Bab 4: Langkah Pertama

Rumah Sakit.

Harry bersandar di dinding dengan kepala tertunduk, sementara seorang wanita paruh baya berjalan kesana kemari dengan gelisah.

Mereka saat ini sedang berada di luar ruang operasi. Harry tidak menyangka ayahnya akan kecelakaan selama pesta. Dia tidak datang ke pesta sehingga dia tidak tahu kronologi kejadiannya, tetapi dari yang dia dengar lampu gantung yang seharusnya menimpa Marrie, malah mencelakai ayahnya karena mereka sempat bertukar posisi sebelum kecelakaan itu.

Harry melirik ibunya dari sudut matanya, riasan pada wanita paruh baya itu sudah sedikit luntur karena air mata. Dia tidak menghibur ibunya bukan karena dia tidak mau, tetapi dia tidak bisa. Dia sendiri juga tidak yakin apakah ayahnya akan baik-baik saja. Ketika sampai di rumah sakit, ayahnya sudah kehilangan cukup banyak darah dan mereka harus mencari beberapa pendonor darah.

Sekarang sudah subuh, dan operasi masih belum selesai. Harry tidak bisa menahan rasa cemasnya, ini kedua kalinya dia tidak bisa melakukan apa pun...

Sementara mereka berdua semakin gelisah, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.

Wanita paruh baya itu segera menghampiri dokter dan dengan cemas bertanya, "Dok, bagaimana keadaan suami saya?"

Dokter yang melakukan operasi memberi mereka tatapan simpati, "Bu, operasi berjalan dengan lancar, tetapi suami ibu mengalami pendarahan di otaknya sehingga kami tidak bisa menentukan kapan suami ibu bisa bangun."

Harry bisa melihat wajah ibunya yang semakin memucat ketika mendengar kalimat dokter. Entah kenapa dia merasa tahun ini segala sesuatu tidak akan berjalan lancar di keluarga mereka, dia harap mungkin hanya dia yang terlalu paranoid.

......................

Marrie duduk di meja makan dengan lesu. Warna hitam terlihat jelas membingkai matanya. Dia mengkhawatirkan ayahnya, tetapi dia lebih terganggu dengan isi surat yang tidak diketahui asalnya. Surat itu mengatasnamakan gadis kecil yang sudah lama dilupakannya, tetapi bagaimana mungkin orang mati bisa mengirim surat? Jelas-jelas dalangnya adalah orang lain yang mungkin mengetahui kejadian itu...

Memikirkan hal ini, Marrie semakin tidak tenang. Sudah bertahun-tahun semenjak kejadian itu, dia tidak menyangka masalah ini akan menggangu hidupnya lagi setelah bertahun-tahun. Seseorang pasti menargetkannya...

Deringan ponsel membuyarkan lamunan Marrie.

Mama?

"Halo Ma, ada apa?"

"Marrie, papa baru selesai operasi, tetapi dokter bilang otak papa mengalami pendarahan dan sekarang kita tidak tahu kapan papa bisa sadar."

Suara pahit di sisi lain panggilan terdengar jelas dengan sedikit sengau seolah baru selesai menangis. Marrie terdiam, kebingungan dan kegugupan terpampang di wajahnya. Dia tidak mengira akan mendengar kabar kalau ayahnya sedang koma.

"Marrie, Nak...?" suara di sisi lain sedikit cemas ketika tidak mendapatkan tanggapan dari Marrie.

"Marrie, kamu baik-baik saja kan?"

"Iya Ma, maaf, tadi aku sedikit kewalahan dengan berita ini. Kalau begitu sekarang aku ke sana ya, Ma," ujar Marrie dengan tergesa-gesa.

Ibu Marrie mengucapkan kata-kata menghibur yang tidak terdengar meyakinkan di telinga Marrie sebelum menutup panggilan.

Setelah panggilan ditutup, Marrie langsung berganti pakaian dan bersiap-siap sebelum dia mengendarai mobilnya ke rumah sakit.

......................

"....Marrie, papa baru selesai operasi, tetapi dokter bilang otak papa mengalami pendarahan dan sekarang kita tidak tahu kapan papa bisa sadar."

"Marrie, Nak...?"

"Marrie, kamu baik-baik saja kan?"

"Iya Ma, maaf, tadi aku sedikit kewalahan dengan berita ini. Kalau begitu sekarang aku ke sana ya, Ma...."

Di ruangan yang gelap itu, rekaman suara yang diputar terdengar jelas oleh pemiliknya. Duduk di depan laptopnya, Felice mengirimkan sejumlah uang ke akun tertentu kemudian menghapus semua jejak aktivitasnya. Selesai melakukan pekerjaannya, Felice merenggangkan tubuhnya dengan malas dan mematikan rekaman. 

Duduk di sampingnya, ada seorang gadis kecil dengan ekspresi senyuman kaku. Suasana gelap ruangan membuat gadis kecil itu tampak lebih menyeramkan, tetapi Felice dengan tenang memindahkan gadis kecil itu ke pangkuannya dan mengatur posisinya. Gadis kecil itu tidak merespon ketika dipindahkan karena gadis itu sama sekali bukan manusia sesungguhnya, melainkan manekin yang dibeli Felice dari toko gelap.

"Feline, apakah kamu mendengarnya, ini adalah langkah pertamaku untuk membalaskan dendammu. Seperti yang sudah kujanjikan, ini hanyalah awal."

Felice memeluk gadis kecil itu dengan sayang sambil membelai rambut manekin itu dengan kelembutan yang tidak tersamarkan. Sampai sekarang Felice masih tidak bisa menahan rasa kagumnya, meskipun dia tahu ini adalah manekin, tapi semua bagian dari manekin ini tampak sangat sempurna, rambutnya sangat lembut seperti rambut manusia, kulitnya sangat halus seperti kulit bayi, bulu matanya sangat lentik, semuanya persis seperti dalam ingatan yang telah dikuburnya selama bertahun-tahun. Satu-satunya pengecualian adalah kedua bola matanya tidak memiliki sedikit pun cahaya kehidupan, pengecualian inilah yang selalu mengingatkan Felice kalau ini bukanlah adiknya, melainkan hanya sebuah boneka kosong.

Suara ketukan pintu yang tiba-tiba, mengganggu waktu nostalgia Felice. Kilatan dingin melintas di kedua pupilnya, namun ketika suara yang dikenalnya berbicara, suasana beku di sekitarnya perlahan surut.

"Felice, sarapan sudah siap. Ayo turun makan."

Ternyata ibunya.

Meskipun kurang senang, Felice tetap menjawab dengan nada lembut dan sengau, "Lima menit lagi Ma..."

Di depan pintu, ibu Felice menggelengkan kepalanya tanpa daya, "Sayang, meskipun ini hari minggu, kamu tidak boleh bermalas-malasan."

Tidak ada balasan dari putrinya. Akhirnya ibu Felice mengalah dan berkata, "Kalau begitu lima menit lagi ya. Jangan lupa turun makan, Papa dan Mama mau keluar sebentar."

Felice menunggu selama beberapa waktu sebelum yakin kalau ibunya sudah turun dan dia menyimpan manekin Feline di sebuah kotak sebelum menyembunyikannya di dalam lemari, jangan sampai orang tuanya menemukan benda ini dan menyebabkan masalah yang cukup merepotkan.

Selesai menyimpan manekin Feline, dia mengeluarkan beberapa botol obat yang tidak berlabel dari laci dan memakannya satu persatu. Beberapa hari ini, sakit kepalanya mulai kambuh lagi...

Setelah minum obat, Felice berbaring di kasurnya sejenak dan menutup matanya dengan satu lengan. Samar-samar dia mengingat kata-kata gurunya, jika dia terus mendorong otaknya bekerja, penyakitnya bisa bertambah parah dan tidak melepas kemungkinan kalau dia mungkin bisa berakhir gila. 

Felice mengepalkan tinjunya, dia sudah lama gila, lalu apa bedanya jika penyakitnya kambuh? Menghela nafas pelan, Felice menyunggingkan senyuman kecil. Dia mungkin akan mengecewakan harapan gurunya. 

Yah...setidaknya langkah pertama sudah selesai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!