"Ayo Ma, Pa, kita berangkat," seru Safira dengan sangat antusias.
Melihat putrinya sangat bersemangat, Gavin segera meletakkan sarapannya dan beranjak dari kursinya sambil berkata,
"Ayo Ma kita berangkat."
Seketika Tiara beranjak dari duduknya dan menggandeng Safira.
"Tunggu, biar Papa bungkus makanannya ya," ucap Gavin sambil mengangkat piring yang berisi makanan.
"Eh gak usah Mas. Lebih baik kita makan saja di luar. Malu tau gak bawa makanan gituan," sahut Tiara dengan cepatnya.
Gavin meletakkan kembali piring yang dibawanya. Dia tersenyum tipis mendengar perkataan istrinya. Kemudian dia berjalan menyusul anak dan istrinya yang berjalan ke arah halaman rumah mereka.
Tiara memang hanya memakan makanan makanan ala restoran. Dia tidak pernah memakan makanan yang bernilai kampungan.
Dia memang bukan dari keluarga berada, hanya saja gaya hidup keluarganya sangat mewah, sehingga gaya hidupnya itu terbawa sampai sekarang.
Bahkan dia tidak pernah makan tahu, tempe, ikan asin dan kawan-kawannya. Dan dia juga tidak pernah masuk dapur untuk memasak. Dia takut tangannya akan terluka jika memasak. Sehingga wilayah dapur menurutnya sangat berbahaya.
Selama ini Gavin sangat memanjakan istrinya. Dia yang selalu berada di dapur untuk memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dan dia pula yang seharian merawat dan mendidik Safira, anak mereka.
Memang benar Gavin merupakan orang kaya, tapi dia tidak menyukai ada orang lain yang tinggal bersama keluarga mereka. Oleh karena itulah dia tidak memiliki pembantu.
Gavin seorang pengusaha muda yang mempunyai beberapa toko perhiasan. Sehingga dia bisa bersantai di rumah. Dia hanya perlu mengecek pembukuan setiap toko dan melakukan kunjungan saja, tapi itu tidak dilakukan setiap hari.
Tiara yang menjadi wanita karir selalu berada di luar rumah. Dan itulah yang membuat hubungannya dengan suami dan anaknya renggang.
Bahkan sering sekali dia meninggalkan anak dan suaminya dalam waktu beberapa hari untuk pergi ke luar kota.
Jadi, Gavin lah yang menjadi bapak rumah tangga dan Tiara menjadi ibu pekerja. Dan Safira ingin mamanya mempunyai waktu bersamanya.
Di dalam mobil, Safira bernyanyi dengan riangnya. Dia terlihat sangat bahagia. Bahkan wajah bahagia itu tidak pernah dilihat Gavin selama beberapa tahun terakhir ini.
Safira duduk di kursi paling belakang dengan bantal dan boneka kesayangannya. Sedangkan Tiara duduk di kursi tengah sendirian. Dan Gavin, dia duduk di kursi pengemudi dan terlihat seperti seorang sopir yang sedang mengantar nyonyanya.
"Kita pergi ke mana Sayang?" tanya Gavin pada istri dan anaknya.
"Taman Safari!" seru Safira dengan riangnya.
"Terlalu jauh Sayang. Kita ke mall saja ya. Lain kali kita akan pergi ke Taman Safari," sahut Tiara sambil menoleh ke arah belakang, di mana Safira berada.
Gavin melihat sekilas dari kaca spion yang ada di tengah. Tampak raut kekecewaan pada wajah Safira. Dia merasa iba pada putrinya. Hanya saja tidak ada yang bisa dilakukannya selain membujuknya.
"Safira Sayang, kita ke Mall saja ya. Kita sarapan dan membeli barang-barang yang kamu inginkan," tutur Gavin yang bertujuan untuk membujuk anaknya.
Selang beberapa detik kemudian Safira terlihat tersenyum. Dia teringat akan barang yang ingin dibelinya.
"Beneran kan Pa, Safira boleh membeli apa saja?" tanya Safira untuk mengingatkan apa yang telah dikatakan oleh papanya tadi.
"Iya Sayang, Papa janji," jawab Gavin sambil tersenyum melihat putrinya melalui kaca spion mobil yang berada di tengah.
Akhirnya mereka berada di suatu Mall terbesar di kota tersebut. Mereka bergandengan tangan bertiga dengan Safira berada di tengah Gavin dan Tiara.
"Kita makan dulu yuk Ma, Pa," ucap Safira sambil menunjuk salah satu restoran yang ada di Mall tersebut.
Gavin tersenyum dan menganggukkan kepalanya pada Safira. Kemudian mereka masuk ke dalam restoran tersebut.
"Mas, apa Mas Gavin gak punya pakaian lain? Itu udah jelek banget Mas. Jangan di pakai lagi. Malu-maluin tau gak," ucap Tiara setelah beberapa saat kepergian waiter dari meja mereka.
Gavin melihat dirinya sendiri dari atas hingga bawah. Menurutnya penampilannya itu tidak terlalu buruk. Bahkan menurutnya sudah rapi dan keren.
"Kenapa sih Sayang? Apa yang salah dari penampilanku?" tanya Gavin sambil mengernyitkan dahinya.
"Sudahlah, pokoknya aku gak suka kalau jalan sama Mas Gavin dengan pakaian yang seperti itu. Duit Mas banyak, beli saja beberapa pakaian baru dan pakaian yang lama-lama buang saja," ucap Tiara dengan entengnya.
Gavin menoleh ke arah Safira. Untung saja anaknya itu sedang asik dan fokus bermain game di ponselnya sehingga tidak mendengar perdebatan kecil antara mama dan papanya.
Gavin ingin sekali memprotes perkataan istrinya itu, sayang sekali dia hanya bisa mengatakannya hanya dalam hatinya saja.
Bukannya aku pelit dengan diriku sendiri. Aku hanya memikirkan kalian, anak dan istriku. Aku sudah tidak memikirkan diriku sendiri. Semua uang yang aku miliki hanya untuk kalian berdua.
Gavin melihat anak dan istrinya yang sedang makan sambil memakan makanan miliknya.
Diperhatikannya istrinya yang memakan makanannya dengan lahap. Berbeda dengan tadi ketika memakan nasi goreng buatannya yang memakannya dengan lambat dan hanya sedikit.
Dalam hati dia mengatakan jika makanan yang dimakan istrinya sepadan dengan kecantikannya.
Setelah mereka selesai makan, mereka kembali berjalan ke time zone sesuai dengan permintaan Safira.
Di sana mereka bermain banyak sekali permainan yang membuat Safira merasa senang. Binar kebahagiaan terlihat dengan jelas di mata Safira.
Gavin tersenyum bahagia melihat putri semata wayangnya tidak berhenti tersenyum dan tertawa sejak pagi tadi.
Bagi dirinya tidak ada kebahagiaan selain melihat anak dan istrinya tertawa bahagia. Apapun akan dilakukannya agar senyum dan tawa mereka tidak akan pudar.
Tiba-tiba saja Tiara menghentikan permainannya. Gavin heran dan bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa istrinya itu menghentikan permainannya.
Ternyata Tiara mengambil ponsel dari dalam tasnya. Memang tidak ada yang tahu jika ponsel Tiara sedang ada panggilan ataupun pesan, karena selama ini ponselnya selalu dalam keadaan diam dan hanya bergetar saja jika sedang ada pesan dan telepon.
"Aku harus pergi sekarang. Semuanya sudah menungguku," ucap Tiara setelah membaca pesan pada ponselnya.
"Tapi Ma, kita belum belanja," Safira merengek menghentikan mamanya pergi.
"Gak bisa sekarang Sayang. Mama harus meeting sekarang. Semuanya sudah menunggu kehadiran Mama. Safira belanja sama Papa aja ya Sayang," ucap Tiara sambil menatap wajah anaknya.
Gavin tidak bisa menghentikan kepergian istrinya. Dia hanya bisa membujuk Safira agar bisa melepas kepergian mamanya untuk pergi bekerja.
"Sayang, kita belanja yuk sekarang. Biar Mama berangkat kerja ya," ucap Gavin sambil berjongkok mensejajarkan tinggi badannya dengan tinggi badan anaknya.
"Sudah ya, Mama berangkat dulu. Kita ketemu lagi nanti di rumah," ucap Tiara sambil melambaikan tangannya pada anak dan suaminya.
Safira dan Gavin menatap nanar kepergian Tiara yang berjalan cepat seolah terburu-buru.
"Yuk Sayang kita belanja," ucap Gavin sambil tersenyum pada Safira agar anaknya bisa tersenyum kembali.
"Kenapa sih Pa, Mama harus bekerja? Pulangnya juga selalu malam. Kenapa Mama tidak seperti Mamanya teman-teman Safira yang selalu mengantar jemput mereka di sekolah?" tanya Safira dengan wajah sedihnya.
Hati Gavin terasa sakit mendengar perkataan anaknya. Terasa sekali kesedihan yang dirasakan anaknya itu ketika dia mengatakannya.
Diraihnya tubuh anaknya itu ke dalam pelukannya agar anaknya itu tidak lagi merasa sendirian. Kemudian dia berkata,
"Tenang Nak, ada Papa yang selalu bersamamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Erni Cahaya Nst
kok engga ada apa2 nya yg mn thor?????
2022-12-22
0