David melangkah gontai meninggalkan kediaman Teresia yang kini telah kosong ditinggalkan oleh penghuninya. Hatinya benar-benar merasa hancur karena wanita itu pergi begitu saja. Tanpa jejak, tanpa kabar bahkan tanpa tahu kemana wanita itu pergi.
"Tunggu," pinta sang pemilik kontrakan yang masih berdiri tepat di depan rumah.
"Ada apa lagi?'' tanya David dengan nada suara malas.
"Sepertinya kamu benar-benar orang kaya. Maaf karena saya tidak percaya sama kamu kemarin."
David tidak menanggapi lalu meneruskan langkah kakinya.
"Hey ... Bayar dulu uang tunggakan calon istri kamu itu. Katanya kamu orang kaya." Teriaknya lagi dan sontak saja, David menghentikan langkah kakinya seraya mengepalkan kedua tangannya.
Dengan perasaan kesal, David pun merogoh saku celananya lalu meraih di dompet dari dalam sana.
Bret ....
Dia pun melemparkan segepok uang lembaran seratus ribuan tepat didepan ibu tersebut lalu melenggang begitu saja dengan hati dan perasaan hancur.
"Dih, dasar orang kaya sombong. Main lempar-lempar aja. Tapi, tidak masalah si sepertinya jumlah uang ini lebih banyak dari yang seharusnya." Senyum ibu tersebut lalu memungut uang tersebut dengan perasaan senang.
Flash back and.
David memgusap wajahnya kasar. Ini bukan kali pertamanya dia berakhir di tempat itu dengan harapan bahwa dia akan bertemu dengan wanita pujaan hati yang telah dia cintai selama 2 tahun lamanya.
"Kenapa sulit sekali melupakan kamu, Tere? Apa sedalam itu rasa cinta saya sama kamu?" Gumamnya menarik napas panjang lalu menghembuskan'nya secara perlahan.
Dreeet ... Dreeet ... Dreeet ....
Suara ponsel yang bergetar seketika membuyarkan lamunan panjangnya. David pun menatap layar ponsel lalu mengangkat telpon.
📞 "Halo, ada apa?" Tanya David dengan nada suara malas.
📞 "Ada apa gimana maksudnya? Kamu dimana Pak bos? Ini sudah siang lho, apa anda lupa kalau ada meeting penting hari ini? Pak bos juga harus ngehadiri pembukaan cabang kita di desa terpencil. Ini acara penting lho." Tanya Anggita sang sekertaris nan jauh di sana.
📞 "Astaga, kenapa saya bisa lupa? Saya ke kantor sekarang juga." Ucap David menutup sambungan telpon dan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
'Saya harap saya bisa ketemu lagi sama kamu, Tere,' (batin David.)
♥️♥️
Trok ... Trok ... Trok ....
"Teresia, BANGUUUUN ... ASTAGA SUDAH JAM BERAPA INI?" Teriak Larisa sang Kaka mengetuk pintu kasar.
Ceklek ....
Tere pun membuka pintu kamar dengan wajah yang terlihat masih menahan rasa kantuk.
"Iya, kak. Aku bangun. Huaaaa ...'' Lemahnya seraya menguap.
"Baju kakak yang semalam kamu setrika di simpan dimana? Pagi ini mau kakak pakai, apa jangan-jangan kamu sembunyikan di kamar ya?"
"Ada di kamar kakak dong, buat apa aku nyembunyiin baju kurang bahan kayak gitu di sini?''
"Di kamar gak ada, Tere. Coba kamu ambil sendiri sana."
"Kakak yang mau pake kenapa aku yang harus ambilin?"
Greeep ....
Tiba-tiba saja Larisa menarik kasar rambut Tere membuatnya seketika meringis kesakitan.
"Arrghh ... Sakit, kak. Iya-iya aku ambilin." Ringis Tere memegangi kepalanya.
"Buruan sekarang, kebiasaan banget ya. Mulut kamu ini harus di kasih pelajaran biar gak jawab terus kalau aku lagi ngomong."
"Hehehe ..." Tere hanya menanggapi dengan tersenyum cengengesan.
Ya ....
Teresia hanya menanggapi ocehan bahkan sikap kasar sang kakak dengan tersenyum cengengesan seolah sudah terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu dari kakak tirinya di rumahnya sendiri.
Semenjak sang ayah tiada 10 tahun yang lalu, dia memang tinggal bersama Larisa kakak tirinya. Sementara sang ibu tiri sudah berpulang dua tahun yang lalu, dan itulah yang membuatnya meninggalkan pekerjaannya di kota dan memilih menetap di kampung demi menemani sang kakak.
Tere pun melenggang keluar dari dalam kamar menuju kamar Larisa untuk mencari pakaian yang dia setrika tadi malam.
Ceklek ....
Pintu kamar sang Kaka pun di buka. Tere masuk ke dalamnya lalu berjalan ke arah lemari.
"Semalam aku gantung di dalam lemari, kak?" Ucapnya menatap lemari kayu berukuran besar itu.
"Ya udah ambil."
'Dih, emang dia gak punya tangan apa? Masa ambil baju begitu aja minta di ambilin,' (batin Tere merasa kesal.)
Tere pun membuka pintu lemari lalu meraih baju yang dimaksudkan.
"Nih, ada 'kan? Makannya cari dulu baru marah-marah," celetuk Tere menyerahkan dress berwarna hitam kepada sang kakak.
"Hari ini kakak mau melamar kerjaan di perusahaan baru, kamu diam di rumah dan beres-beres seperti biasanya."
"Hmm ....'' Tere hanya menjawab dengan bergumam.
"Kalau jawab yang bener dong, hmm apa?"
"Iya kakak, sayang.'' Jawab Tere dengan nada suara malas.
Dia pun berlalu hendak meninggalkan kamar, akan tetapi Tere tiba-tiba saja menghentikan langkah kakinya lalu menoleh dan menatap wajah kakak tirinya itu.
"Kak, apa aku juga boleh melamar kerja di sana?" Tanya Tere penuh harap.
"Dimana?"
"Di perusahaan baru yang kakak katakan itu?''
"Nggak, tugas kamu itu ngurus rumah. Apa kamu lupa pesan Mommy sebelum beliau meninggal dua tahun yang lalu? Kamu harus menjaga kakak dan ngurus rumah ini juga."
"Dih emangnya Kaka bayi harus di jaga segala.'' Celetuk Tere dengan suara pelan.
"Hah? Kamu bilang apa barusan?"
"Nggak, ko. Aku gak bilang apa-apa. Hanya saja, aku juga butuh uang, kak. Kalau aku cuma tinggal dan ngurus rumah juga darimana aku bisa memenuhi kehidupan aku sehari-hari. Emangnya kakak mau kasih uang bulanan buat aku?"
Larisa terdiam sejenak seperti sedang berfikir.
'Iya juga ya. Mana sudi aku kasih dia uang bulanan, enak aja.' (batin Larisa.)
"Gimana, kak? Kakak mau nggak kasih aku uang jajan tiap bulannya?" Tanya Tere lagi dengan wajah polos memelas.
"Ya udah iya.''
"Iya apa? Iya kakak mau kasih uang jajan buat aku?"
"Dih enak aja, kakak yang kerja masa kamu yang enak. Kamu boleh melamar kerja di sana. Tapi, sebelum kamu kerja, itu juga kalau kamu keterima si. Sebelum kamu berangkat kerja kamu harus selesaikan dulu pekerjaan di rumah. Jangan sampai pekerjaan rumah terbengkalai gara-gara kamu sibuk kerja di luar." Tegas sang kakak akhirnya mengijinkan.
"Beneran, kak?" Tere tersenyum sumringah.
"Iya, buruan keluar. Kakak mau ganti baju ini."
Grep ....
Tere seketika langsung memeluk tubuh kakak tirinya itu meluapkan rasa senang.
"Makasih, kak Larisa. Makasih banget."
"Ikh ... Apaan si, biasa aja kali. Kamu itu bau belum mandi." Ketus Larisa menghempaskan tubuh Tere kasar hingga dia hampir saja tersungkur.
"Iya-iya, aku mandi dulu kalau gitu."
"Eit ... Selesaikan dulu pekerjaan rumah."
"Iya ..." Jawab Tere lalu benar-benar keluar dari dalam kamar.
♥️♥️
Suara riuh tepuk tangan nampak terdengar menggema saat David menggunting pita sebagai simbol bahwa cabang perusahaannya telah resmi di buka. Dia pun tersenyum sumringah menatap semua yang hadir di sana.
Akhirnya, dia bisa mengembangkan perusahaan miliknya dan tentu saja menciptakan lapangan pekerjaan. Acara pun akhirnya selesai di adakan. David hendak kembali ke hotel dimana tempatnya menginap sekarang.
Dia pun berjalan bersama beberapa staf perusahaan menuju mobilnya. Akan tetapi tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang dan membuatnya tersungkur di atas tanah.
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja." Ucap wanita tersebut membuat David seketika tercengang dengan bibir yang membisu.
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
༄༅⃟𝐐ahNyaak moon.༐༐༅⃟𝓮𝓵
semoga ini desa tere.. 😆😆
2022-12-05
0
ria sufi
lanjutkan
2022-12-02
1