🌹 **Happy Reading **🌹
Di sebuah ruangan terlihat seorang wanita tengah menangis dalam diamnya, "mengapa Anda menikahi saya Tuan, dari awal perjanjian kita tidak seperti itu Tuan," lirihnya pelan, dengan tangisnya yang sudah sesegukan sedari tadi.
Melihat tangis Jennifer, awalnya Arvan merasa bersalah. Tidak seharusnya dia memaksa seorang wanita menikah denganya dan mengancam untuk tidak meneruskan pengobatan sahabatnya itu.
"Bersyukur karna aku mau bertanggung jawab atas apa yang telah ku ambil dari mu. Nikmati saja seluruh aset kemewahan yang akan ku berikan kepadamu." serunya dengan sikap yang sangat-sangat terkesan angkuh.
Jeniffer tersenyum tipis di dalam tangisnya, "Anda yang meminta saya untuk melayani Anda Tuan, bukan saya yang memaksa Anda, lalu mengapa Anda bilang saya harus bersyukur, apa yang harus saya syukuri di pernikahaan ini Tuan,?" Tanyanya dengan penuh rasa berani.
Arvan yang mendengar itu langsung tersulutkan emosinya, dia menganggap bahwa Jeniffer adalah wanita yang tidak tau berterima kasih.
"Dengar! Aku tidak suka mengulangi perkataanku 2 kali. Aku menikahimu karna rasa bersalah, ketika aku mengetahui jika aku lah yang pertama bagimu. Dan ingat ini baik-baik! Lahirkan anak untuk ku, meskipun aku tidak mencintai mu, tapi aku menginginkan anak di dalam pernikahaan kita ini." Tegasnya tanpa memperdulikan perasaan Jenni yang sangat lemah.
"Tuan, jika Anda tidak mencintai ataupun tertarik dengan ku, lalu mengapa tidak Anda pilih wanita di luar sana untuk Anda nikahi, mengapa Anda harus merusak masa depan indah ku Tuan, hiskk,,hissk, saya tidak meminta dan saya tidak akan bermimpi untuk bertemu dengan Anda, jadi apa yang harus di syukuri Tuan, aku hanya ingin bebas mengekspor dunia ini, lalu mengapa Anda malah menjeratku seperti ini," tangisnya sudah tidak bisa tebendung lagi.
Arvan terdiam mendengarnya, "aku tidak ingin menyakitimu Jenni, bersikaplah dengan baik, aku akan membayar seluruh biaya pengobatan sahabat kamu itu, nyawa sahabatmu itu bergantung bagaimana sikap mu kepadaku, dan aku ingatkan kamu, jangan mencintai ku, jangan pernah menaruh perasaan kepadaku." ucapnya memberikan peringatan kepada Jenni untuk haram baginya mencinta suaminya sendiri.
"Hiskk,,hisskk, hati manusia bukan kita yang ciptakan Tuan, Anda tidak bisa meminta kepada Hati saya untuk tidak jatuh cinta kepada suami saya sendiri, jika saya sudah menahanya, namun Tuhan mengingakan saya mencintai Anda, saya tau jika Anda kaya, bahkan sangat kaya, apa pun Anda bisa memilikiny, namun hati. Anda tidak bisa memaksa orang lain untuk tidak mencintai ataupun menaruh rasa kepada suaminya sendiri, itu Mutlak Tuan, dan ingat Anda bukan Tuhan yang mampu menentukan kepada siapa saya akan jatuh cinta." Ujarnya dengan tegas, menatap ke dalam mata Arvan, lalu detik selanjutnya dia melangkah pergi dari ruangan itu.
Dia melangkah ke ruangan lainya dan mengunci dirinya sendiri, "hisskk,,hiskk, Tuhan mengapa engkau menghukum ku seperti ini Tuhan, apakah ini adalah hukuman yang harus Jenni terima karna telah dengan beraninya melawan kakak, hiskk,,hiskk Jenni minta maaf Tuhan, Jenni mohon ampun, jangan hukum Jenni seperti ini,, Jenni ingin menikah namun dengan seorang yang mencintai Jenni Tuhan, bukan seseorang yang bahkan mencintainya saja Jenni tidak boleh, hisskk, sakit Tuhan,sakit, Jenni gak mampu melewati ini," tangisnya histeris terduduk di lantai, dia benar-benar menyesal karna merasa berdosa pada kakaknya.
Dia menyesal karna seharusnya dia tidak lari hanya untuk mendapatkan kebahagian yang sepertinya sudah tidak akan dia dapatkan lagi.
Jenni memandang ke arah luar, melihat orang lalu lalang dari atas Balkon Apartemen itu, "mungkinkah Jenni akan bahagia seperti pasangan itu?" Tanyanya dalam hati melihat sepasang kekasih yang tengah berjalan dengan tangan yang saling bertautan.
Dan detik selanjutnya dia menangis lagi, "Jenni gak mau nangis lagi, tapi Jenni gak tau bagaimana cara berhentikanya, hiskk,,hiskk, Jennu harus apa?? Lola Jenni harus apa? Hiskk,,hiskk," lirihnya bingung, karna dalam diam saja air matanya itu tak mau berhenti untuk keluar.
"Jenni tidur sajalah, mungkin saja jika Jenni tidur, air matanya mau berhenti dan Lola akan ada di sini," timpalnya lagi meyakinkan dirinya jika dengan tidur, semua masalahnya akan lenyap terbawa arus mimpi menyeramkan yang tengah dia jalani sekarang.
Dengan segera dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar yang besar dan rapi, menidurkan tubuhnya yang sangat lemah karna sedari pagi dia belum ada istirahat.
Bahkan dia tidur dengan masih menggunakan gaun pernikahaan beserta riasan yang sudah luntur, dia mencoba merilekskan pikirnya, mencoba menatap di sekilingnya, hingga tatapanya itu jatuh pada jari manisnya yang terdapat sebuah cincin berlian yang melingkar menghiasi tanganya itu.
Jenni menghembuskan nafasnya secara kasar, lalu melepaskan cincin itu dari jarinya, "untuk apa ada pernikahaan jika tidak ada cinta di dalamnya," lirihnya pelan, dan langsung memejamkan matanya, dan karna lelah dia tertidur tanpa memasang cincin itu kembali, sehingga cincin itu terjatuh dari tanganya dan entah di mana.
Sedangakan di sisi lain, terlihat seorang pria yang baru saja melangsungkan pernikahaan hari ini bersama dengan wanita yang menurutnya tidak akan pernah dia cintai.
Dalam diam dia memandang ke sebuah dua bingkai foto besar, yang menampilkan seorang wanita cantik nan elegant dan satu lagi adalah bingkai yang menampilkan sepasang suami istri yang sangat mesra.
"Sayang, aku sudah menikahinya, seperti apa yang kamu inginkan dan ucapkan di mimpiku kan, aku menikahinya sayang namun aku tidak bisa mencintainya seperti apa yang kamu minta, itu sulit sayang, itu sulit hiskk,hiskk," tangisnya yang sedari tadi dia tahan akhirnya kini pecah juga, di hadapan bingkai foto kekasihnya Mira.
"Mah,Pah, maafin Arvan Mah,Pah, Arvan tidak berniat menyakitinya, Arvan hanya mampu mencintai Mira Pah, namun Arvan juga mengingkan seorang keturunan untuk menemani hari-hari Arvan, hiskk,hiskk Arvan kesepian Mah,Pah, ampunilah Arvan." adunya pada bingkai Andreas dan Amanda orang tuanya.
Hanya di dalam ruangan seperti inilah Arvan bisa menangis, hanya di depan kedua bingkai itulah dia mampu mengadukan segala keluh kesahnya yang sangat menyakitkan.
"Aku harus kuat, dia tidak boleh jatuh cinta kepadaku, Mah, Pah ampunilah Arvan jika sampai melakukan hal ini, tapi Arvan hanya mengingkan keturunan, Arvan hanya mencintai Mira, dan selamanya Mira," yakinya penuh harapan.
Dia tidak ingin menyakiti istrinya saat ini lebih dalam lagi, biarkanlah di dalam pernikahaan itu mereka menjadi sepasang teman maupun sahabat selamanya, sahabat yang di ikat oleh tali pernikahaan, agar suatu saat nanti jika mereka berpisah, tidak akan ada yang merasa tersakiti oleh perpisahaan ini.
Dia berjalan ke arah sebuah sofa untuk mengistirahatkan tubuhnya, dia lelah dengan hari ini.
Seandainya saja manusia bisa hidup dengan abadi, dan seandainya saja seorang keturunan bisa hadir tanpa harus di lahirkan oleh seorang istri, maka dia tidak akan memaksa Jenni untuk menikahinya.
Dia kesepian di dalam hidup ini, dia membutuhkan sebuah keturunan untuk melanjutkan kerjaan bisnis serta yang akan menemaninya melewati hari-har dengan penuh warna.
Karna dia sendiri merasa sekarang harinya hanya ada bewarna hitam dan putih tanpa warna.
Dengan menarik nafasnya dalam, dia melakukan hal yang sama dengan yang Jenni lakukan tadi, hanya bedanya dia tidak melepaskan cincin itu sebagaimana Jenni melakukanya tadi.
"Maaf kan aku Jenni, tapi aku hanya akan menanggapmu sahabat, dan aku akan membahagikan mu sebagai seorang kakak terhadap adiknya, hanya itu. Jika kamu berharap lebih aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa," Lirihnya pelan, memandang cincin pernikhaanya, lalu dia juga membaringkan tubuhnya yang lelah di sofa, untuk merilekskam pikiranya hari ini.
**To be continue. **
Jangan lupa Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya😘😘
Terima kasih🙏🏻🙏🏻
Follow IG Author @Andrieta_Rendra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Lyana Gunawan
semoga jd bucin ya kamu tuan arvan
2023-04-02
0