"Mas Gavin mau apa?" tanya Tiara sambil memegang tangan Gavin yang hendak mengambil ponsel milik Tiara.
Gavin terkejut mendapati istrinya ternyata belum tidur. Sedangkan tadi pada saat dia masuk ke dalam kamar tersebut, terlihat sekali jika istrinya sudah tidur dengan nyenyak.
"Eh ini, hp kamu layarnya nyala. Aku kira tadi alarm, mau aku matikan agar tidur kalian tidak terganggu," ucap Gavin sambil tersenyum manis pada istrinya.
Seketika wajah Tiara terlihat tegang. Dengan cepatnya tangan Tiara mengambil ponselnya yang berada di atas meja dekat ranjangnya.
Kemudian dia segera menyembunyikan ponselnya di bawah bantalnya.
"Ada apa Mas Gavin ke sini?" tanya Tiara dengan gugup.
Gavin menatap wajah cantik istrinya yang tidak berani menatapnya. Istrinya itu menatap ke lain arah ketika Gavin menatapnya.
"Ma, sudah lama kita gak melakukannya. Apa Mama gak ingin melakukannya denganku, dengan suamimu ini?" tanya Gavin dengan menegaskan kata suami sambil menatap istrinya dengan tatapan penuh harap.
"Maaf Mas, aku lelah, aku capek baru pulang bekerja. Besok aja ya. Kan masih ada hari esok," jawab Tiara sambil tersenyum kaku pada suaminya.
Gavin tersenyum tipis. Dia tertawa dalam hatinya, menertawakan dirinya sendiri yang kembali ditolak oleh istrinya ketika mengajaknya berhubungan layaknya suami istri.
"Ya sudah, kalau gitu aku tidur bersama kalian saja. Sedari tadi aku gak bisa tidur. Mungkin aku gak bisa tidur tanpa istri cantikku ini," ucap Gavin mencoba merayu istrinya.
Tiara diam beberapa saat, tampak sekali dia sedang berpikir. Kemudian dia berkata,
"Baiklah, tapi Mas Gavin tidur di sebelah Safira ya. Takutnya nanti dia terdesak dan jatuh ke lantai," ucap Tiara sambil tersenyum manis pada suaminya.
Gavin menghela nafasnya dengan menatap nanar wajah istrinya. Tapi dia tidak bisa mengutarakan kekecewaannya atas penolakan istrinya.
Dengan berat hati Gavin berjalan memutari ranjang untuk tidur di sebelah Safira, putri mereka.
Dia merebahkan tubuhnya menghadap ke arah istrinya dan memandang wajah istrinya yang sudah memejamkan matanya. Dalam hati dia berkata,
Kenapa aku jadi merasa jauh dari istriku? Semakin hari kita semakin jarang bersama. Bahkan bertemu saja hanya beberapa jam. Apa ini demi uang?
Lambat laun mata Gavin terpejam. Tangannya memeluk tubuh Safira yang juga memeluk dirinya.
Sinar matahari pagi menembus tirai kamar mereka. Gavin membuka matanya. Dia tersenyum melihat wajah cantik istrinya dan wajah cantik putrinya yang mirip seperti dirinya.
Sudah sangat lama dia menantikan seperti ini. Saat di mana mereka bisa berkumpul tanpa gangguan apapun.
Tiara mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan dengan sinar yang masuk ke dalam retina matanya.
"Kamu sudah bangun Sayang?" tanya Gavin ketika melihat mata istrinya terbuka.
"Emmm…," Tiara hanya melenguh menjawab pertanyaan suaminya.
Merasa pergerakan dari kedua orang tuanya, Safira membuka matanya. Kemudian dia tersenyum melihat mama papanya yang masih menemaninya tidur di sampingnya.
"Ma, Pa, kita jalan-jalan yuk," ucap Safira dengan sangat antusias.
"Bukannya kamu harus sekolah Sayang?" tanya Tiara sambil mengernyitkan dahinya.
"Safira sudah masuk liburan sekolah Sayang," sahut Gavin dengan suara lembut dan tersenyum pada istrinya.
"Oh… udah mulai liburan sekolah ya," ucap Tiara sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mama gak pernah di rumah sih, jadi gak tau kan kalau aku sudah mulai liburan sekolah," sahut Safira sambil merajuk memajukan bibirnya.
Tiara mencium pipi kanan dan kiri Safira. Kemudian dia berkata,
"Maafkan Mama ya Sayang. Kerjaan Mama akhir-akhir ini sangat banyak."
Melihat anaknya yang terlihat sedih seperti itu membuat Gavin sangat terluka. Dia menatap bergantian pada anak dan istrinya. Kemudian dia berkata,
"Ma, apa tidak sebaiknya kamu berhenti bekerja saja? Aku masih mampu membiayai kebutuhan keluarga kita. Kita perbanyak waktu bersama untuk menebus waktu kita yang hanya bertemu beberapa jam saja setiap harinya."
Sontak saja Tiara menoleh ke arah Gavin dengan tatapan sinis sambil berkata,
"Mas Gavin tau kan seberapa besarnya pengorbananku hingga aku bisa berada di tempatku saat ini? Aku gak bisa Mas. Maaf. Aku gak bisa meninggalkan pekerjaanku yang bisa menghasilkan banyak uang dibandingkan aku hanya ada di rumah saja jadi pengangguran yang menyia-nyiakan hidupku."
Gavin kembali menghela nafasnya. Berat sekali rasanya akan memarahi istrinya. Selama ini dia memang sangat memanjakan istrinya hingga dia benar-benar menjadi nyonya rumah yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
"Pokoknya Safira gak mau tau. Hari ini Safira mau kita jalan-jalan bertiga," Safira kembali merajuk dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
Melihat anaknya yang seperti itu, Gavin merasa sangat iba dan merasa hatinya seperti tergores benda tajam.
"Ma, ayolah. Luangkan waktu sebentar saja untuk Safira. Kasihan dia. Safira hanya ingin memiliki waktu bersama kedua orang tuanya," tutur Gavin mengiba dengan tatapan memohon pada Tiara.
Tiara diam, dia berpikir sambil menatap wajah Safira. Kemudian dia berkata,
"Baiklah, tapi Mama tidak bisa lama. Pekerjaan Mama masih banyak."
Safira pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan sangat antusias. Kemudian dia memeluk erat tubuh mamanya sambil berkata,
"Terima kasih Mama."
Tiara tersenyum sambil memeluk tubuh putrinya dan mengusap rambut lembut putri kesayangan mereka.
Air mata menggenang di pelupuk mata Gavin ketika melihat betapa senangnya Safira ketika mengetahui mamanya bisa meluangkan waktu untuknya.
Gavin pun memeluk tubuh istri dan anaknya yang sedang berpelukan itu. Tak terasa bulir air matanya menetes ketika memeluk mereka.
Ada rasa senang, tenang dan nyaman dalam hatinya. Inilah yang sudah lama dia inginkan. Merasakan seutuhnya keluarga kecil mereka yang benar-benar bahagia.
"Pa, Ma, Safira gak bisa nafas," protes Safira yang berniat untuk membebaskan dirinya dari pelukan kedua orang tuanya.
Seketika Gavin dan Tiara melepaskan pelukan mereka. Dan mereka tertawa bersama melihat wajah Safira yang memerah.
"Ya udah yuk kita siap-siap dulu. Papa akan menyiapkan sarapan untuk kita," ucap Gavin sambil beranjak dari tempatnya.
Tiara mengajak Safira untuk membersihkan badannya dan mempersiapkan semua pakaiannya dan pakaian Safira.
Sedangkan Gavin, dia menyiapkan sarapan di dapur. Dia menghangatkan makanan yang dibawa oleh Tiara semalam dan membuat nasi goreng untuk sarapan mereka.
Setelah makanan sudah siap di meja makan, Gavin segera membersihkan badannya dan mengganti pakaiannya.
"Yuk sarapan," ucap Gavin sambil berjalan menuju meja makan yang sudah ada Tiara bersama Safira di sana.
"Ini makanan yang kemarin aku bawa ya Mas?" tanya Tiara sambil menunjuk beberapa makanan yang terhidang di meja makan.
"Iya, udah aku hangatkan tadi," jawab Gavin sambil meletakkan nasi goreng di piringnya.
"Mas Gavin makan aja deh. Aku udah bosan makan itu dari kemarin," ucap Tiara sambil meletakkan nasi goreng pada piringnya.
Gavin kembali menghela nafasnya. Ingin sekali dia mengatakan jika dia ingin melarang istrinya untuk pulang membawa makanan yang sekiranya tidak akan dimakannya.
Namun, ditahannya semua itu agar tidak ada pertengkaran di antara mereka.
"Mama ngapain bawa makanan pulang kalau gak mau makan?"
Mata Gavin terbelalak mendengar pertanyaan yang dilontarkan Safira pada mamanya. Pertanyaan Safira itu benar-benar mewakili dirinya.
Tiara meletakkan sendoknya, kemudian dia berkata,
"Makanan itu untuk kalian berdua."
"Sayang, aku mampu kok membeli makanan seperti ini. Lebih baik kamu tidak usah membawa makanan dari event yang kamu hadiri. Nanti kamu akan malu jika sering-sering membawa makanan pulang seperti ini," ucap Gavin dengan bijak.
Drrrttt… drrrt… drrttt…
Ponsel Tiara bergetar dalam tasnya. Hingga terdengar oleh mereka bertiga karena tas tersebut diletakkan oleh Tiara di atas meja makan.
Segera diambilnya ponselnya dan dilihatnya. Kemudian dia menatap Gavin dan Safira bergantian sambil berkata,
"Mama hanya ada waktu satu jam. Kita berangkat atau di rumah saja?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Dedy Agung
pulang malam soal nya kalau malam suka ke hotel
2023-09-25
0