dirinya karena sudah mengizinkan Lula menikah dengan Frans, sahabat suaminya sendiri. Tahu akhirnya akan seperti ini dia tidak akan membawa Lula ke acara pernikahan Frans.
“Lula, buyutku! Eyang bahagia kamu jadi bagian dari keluarga Pagara.” Eyang Ano tampak menghampiri mereka berdua.
Lula yang melihat wanita renta itu segera berdiri, menyalami eyang Ano, lalu mencium tangan wanita itu dengan sopan. Tak lama kemudian eyang Ano memeluk tubuh Zahira yang enggan menyambutnya.
"Jangan khawatir, Sayang!" gumam Eyang Ano.
“Tolong sayangi putriku. Mohon terima kekurangan dan kelebihannya. Bagaimanapun kondisi Lula, dia dicintai di keluarga kami.”
Tepukan lembut di pundak Zahira membuatnya semakin menunduk. Tangisnya kembali pecah, dia kembali memeluk tubuh Lula, seakan enggan untuk memberikan dunianya untuk orang lain.
Ya, 19 tahun Lula menjadi pusat kebahagiaanya, banyak hal yang dia dapatkan saat bersama Lula. Dan sekejap saja, kebahagian itu seperti direnggut paksa oleh Frans. Sekarang Zahira paham perasaan sang mama, kenapa beliau menangis saat ia menikah dengan Rainer.
“Tenanglah, Sayang! Kalau sampai Frans menyakiti Lula, Eyang sendiri yang akan turun tangan.” Eyang Ano beralih menatap Lula, tangan keriputnya membelai dengan lembut pipi Lula. “Segera berikan Frans bayi yang lucu ya! usianya sudah tidak lagi muda. Kasihan kalau nanti dia tidak sempat melihat cucunya.” Meski terdengar candaan, tapi kalimat itu menjadi beban tersendiri bagi Lula.
Hei Eyang! Aku cuma pekerja freelance di sini! Daddy yang membayarku lima juta perhari! batin Lula. Mustahil dia akan mendapatkan bayi dalam kurun waktu 6 bulan. Tepat saat nanti Lula lulus sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
☕/arsenlemuel/argyatristan☕
😂😂😂eh buset segala tali poci dah di bawa2
2024-06-28
0
Lun@alicter
pocong gak tuhhh😆😆😆😆😆
2023-02-13
0
@Ani Nur Meilan
Lula.. Kamu tuh tetap seorang istri terlepas dari semua kontrak pernikahanmu j...
2022-12-30
0