"Felice, maukah kamu datang ke pesta ulang tahunku?"
Felice melihat undangan yang disodorkan kepadanya, jadi gadis ini akan segera berusia tujuh belas tahun ya...
Sudah sebulan sejak Felice pindah ke sekolah ini. Dalam waktu yang singkat ini, dia telah membangun hubungan baik dengan setiap siswa, termasuk Marrie. Tentu saja kecuali teman sebangku yang kerjanya hanya tidur setiap hari. Dia berencana meningkatkan rasa suka Marrie padanya dan kemudian secara perlahan memulai rencananya dan mulai menyusup masuk ke kehidupan gadis ini.
"Felice?"
Sebuah tangan menepuk bahu Felice. Marrie sedikit tidak senang ketika dia diabaikan, namun rasa tidak senang itu mereda ketika temannya menerima undangannya dengan ekspresi malu-malu dan sedikit permintaan maaf.
"Tentu saja aku mau. Maaf, tadi aku sedang memikirkan tugas fisika. Terima kasih ya karena sudah mengundangku. Aku pasti akan membawakan hadiah yang istimewa untukmu."
Marrie tersenyum senang dan lanjut membagikan kartu undangan kepada teman-teman yang lain. Sementara itu, Felice melihat kartu undangan di tangannya, senyuman manis terbentuk dibibirnya.
Aku pasti akan memberikan hadiah spesial yang tidak akan pernah kamu lupakan, Marrie.
......................
Bel berbunyi menandakan waktu pulang sekolah. Marrie berbicara dengan beberapa gadis sebelum menyimpan bukunya dan menuju Felice, "Felice, aku dan Yulia berencana untuk belajar bersama di rumahnya, kamu mau ikut?"
"Maaf Marrie, kalian pergi berdua saja. Soalnya aku sudah ada janji dengan keluarga, mungkin lain kali saja ya," tolak Felice dengan senyuman manis seperti biasa.
"Oh...ok, kalau begitu aku pergi dulu ya. Sampai jumpa besok," ujar Marrie dan kemudian pergi ke sisi Yulia yang menunggunya di depan kelas. Felice melambaikan tangannya kepada gadis itu sebagai salam perpisahan.
Felice keluar dari sekolah dan melihat mobil keluarganya. Dia membuka pintu dan duduk di dalam mobil, lalu berkata kepada supirnya, "Pak, nanti setelah sampai rumah jangan simpan mobilnya di garasi, soalnya nanti aku mau keluar sebentar."
"Baik Non Felice."
Waktu perjalanan dari sekolah ke rumah hanya sebentar saja. Seperti yang diminta Felice, supirnya memarkir mobil di depan rumah sebelum pulang. Felice sendiri segera ke kamarnya dan berganti pakaian. Dia memakai jaket hitam dan jeans, serta membawa topi dan masker. Saat dia turun, supirnya sudah tidak ada lagi, jadi dia dengan tenang mengendarai mobil mengelilingi kota, sebelum mengarahkan mobil ke jalan tertentu.
Felice berhenti di depan sebuah toko yang menjual obat-obatan dan meminta sekotak halusinogen dan antidepresan. Setelah itu, dia pergi ke toko butik dan secara acak memilih gaun termahal. Selesai membeli hadiah untuk Marrie, sekarang saatnya dia menyiapkan hadiah yang sebenarnya.
Dia mengendarai mobilnya ke sebuah jalanan terpencil. Mobil itu memasuki gang yang agak sempit dan berhenti di depan sebuah toko kecil. Mengenakan topi dan maskernya, lalu memakai tudung jaketnya, Felice memasuki toko itu.
Toko itu penuh dengan manekin-manekin yang dipajang di seisi rak dengan berbagai ukuran. Di kursi goyang, duduk seorang nenek tua yang menutupi wajahnya dengan koran, seolah tertidur. Felice mengetuk meja kaca dan membuat nenek itu terbangun.
"Siapa yang mengganggu tidurku..."
"Pelanggan, Nek," jawab Felice dengan suara terendam dari balik maskernya.
Mendengar kata "pelanggan", nenek itu langsung terbangun dan buru-buru menyambut tamunya dengan senyuman ompong.
"Mau beli manekin? Kamu bisa memilih berbagai ukuran di rak itu."
"Nek, aku mau produk khusus."
Nenek itu menatap Felice dengan senyuman sopan, "Nak, semua produk manekin di toko ada disini."
"Aku mau yang hampir mirip seperti manusia. Nenek tahu kan..," ujar Felice sambil mengeluarkan sebuah foto seorang gadis kecil serta sebuah kertas kecil yang dilipat.
Sang nenek membaca isi kertas kecil itu dan kemudian mengangguk. Ekspresi senyumannya berubah menjadi acuh tak acuh. Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil sebuah daftar dari bawah rak dan meminta Felice untuk mengisi persyaratan produk.
Felice dengan tenang menandai dan mengisi setiap persyaratan yang diinginkannya, mulai dari bahan kulit, mata, rambut, dan sebagainya. Setelah selesai, Felice mengeluarkan sebuah amplop dan menaruhnya di meja.
"Ini uang mukanya, sisanya akan dibayar setelah barangnya siap. Kira-kira butuh berapa lama supaya produknya bisa selesai?"
Nenek itu menghitung uang di amplop lalu menyimpan foto yang diserahkan Felice, "Sekitar seminggu."
"Baiklah. Seminggu lagi aku akan kembali, kuharap pada saat itu produknya sudah diselesaikan dengan sempurna."
"Jangan khawatir karena kenalanmu memperkenalkan toko ini, maka itu artinya produknya bisa dipercaya," ujar sang nenek dengan senyuman percaya diri.
Setelah menerima janji pemilik toko, Felice segera kembali. Jika dia keluar terlalu lama, orang tuanya akan mulai menanyakan kegiatannya. Felice berharap dia tidak perlu mulai membohongi orang tuanya lebih awal.
Seminggu kemudian, Felice kembali ke toko manekin dan menerima produk yang diinginkannya. Saat pertama kali melihat manekin yang memiliki wajah Feline, nafasnya tertahan sejenak. Dari kepala sampai kaki, manekin ini benar-benar serupa dengan gadis kecil dalam ingatannya. Kulit pada boneka itu seperti kulit manusia, kecuali suhu yang sedikit lebih dingin dibandingkan suhu manusia normal.
Toko ini benar-benar sesuai dengan reputasinya...
Felice membelai pipi gadis manekin itu dengan nostalgia, Sayangnya dia hanya manekin...
"Bagaimana?"
"Sangat mirip. Siapa pun tidak akan mengira kalau ini adalah manekin."
Sang nenek melihat pelanggannya mengamati manekin itu dengan antusias. Sambil menghisap rokoknya, sang nenek pun bertanya, "Nak, kalau nenek boleh tahu, memangnya kenapa kamu menginginkan manekin ini?"
"Tentu saja sebagai hadiah."
......................
"Selamat ulang tahun Marrie."
Felice memeluk gadis itu dengan senyuman bahagia. Saat ini, dia sedang menghadiri pesta ulang tahun gadis di pelukannya. Bintang utama hari ini tampil luar biasa glamor dengan gaun merah anggur yang menonjolkan bentuk tubuhnya yang menawan. Marrie melepaskan pelukan mereka dan menarik Felice untuk berkumpul dengan teman-teman lainnya.
Pesta ini cukup besar, tamu yang diundang tidak hanya berasal dari sekolah, tetapi juga rekan bisnis keluarga Marrie.
Felice berdiri di sudut dan memandang targetnya. Marrie sedang diperkenalkan oleh ayahnya kepada rekan bisnis keluarga mereka. Gadis itu terlihat sangat bahagia...
Sambil memutar gelas wine nya, Felice mengamati warna merah di gelasnya dan tersenyum.
Merah memang indah...
Prank!
"Ahhh! Ayah!!!"
Cukup indah untuk membuatnya menangis...
Felice menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan kilatan kegembiraan yang terpancar di pupilnya.
Suasana yang awalnya meriah menjadi panik. Marrie terlihat sangat syok ketika melihat ayahnya berdarah di lantai dengan sisa pecahan lampu gantung yang menusuk tubuh ayahnya di beberapa bagian. Ibu Marrie dengan panik berbicara di telepon sementara putrinya hanya bisa menangis karena ketakutan.
Tamu-tamu yang awalnya bersikap ramah, hanya menonton keluarga mereka dari samping dan berbisik. Marrie bisa merasakan pandangan menusuk beberapa tamu yang secara terang-terangan menganggap kejadian buruk yang menimpa ayahnya sebagai bahan gosip yang menarik.
Beberapa kaca terbang menusuk kulitnya, mewarnai lengan dan kakinya dengan warna merah, sepenuhnya sesuai dengan gaun yang awalnya sudah merah.
Dari jauh, Felice menyimpan semua adegan ini di benaknya. Rasa puas membuncah dalam dirinya.
Merah memang sesuai untuk Marrie...
Sayangnya, salah satu tokoh tidak ada disini...
Setelah puas melihat adegan menarik yang menghiburnya, Felice meninggalkan pesta dengan tenang.
....
Marrie duduk di kamarnya dengan lesu. Ayahnya masuk ke rumah sakit dan sekarang dirawat di ICU, pesta yang seharusnya meriah, berakhir dengan sangat tragis. Dia benar-benar tidak mengerti mengapa lampu gantung yang jelas-jelas berkualitas baik bisa jatuh begitu saja. Staf hotel telah meminta maaf atas kejadian ini, tetapi ibunya bersikeras ingin menuntut mereka.
Dari sudut matanya, Marrie melihat tumpukan hadiah yang diletakkan di lantai kamarnya. Untuk melepas stress-nya, dia memutuskan untuk membongkar hadiah yang diberikan kepadanya.
Dia cukup puas karena rata-rata hadiahnya adalah barang-barang mewah, sampai dia akhirnya melihat sebuah kotak kecil yang cukup sederhana. Marrie sedikit tidak senang ketika melihat kotak kecil yang terlihat sederhana itu, namun dia memutuskan untuk membukanya dan melihat siapa pengirimnya.
Ketika tutup kotak dibuka, terlihat sebuah foto terlampir di dalamnya dengan kertas origami merah yang terlipat.
Marrie membeku ketika dia melihat foto tersebut. Foto itu adalah sebuah foto lama yang berisi sekumpulan anak kecil dengan seragam sekolah. Salah satu wajah gadis kecil di foto tersebut diberi tanda silang dan dia jelas mengenalinya karena gadis itu adalah dirinya sewaktu SD.
Dia mengambil kertas kecil di dalam kotak dan membukanya dengan perasaan yang tidak nyaman. Namun, matanya melebar seketika dan kertas merah itu meluncur ke bawah dari jari-jarinya. Kilatan ngeri terlihat di pupilnya. Cermin besar di ruangan itu memperlihatkan beberapa baris kata di kertas itu yang tulisannya bengkok, namun cukup jelas.
Hi Marrie, Selamat ulang tahun!
Apakah kamu suka dengan hadiahku?
Feline.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments