Follow ig@putritanjung2020 ~
“Tamu? Masa iya sih, Mbak? Bukannya dia itu cucu….”
Petugas kantin dengan cepat menutup mulut tak jadi bicara, entah apa yang membuatnya tidak melanjutkan perkataannya. Tapi masa bodo lah, itu juga bukan urusanku.
“Ohh, ternyata lelaki yang sedari tadi selalu dilirik para karyawan perempuan di sini rupanya si ganteng itu temannya Bu Saras toh,” ucap mbak kasir ini yang ternyata sebelas duabelas dengan Sari, centil.
“Dia bukan teman saya, Mbak, saya juga baru kenal hari ini sama dia. Orangnya nyebelin!” selaku ketus.
“Tolong agak cepat dikit dong, Mbak,” salakku datar semakin kesal karena sang kasir kantin seolah dengan sengaja memperlambat urusanku.
Terpesonanya dia pada Ram membuat waktuku malah banyak terpotong. Padahal dia tau kalau waktu yang kupunya selalu berharga bukan untuk bercengkrama tak jelas, apalagi masalah yang dibincangkan hanya soal pria tak jelas.
“Eeh maaf, Bu Saras, sebentar saya scan dulu kartunya ya,” sahutnya mbak petugas kasir akhirnya berusaha dengan cepat melakukannya. Tidak membutuhkan waktu lama, kami berdua bergegas meninggalkan kantin.
“Ri, kamu itu bener-bener centil ya?” tanyaku mengomentari kelakuan Sari barusan.
“Bu, kalo ada barang bagus itu kita harus gerak cepat, siapa tau kan ada jodoh sama saya uuppss,” tiba-tiba Sari menutup mulutnya, dan jujur aku bingung dengan sikap sari barusan.
“Sari! Kamu itu punya suami lo ya, jangan macem-macem jadi perempuan! Itu namanya bikin malu kaum perempuan!” Mataku tidak kuasa lagi menahan untuk tidak melotot di depannya.
“Peace, canda Bu, jangan masukin ati, Bu … baiknya masukin perut aja biar besok bisa disetor pagi dalam kamar mandi hehehe. Ibu kayak nggak tau aja kalo orang ganteng itu emang sulit untuk ditolak pesonanya hahaha,” lanjutnya terkekeh sendiri.
Langkah kakiku akhirnya berhenti, dengan penuh rasa penasaran aku menatap kedua mata Sari.
“Ri, kok aku baru tau ya kamu segitu centilnya. Memangnya suamimu mau dikemanain?” tanyaku penasaran karena jujur saja aku baru kali ini memperhatikan sikap Sari yang menurutku agak kegatelan dengan seorang pria. Padahal sebelumnya sekretarisku itu tapi pernah memiliki sifat ganjen.
“Emangnya cuma laki aja yang bisa begitu, Bu? Kita wanita ini juga punya hak yang sama kalii, jangan mau ditindas sama laki-laki yang kegatelan sama perempuan, kita juga bisa melakukannya dengan jauh lebih elegan hahaha.”
Sari yang berbicara ceria tapi masih jelas di telingaku ada percikan api amarah dalam orasinya tadi, ada apa dengan sekretarisku hari ini?
“Ri, kamu masih waras, kan? Obatmu masih ada, hmm?” tanyaku dengan sedikit canda, padahal pikiran ini masih bingung dengan sikapnya yang berubah drastis.
Sari cengar cengir tanpa dosa, aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sesaat aku jadi ingat sama Raju — suamiku, entah apa yang akan kukatakan padanya nanti ketika sampai di rumah. Sepertinya Raju akan banyak menghabiskan waktu untuk kembali mencari pekerjaan baru atau malah mangkrak di rumah saja. Entahlah, kepalaku terasa pusing seiring hati yang teriris perih jika mengingat perbuatannya di belakangku..
Aku dan Sari kembali melangkahkan kaki.
“Oh ya, Bu, aku jadi penasaran deh kenapa si tuan besar manggil Ibu, ya?” Kembali dengan nyinyir Sari bertanya padaku.
Aku jadi gemas melihat Sari yang kembali kumat dengan rasa penasarannya.
“Hehehe kepo aja kamu, sabar ntar juga kita bakalan tau sendiri. Mudah-mudahan aja kita sengaja dipanggil berdua menghadap beliau untuk mendapatkan bonus gede tak terduga, Ri. Mayan kan buat nambahin beli tanah, ngareepp ya Ri, hahaha!” jawabku santai dan mulai nge-halu seiring tawanya yang begitu lepas.
Sejak menjadi General manager aku merasa semakin banyak beban. Apalagi hari ini, otakku sudah terasa penuh dan pusing. Bagaimana aku tidak merasa pusing ketika mendapatkan kabar suami akan menjadi seorang pengangguran, parahnya lagi Raju berani bermain api dengan wanita lain. Padahal suamiku juga harus menghidupi ibu dan adiknya.
Ditambah lagi kondisi rumah tanggaku, hufff karir yang selama ini aku kejar, ternyata berbuah pengkhianatan. Sakit rasa hati ini yang berjuan untuk kehidupan kami berdua tapi suami malah bermain gila.
‘Apa jangan-jangan suamiku itu dipecat gara-gara video yang kulihat barusan?’
Pertanyaan itu tiba-tiba saja bergerak menari-nari di dalam otakku yang terlalu pintar setiap melihat objek apa pun di depan mata.
Lain isi lamunanku, lain pula isi lamunan Sari yang masih saja memikirkan bonus lebih dari tuan besar. Sungguh aku harus bisa selalu terlihat ceria di atas luka hati ku sendiri.
“Eh siapa tau bener lho, Bu … hehehe. Kalau misalnya beneran dapat bonus yang gede, Ibu jangan lupa bagi dua ya sama Sari! Anggap uang denger gitu lho, Bu … hahaha,” derai tawa Sari yang masih saja nge-halu.
Aku dan Sari merasa puas berkhayal walau sempat tadi khayalanku melayang sendirian teringat akan video panas Raju. Berkhayal bersama sebagai penghilang rasa jenuh, kini saat nya aku memenuhi kewajibanku sebagai seorang hamba yang sangat merindukan Tuhan.
Akhirnya kami pun beranjak dari kantin menuju Mushola yang memang sudah disediakan pihak perusahaan untuk seluruh karyawan yang beragama Islam.
Selesai menunaikan sholat Dzuhur, aku dan sekretarisku itu pun kembali menuju kantor yang berjarak agak memakan waktu. Dengan berjalan santai aku teringat akan sesuatu yang tadi di pegang sama Sari. Aku memang berbeda, di balik sikap tegas dan wajah datar saat bekerja, sangat berbanding terbalik jika sedang berada di luar jam kerja karena aku akan lebih terlihat seperti sahabat yang selalu pengertian.
“Sari, aku jadi penasaran deh, tadi amplop apa sih yang ada di tanganmu? Kok kayaknya ceria banget setelah menerimanya?” tanyaku dengan sorot mata menyelidik.
Sari yang ditanya malah senyum-senyum, sesaat untuk menemani langkah kami, dia akan membuat atasannya ini penasaran.
“Kasih tau gak ya …?” godanya, membuat ku jadi makin penasaran.
“Ini waktunya mepet lho, Sari cantik, kamu gak usah buang waktu kayak gitu deh,” rajuk ku dengan menekuk bibir .
Sari yang memang nampaknya ingin cerita kepada ku, akhirnya perempuan itu pun menghentikan godaannya. Senyumku mengembang, Sari harus segera bercerita, karena kami akan segera sampai ke gedung perkantoran.
“Ini sebenarnya surat keputusan cerai dari pengadilan agama, Bu,” jawab Sari santai dan tetap dengan wajah yang ceria, tidak sedikit pun terlihat ada kesedihan di raut wajahnya.
Jantungku berdenyut sakit seketika, aku menghentikan langkah, hal ini tentu saja juga ikut membuat Sari terpaksa berhenti.
“Kamu kok malah bisa sesantai itu setelah menerima perceraian, Ri? Emangnya nggak sedih gitu jadi seorang janda?” tanya ku yang kehilangan senyum ini seketika.
Entah kenapa jantungku merasa tidak baik-baik saja, debaran itu semakin kencang dan sedikit membuat tubuh ini bergetar. Bagaimana mungkin seseorang yang baru saja menjadi janda malah terlihat begitu bahagia seolah-olah pernikahan yang dijalankan selama ini merupakan sebuah beban yang membuatnya menderita.
Kembali bayangan video berdurasi singkat yang tadi pagi ku terima bermain-main dalam ingatan, nyeri rasa hati ku saat ini masih saja berdenyut tajam. Aku harus pandai-pandai membagi perasaan yang sekarang hancur lebur dan bingung dengan pekerjaan yang setiap hari sangat menyita perhatian, tenaga dan pikirannya.
‘Apa aku jaga bakalan jadi janda sebelum merasakan malam pertama?’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Fra
wah..wah...ngkak ini mah😁😁😁😁😁😁
2022-12-15
0
eenok
mendg janda rasa perawan srah... dr PD km jnda blong hehhe ..jgn serhkn ma suami km yg selingkuh itu ya ..gemes sndr..biar jd jackpot buat suami Bru km nanti aja jnda tp prawan
2022-12-03
2
candra rahma
mending jd janda saras dr pada py suami tp berkhianat
2022-12-03
1