🌹 **Happy Reading **🌹
Plaaakkkk dengan berani Jenni menampar Robert tanpa ragu.
"Tenang, anda bilang tenang Tuan? Apakah anda Bodoh ha?" bentaknya yang benar-benar tidak terima jika pria asing di depanya ini mengatur dirinya dengan se enaknya saja.
Robert terdiam dengan memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan wanita ini.
"Jika yang di dalam sana adalah Sahabat yang telah memberikan kehidupanya kepada Anda apakah Anda akan bisa tenang ha," teriaknya lagi tepat di hadapan wajah Robert.
Namun dia masih belum menyadari sosok Arvan yang tengah tersenyum tipis melihat sikap dari wanita ini, tidak ada satupun orang yang berani menyentuh Robert, namun dia dengan berani malah menamparnya.
Beruntung Robert masih bisa menahan amarahnya saat ini, jika tidak maka habislah wanita asing ini sekarang.
Mengingat bahwa memang Robertlah yang bersalah, itulah sebebanya dia masih memberikan sebuah toleransi kepada Jenni.
Dokter wanita itu yang melihat keadaan sudah tidak terkendali, kini mulai memberanikan diri membuka suaranya.
"Nona, teman anda mengalami pecahanya pembuluh darah yang berada di kepalanya, dan itu menyebabkan sebuah pembengkaka otak yang sangat serius, kami harus segera mengoperasinya nona." Ungkap Dokter itu, menjelaskan tentang bagaimana keadaan Lola saat ini.
Deeeeggg bagaikan mimpi di siang bolong, rasanya seperti di hujani seribu petir yang sangat berbahaya.
"Oooperasi Dok?" Tanyanya meyakinkan lagi jika Dokter itu tidak salah dalam mengatakan hal ini.
Dan Dokter itu kembali menganggukan kepalannya pelan, dia tau apa yang sedang di rasakan oleh Jenni saat ini.
Bugghhhhhh Jenni terduduk lemas, tidak tau mau berkata apa lagi, "ini semua salahku, ya Tuhan apa yang harus ku lakukan, mengapa Lola, kenapa bukan aku Hisk,,hiskk," lirihnya merasakan tangisnya yang tak berujung.
Dia bingung apa yang harus dia lakukan saat ini, di negara baru seperti ini dimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk membayar operasi Lola, "Dokter, berapa banyak biayanya Dok?"tanyanya pelan, karna ragu mendengar nominal yang akan di sebutkan nanti.
"Soal biaya, saya tidak mengetahuinya Nona, anda boleh menanyakanya ke bagian administrasi." Timpal Dokter itu lagi.
Membuat Jenni terdiam seketika, dia tau pasti biaya yang di butuhkan akan sangat-sangat besar.
Karna tak mendapatkan respon pertanyaan lagi, Dokter itu berpamitan karna harus menangani pasien yang lainya.
Jenni yang menyadari kepergian Dokter itu kini melangkah masuk ke dalam ruangan ICU itu untuk melihat keadaan sahabatnya.
"Lola," panggilanya pelan ketika melihat wanita yang kuat seperti Lola, kini harus terbaring lemah dengan seluruh alat yang menopang kehidupanya.
"Hissk,,hisskk, Lola," panggilnya lagi dengan air mata yang tidak berhenti.
"Lola,,hisskk, bangunn,,bangun! Kamu jangan seperti ini,, kalo kamu seperti ini, bagaimana aku hidup di negara orang ini sendiri,, kamu janji akan menemani ku dalam keadaan apa pun, tapi kenapa kamu tidur,huee,,hisskk, jangan seperti ini ku mohon Lola, jangan seperti ini." ucapnya frustasi, dia bingung harus berbuat apa saat ini. Dia tidak memiliki uang sama sekali untuk menolong sahabatnya itu.
"Tolong kasih tau aku Lola, bagaimana caranya aku mendapatkan uang saat ini? Lola aku gak tau mau dapat uang di mana? Hiskk,,hisskk kamu jangan membuatku seperti orang gila Lola, please bangun,, kita cari uang sama-sama, kita berjuang hidup sama-sama kan janjinya kemarin, jadi aku mohon bangunn,, bangunnn," teriaknya sambil mengguncang-guncang tubuh Lola yang sama sekali tidak meresponya.
Jenni yang sudah tidak tahan lagi melihat kondisi sahabatnya itu, kini memilih berlari keluar untuk menenangkan dirinya, dan memilih duduk di taman rumah sakit itu. "Hissk,,hiskk, aku harus apa Tuhan,, aku harus apa," lirihnya pelan tanpa tau apa yang harus di lakukan saat ini.
Arvan yang sedari tadi melihat sikap dan prilaku wanita ini akhirnya memilih untuk menjalankan rencanya. Dia berjalan menghampiri Jenni yang saat ini sedang menangis. "Aku bisa membantumu keluar dari masalah ini," serunya tiba-tiba, yang sontak mengejutkan Jenni.
"Siapa anda?" tanyanya ketus sambil mengusap air matanya dengan menggunakan lenganya.
Arvan tersenyum sinis mendengar nada dingin dari wanita di hadapanya ini. Lalu detik kemudian dia mengulurkan tanganya untuk berkenalan.
"Aku Arvan," balasnya memperkenalkan dirinya.
Jenni yang melihat juluran tangan Arvan itu merasakan ragu untuk menjabatnya kemabali, hingga membuat Arvan kesal karna menunggu terlalu lama. "Tenang aku bukan orang jahat, aku hanya akan memberikanmu sebuah penawaran yang sangat menarik, yaitu simbosismutualisme," lirihnya pelan menatap serius ke arah Jenni.
"Siapa nama kamu?" tanyanya lagi, karna tidak mendapatka respon apa pun dari wanita ini.
"Jennifer," jawabnya dengan ragu.
Arvan langsung mengingat nama itu dengan baik, "Jennifer, so jadi sekarang kamu sedang membutuhkan uang untuk membayar biaya Operasi Sahabat kamu itu?"Tanyanya kembali, yang hanya mendapatkan jawaban dengan anggukan singkat dari Jenni.
Arvan menghembuskan nafasnya kasar, karna baru kali ini dia bicara dengan wanita yang sama sekali tidak ingin merseponya, padahal di luar sana begitu banyak wanita yang sangat ingin mendapatkan senyumanya saja harus rela mengantri, ini bahkan di ajak bicara saja seperti sangat susah sekali mengeluarkan suaranya. Benar-benar menarik menurutnya.
"Lalu apa yang mau kamu lakukan untuk mendapatkan uang itu," Lagi-lagi Arvan bertanya pada Jenni yang kini malah mengalihkan pandangnya ke depan dengan tatapan kosong.
"Apa pun itu, bahkan nyawaku sendiri akan aku korban kan jika perlu." balasnya dengan penuh keyakinan, yang semakin membuat Arvan tertarik ke dalam jeratanya.
"Aku akan membantu mu dengan sebuah syarat," Ujarnya mulai memberikan sebuah penawaran yang menguntungkan.
Jenni langsung menoleh dan menatap ke arah Arvan dengan pandangan meneliti, "apa yang sebenarnya anda inginkan Tuan?" tanya Jenni yang sepertinya sudah mengerti jika Arvan saat ini tidak mungkin memberikan sebuah bantun dengan cuma-cuma.
"Good Girl, ternyata kamu begitu pintar untuk memahami maksudku," balas Arvan dengan tersenyum puas, karna ternyata wanita ini bukanlah wanita bodoh yang tidak memiliki pendidikanya.
Jenni benar-benar malas meladeni pria asing ini, bukan saatnya untuk mengobrol santai pada saat, pria ini benar-benar sudah mengambil waktu berharganya.
"Cukup Tuan, jika sudah tidak ada kepentingan lagi, maka saya pamit. Masih banyak hal penting lebih berguna yang harus saya kerjakan di bandingkan saya harus mengobrol dengan Anda saat ini. Saya permisi." Pamitnya dengan wajah yang sangat-sangat tidak bersahabat.
"Aku bisa saja memerintahkan kepada seluruh staf untuk mencabut seluruh alat bantu oeranafasan teman kamu itu, jika kamu tidak mau menurutiku saat ini," ancamnya penuh dengan senyuman penuh kemenangan karna melihat Jenni yang kembali duduk ke tempat semula.
"Apa yang anda inginkan sebenenarnya Tuan," tanyanya sekali lagi, yang muak melihat pria asing di hadapanya ini.
**To be continue. **
Jangan lupa Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya😘😘
Terima kasih🙏🏻🙏🏻
Follow IG Author @Andrieta_Rendra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Indaharoen
authoooooor......daebakkkkkk.....author hebat...semangat thor...Karyamu sungguh fantastik....
Aku suka....aku suka
2023-03-23
0