"hai sayang."
Keira tak sengaja menjawab panggilan Abel dengan seperti itu. Membuat satu kampus menoleh kepada Keira. Arga apalagi, dia melotot tahu Abel kenal Keira.
"Abel kenal kakaknya dari mana?"
"Tadi di depan, bantu nenek. Abel lari, nenek sesak nafas. Terus kita dibeliin minum. Tapi katanya kakaknya harus masuk ke kelas, ada dosen galak."
Aduh! Mampus Keira. Ruangan kelas itu tuh, bagian dosen ada dibawah, mahasiswanya di atas, melingkar, seperti stadiun. Sekali ngomong, dari bawah itu menggema ke atas. Semua mendengar itu. Apalagi Arganya.
"Oh, dosen galak?"
Arga tak melepaskan pandangannya dari Keira yang duduk di belakang. Abel malah turun. Abel meminta izin kepada papanya untuk duduk di samping kakaknya saja.
"Mau duduk di sana? Abel nanti ganggu tidak?"
"Tidak papa. Janji, kan Abel anak pintar. Tidak mau ganggu. Ya papa?"
Abel sudah turun dari kursi. Keira khawatir Abel jalan ke arah dia. Dia pun berdiri dari kursinya dan mendekati Abel. Keira memberi kode kepada Arga, kalau dia akan menjaga Abel dengan baik.
"Abel duduk disini ya. Mau bolpoin sama buku?"
Abel mengangguk. Keira memberikan satu buku dan bolpoin kepada Abel. Abel diam duduk di sebelah Keira. Dia ikut mendengarkan papanya yang sedang materi. Begitu juga dengan Keira. Hingga habis materi hari ini. Waktunya pulang.
"Ok, terima kasih untuk hari ini. Kalau masih ada yang kurang paham, ingin ditanyakan, bisa menemui saya secara pribadi untuk konsultasi soal materi."
"Pak, boleh minta nomer telepon tidak? Buat tanya-tanya dan konsultasi soal pelajaran."
Ada salah satu mahasiswi yang mengangkat tangan. Dia mahasiswi yang terkenal centil di kampus. Arga mengangguk.
"Boleh, tapi tolong chat yang penting ya. Benar-benar hanya membahas materi kuliah. Saya catat dipapan tulis. Silakan simpan."
Arga menulis nomernya di papan tulis, yang lain mencatatnya di ponsel. Tapi Keira tak Sudi menyimpan nomer ponsel Arga.
"Ok pak. Sudah."
"Terimakasih ya pak."
Beberapa kompak berseru dan berterima kasih kepada Arga. Mereka pun keluar satu persatu, terakhir kali tinggal Keira.
"Ini kakak buku dan bolpoinnya."
Abel mengembalikannya. Keira tersenyum melihat coretan di kertasnya. Arga naik ke atas dan menghampiri Keira yang bersama Abel.
"Maaf ya, buku kamu jadi dicoret-coret Abel. Abel, jangan gitu lain kali."
"Saya yang minta kok pak. Bapak itu, gak sama mahasiswinya, sama anaknya yang masih kecil juga galak. Galaknya dikurangin pak."
"Iya papa."
Abel malah mendukung Keira. Arga hanya diam dan tersenyum kecut melihat anaknya.
"Ok, papa minta maaf karena galak. Tapi bukan papa galak, papa itu tegas."
"Sama saja pak. Ke anak kecil itu jangan terlalu ditegasi."
"Iya papa."
"Tapi ke mahasiswi yang suka telat mengumpulkan tugas itu harus ditegasi kan?"
Arga balik menyerang Keira. Keira hanya mengangguk dengan senyum malunya.
"Keira putri, besok lagi jangan telat datang ke kelas saya. Saya tidak mau itu. Tadi saya juga minta maaf, kamu telat karena menolong mama saya dan Abel kan?"
Keira hanya tertawa lagi. Abel menatap Keira.
"Namanya sama kayak mama, mama Keira ya papa?"
"Hah?"
Keira kaget dia seperti barusan dipanggil seorang anak kecil dengan sebutan, mama Keira. Dia menatap Arga.
"Maaf, ibunya Abel juga namanya sama, Keira Dewi."
"Ahh."
Keira bingung harus bagaimana. Abel menunduk dan tiba-tiba saja menangis. Keira dan Arga mendengar isak tangis Abel.
"Abel kenapa?"
"Abel kangen mama kei. Abel mau peluk mama keira papa."
Arga mendekati Abel. Dia berlutut di depan Abel. Menangkup kedua pipi Abel. Mengusap air matanya. Arga menatap Keira. Keira tak tahu harus bagaimana, tapi dia ada satu ide di otak.
"Emm, peluk mama keira yang ini mau?"
Keira tak yakin. Tapi dia mengatakan itu begitu saja kepada Abel. Arga kaget mendengarnya. Abel malah langsung berbalik dan mengangguk. Dia memeluk keira dengan cepat.
"Abel boleh panggil kakak, mama Keira juga?"
Keira bingung mau jawab apa. Dia menatap Arga yang masih Jongkong di samping Abel tadi.
"Gak boleh. Mama Keira tetap mama Keira. Dia bukan mamanya Abel, gak boleh panggil orang seperti itu dengan sembarangan. Tidak sopan. Ayo kita pulang."
Arga yang tak setuju. Dia juga tak mau Abel tergantung dengan Keira nanti. Dia tak mau merepotkan Keira juga, terlebih memberi harapan palsu kepada Abel. Arga memaksa Abel untuk melepaskan pelukan Abel dengan paksa kepada Keira. Abel malah semakin menangis. Keira yang tak tega melihatnya.
"Pak. Bapak kan dosen, bapak gak tahu sopan santun. Kasihan Abel. Kan cuma panggilan saja, gak apa-apa sayang. Panggil kakak mama Keira gak apa-apa."
Keira juga tak yakin. Tapi dia kasihan dengan Abel. Keira memukul lengan Arga dengan keras.
"Lepas gak pak tangan bapak. Berhenti narik Abel. Mau saya laporkan ke komisi perlindungan anak, kalau bapak, bapaknya sendiri menyiksa anaknya sampai menangis."
Arga pun melepaskan tangannya dari Abel. Dia diam saja. Abel tak mau pulang dengan Arga. Terapkan Keira ikut. Keira yang biasanya datang dengan gojek, atau naik bus dan angkutan umum, lumayan pulang gratis nebeng mobil.
"Rumah mama kei dimana?"
Abel duduk di depan. Keira duduk di belakang. Keira menunjukkan rumahnya. Lebih tepatnya kostan dia.
"Nanti kalau sudah pulang ke rumah, cek keadaan neneknya Abel ya. Tadi kan sempat sesak nafas."
Arga terkesan dengan mahasiswinya yang nakal itu. Ada sisi baiknya juga. Abel mengangguk.
"Tadi katanya kamu belikan minuman dan makanan untuk Abel dan mama saya, sebagai gantinya giliran yang saya belikan ya?"
"Iya pak."
Arga tertawa. Tak ada malunya atau basa-basinya, Keira langsung iya saja. Arga berhenti di supermarket lebih dulu. Keira dan Abel turun, Arga mengikuti di belakang mereka. Abel terlihat senang sekali belanja dengan Keira.
"Mama, mama, ini. Ini juga, buat mama. Ini enak mama."
Abel mengambil banyak cemilan untuk Keira. Dia memasukkan ke keranjang terus menerus. Keira cuma traktir sedikit, dia juga tak mau ambil banyak. Tapi Abel malah terus menambahkan.
"Pak, bukan saya loh yang ambil. Tapi Abel."
Keira menoleh kepada Arga yang masih berjalan mengawasi mereka di belakang. Arga mengangguk dan tersenyum.
"Tidak apa-apa. Sini keranjangnya, biar saya yang bawa kan. Kamu bebas belanja sesuka kamu dan Abel. Sebagai ucapan terimakasih saya sudah membuat Abel tersenyum."
Arga mengambil keranjang belanjaannya. Keira hanya tersenyum. Dia belanja lagi. Keira juga meminta Abel untuk membeli apa yang dia suka, untuk dirinya sendiri.
"Mama suka ice cream? Beli ice cream yuk?"
"Boleh."
Mereka ke tempat ice cream. Abel tak sengaja bersebelahan dengan anak laki-laki. Seusia dia.
"Hai cantik."
Keira dan Arga yang mendengar itu terbelalak mendengarnya. Disebelah anak itu seperti ibunya anak laki-laki itu.
"Iya cantik ya anaknya ibu, pak. Kayak mamanya cantik."
"Hah?"
Ibu itu ikut memuji. Dikira keira itu mamanya Abel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Cornelia Pujiastuti
Wah tx sdh up ,, makin ceria bancanya ,senang lih p dosen yg gk sombong
2022-12-03
1