Setelah memisahkan diri dari kedua orang tuanya, Qailula mengayunkan langkahnya ke ruangan yang digunakan untuk merias mempelai wanita. Gadis itu sudah tidak sabar ingin melihat secantik apa wanita yang hendak dinikahi Daddy angkatnya itu.
Bibir tipisnya berdendang lirih, mengiringi langkah kakinya menuju ruangan yang ada di lantai satu. Qailula sudah hapal di mana saja letak setiap ruangan rumah itu. Bahkan, art yang bekerja di sana sudah kenal dekat dengannya, sangking seringnya dia berkunjung ke rumah tersebut.
Tiba di ruangan yang digunakan, Lula lekas mendorong pintu tersebut. Ironisnya, dia justru melihat mempelai wanita melompat dari jendela kamar. Lula terlihat panik, dia bingung harus melakukan apa.
"Tante!" panggil Lula, berusaha mencegah niat buruk wanita yang hendak dinikahi Daddy Frans. Sayangnya, wanita itu tetap kabur begitu saja, meninggalkan beban bagi Lula, karena dia saksi atas kepergian wanita itu. Tidak ada siapapun di sana, dan otomatis ... tidak ada bukti yang membenarkan jika Lula tidak terlibat atas kepergian sang mempelai wanita.
"Pengantinnya di mana?" MUA yang baru saja memasuki ruangan sembari membawa baju kebaya bertanya kepada Lula.
"Di—dia pergi!" bibir Lula bergetar hebat, tangannya menunjuk ke arah jendela. "dia kabur lewat jendela," sambungnya menjelaskan, pikirannya semrawut, khawatir wanita itu akan menyalahkannya atas kepergian calon mempelai.
"Apa?! mana mungkin itu terjadi!" MUA itu menunjukan wajah shock, belum ada lima menit dia meninggalkan Priscilla untuk mengambil kebaya yang hendak digunakan untuk akad tapi wanita itu sudah kabur. Padahal sebelumnya tidak terjadi apapun dengan sang mempelai wanita. "Kamu tahu dia hendak kabur? kenapa tidak kamu cegah!"
Aku sudah mencegah tapi dia nekad kabur! ucap Lula dalam hati. Dia tidak memiliki keberanian untuk membela diri.
Suara langkah kaki yang mendekat ke ruangan membuat Lula meremas erat sisi gaun yang dikenakan. Jantungnya berdebar kencang saat pintu ruangan sudah terbuka lebar.
Kepala Lula menunduk dalam saat suara dari Eyang Ano menggelegar memenuhi ruangan. Wanita yang sudah tak lagi muda itu memaki para penjaga yang membiarkan calon mantu cucunya kabur begitu saja.
"To-lol kalian semua!" umpatnya penuh emosi. Wanita itu berjalan memasuki ruangan berpegangan erat pada tongkatnya.
"Sudah kuduga ini bakalan terjadi!" ucap Eyang Ano, ia berjalan mendekati meja rias, di mana Lula kini tengah berada di sana. Wanita tua itu tak mampu lagi berdiri tegak, dia mengambil duduk di bangku yang tadi digunakan untuk mempelai wanita.
Lula merasa lega karena eyang Ano tidak menyalahkan dirinya atas kepergian Priscilla. Tapi kali ini, dia bisa melihat kesedihan yang ditumpahkan wanita tua itu.
"Aku akan mati! tapi cucuku belum nikah!" keluhnya seraya memukul bagian dada. Tampak jelas wanita itu sedang putus asa, mendapati kenyataan yang terjadi saat ini.
Sekejap kemudian, pandangan Eyang Ano nampak kosong, menatap lurus pantulan jati dirinya. Lamunanya berakhir ketika dua orang berjalan penuh wibawa memasuki ruangan.
Tak beda jauh dengan Lula, Frans dan Ibnu terlihat panik setelah mendengar kabar jika Priscilla kabur di hari pernikahannya.
Saat Lula beralih menatap eyang Ano ekspresinya tampak berbeda. Wajahnya berubah marah, tak seperti tadi yang penuh akan penyesalan.
"Sudah berapa kali Eyang bilang ke kamu! jangan menikahi wanita itu, tapi kamu tetap saja bandel! Dasar BERANDAL TENGIK! Jika sudah seperti ini, apa yang akan kamu lakukan? Hah! Eyang sudah tua, sudah tidak bisa mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milikmu!" wanita itu memaki sang cucu, yang Frans lakukan hanyalah menundukan kepala.
Dari dulu Eyang Ano memang tidak begitu menyukai Priscilla. Butuh waktu lama untuk wanita itu memberikan restu pada mereka berdua.
"Ini juga bukan keinginan Frans, Eyang ... aku tahu dia punya alasan yang kuat kenapa memilih pergi dari acara ini!" Frans masih saja membela Priscilla, tidak peduli sudah sebesar apa wanita itu menginjak harga dirinya. Sepertinya cinta sudah membutakan Frans.
"Sangat tidak bertanggungjawab!" kata Eyang Ano meledakan emosinya, memukuli kepala Frans dengan kipas di tangan.
Lula hanya mampu menyaksikan perdebatan antara Eyang dan cucunya itu. Untuk saat ini, dia bisa melihat bagaimana rapuhnya sosok Daddy Frans, kehilangan calon istri, dan mungkin sebentar lagi, dia harus merelakan jabatannya untuk diserahkan kepada sang adik yang lahir dari ibu tiri.
"Masalah perusahaan, mungkin kita masih bisa memikirkan jalan keluarnya nanti. Bagaimana dengan tamu undangan di luar sana? Dengan acara resepsi nanti malam? Eyang tidak bisa membayangkan akan sehancur apa keluarga kita di depan mereka. Eyang ingin mati saja kalau begini. Tembak Eyang saja!" teriak Eyang Ano, dengan suara tak jelas.
Lula terkejut mendengar perintah eyang Ano, dia mendongak hendak membujuk Eyang Ano supaya tidak melakukan hal nekad. Tapi pandangannya justru bertemu dengan sahabat daddynya.
Jujur ia terpesona saat melihat lebih detail wajah mempelai pria itu. Tubuhnya terlihat sempurna dengan jas putih yang membalut badan. Potongan rambutnya yang baru dan terlihat lembab, semakin menonjolkan sisi karismatik pria itu. Pandangan Lula seperti dipaku mati oleh Frans, hingga lidahnya yang hendak berkata-kata, mendadak kelu. Dia tidak mampu berpikir jernih saat ini.
"Frans akan tetap menikah, Eyang ..." kata Frans lembut, tatapannya tak berpindah sedikitpun dari Lula, bahkan untuk detik ini, pria itu mampu tersenyum cerah.
"Wanita mana lagi yang akan kamu nikahi?! dasar bodoh!" sungut Eyang Ano, kesabarannya semakin tipis.
Mata Frans mengerjap berulangkali, seakan sedang memberi isyarat pada Lula. "Frans akan menikahi Lula!"
"Enggak!" Lula menolak tegas permintaan Frans. Berbeda dengan Eyang Ano yang langsung membekap mulutnya dengan tangan.
Mereka bertiga saling bertukar pandang. Hingga sesaat kemudian eyang Ano kembali bersuara. "Eyang setuju kalau kamu mau menikah dengan cucuku!" bujuk Eyang Ano, turut membantu Frans untuk meluluhkan Lula.
Lula sadar dirinya bodoh, IQ nya ngesot banget tapi dia tidak akan menikah dengan sahabat daddy nya sendiri terlebih usianya saat ini baru 19 tahun. Apa kata teman-temannya nanti, ketika tahu dirinya dinikahi pria berusia dua kali plus satu dari usianya
"Lula ...."
Panggilan yang terdengar lembut itu menggoyahkan pilihan Lula. Dia melihat raut memohon yang ditunjukan Frans. Dalam pikirannya hendak menyangkal, tapi hatinya tidak tega melihat kesedihan di mata pria itu.
"Please ..." sambung Frans diiringi raut memelas. Lula menggeleng, menolak permintaan Frans. Dia benar-benar tidak bisa menjalani pernikahan dini, masa depannya yang belum tentu arah akan semakin kacau jika dia menikah muda.
"Kita bicara sebentar!" Frans sedikit memaksa, dia menarik tangan Lula, membawa gadis itu ke ruang yang lebih private.
"Enggak ya, Dad! Lula masih muda, Lula nggak mau menikah!" tolak Lula saat mereka tiba di area walk in closet yang ada di kamar itu.
Hening semakin membuat Lula khawatir, terlebih kedua tangan Frans kini berada di sisi tubuhnya, membuat wajah pria itu yang tengah menunduk semakin dekat padanya. "Apa yang kamu ketahui tentang pernikahan?!" tanya Frans, lirih, dia tengah memainkan strategi untuk memenangkan hati Lula.
Pertanyaan itu membuat Lula tak berkutik. Netranya terus melirik kesal ke arah Frans. "Hubungan badan, memiliki bayi! Itu dunia pernikahan dan aku nggak mau masa mudaku lenyap dengan hal-hal seperti itu!"
Jawaban Lula membuat sudut bibir Frans berkedut. "Dengarkan Daddy baik-baik, Lula ...." telunjuk Frans mengangkat dagu gadis kecilnya. "Pertama Daddy akan membebaskanmu dari kekangan Daddy Rainer, termasuk ...."
"Pacaran?" potong Lula.
Frans mengangguk cepat, dia akan setuju apapun permintaan Lula, asal hari ini bisa dilewatinya dengan baik. "Uang jajan! Kamu bisa minta berapapun yang kamu mau. Asalkan kamu mau membantu Daddy hari ini."
Lula merenung, dia tengah memutar ulang kehidupannya. Selama ini uang jajannya memang melimpah ruah, dari opa, Oma, kakek nenek semuanya memberinya uang jajan. Sayangnya, bukan dia yang mengelola, seluruh uangnya dikendalikan oleh ayah Rainer. Dia hanya diberi bekal makan siang plus uang jajan seratus ribu per hari, yang menurutnya kurang banyak untuk mentraktir teman-temannya.
"Satu juta perhari?" minta Lula, dia masuk ke perangkap Frans. Pria itu tahu benar kelemahan Lula.
"Boleh."
"Oh, tidak, itu terlalu sedikit!" Lula kembali memikirkan kebutuhannya, dia akan semakin banyak menolong anak-anak di pinggir jalan, jika memiliki uang banyak. Dia juga tidak akan mencuri bahan-bahan untuk membuat kue di toko roti Oma nya. Bukankah itu menyenangkan? pasti bunda akan bangga padanya jika dia sukses tanpa menyusahkannya! pikir Lula.
"Lula mau lima juta perhari," cetus Lula, setelah berpikir matang.
"Okay, Daddy akan memberimu lima juta perhari!" sahut Frans tanpa berpikir ulang.
"Janji?!" Lula terlihat begitu senang, gadis itu belum paham tentang janji pernikahan yang akan mengikatnya.
"Iya, janji!"
Lula meraih tangan Frans, memberikan tanda deal pada pria itu. "Tunggu! Tunggu ... tapi sampai kapan Lula akan menikah dengan Daddy?"
"Sampai ka—pan?" Frans berkata lambat, dia sendiri tidak tahu kapan akan mengakhiri pernikahan bodoh yang tengah direncanakannya ini. Ia berusaha menarik napas dalam-dalam. "Sampai Daddy ... merasa sudah cukup untuk mengakhirinya."
"Oh, tidak! biar Lula yang memutuskan! enam bulan, sampai aku lulus SMA!"
Frans memejamkan mata rapat, lalu mengangguk pelan. Sebelum tangannya terlepas, pria itu kembali mengeratkan cengkeramannya di telapak tangan Lula.
"Lula, pernikahan bukan tentang hubungan badan. Ingat, baik-baik, meski Daddy yang membayarmu untuk bekerja freelance, Daddy janji nggak akan menyentuhmu meski kita sudah halal! Kamu akan memberikan seluruhnya pada pria yang kamu cintai. Paham?"
Bagaimana bisa Frans berhubungan badan dengan gadis yang sudah seperti anaknya sendiri. Saat bayi saja, dia turut serta menggantikan popok Lula, masa iya setelah dewasa dia tega melakukan itu pada Lula. TIDAK, dia tidak akan sampai hati melakukan itu. Dia hanya akan menikahi Lula di atas kertas. Dia masih akan tetap menjaga gadis itu sebagai anak dari sahabatnya.
Setelah kesepakatan singkat itu terjadi. Frans membawa Lula kembali menghadap Eyang Ano. Dari kejauhan wanita itu terlihat murung, mungkin memikirkan nasib Frans yang tak kunjung menikah disaat usianya hampir mendekati kepala empat.
"Ibnu, minta MUA masuk untuk mendadani Lula!" perintah Frans pada sekretarisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
😍wike😍
polos benar si lula🤭
2023-10-24
0
Holyhaein
dasar bocah si lula, gara2 uang jajan 5 jt mau diajak nikah
2023-02-12
0
choowie
Lula kamu gegabah ngambil keputusan☹️
2022-12-23
0