Papanya Bianca datang.
Pagi ini cuaca sangat cerah, secerah hati sang Papa, yang hendak bertemu dengan anaknya, dan akan memberikan sebuah Tas. Seminggu sudah sang Papa, meninggalkan rumah karena tugas urusan kantor. Rasa rindu terhadap anaknya, yang manja dan polos itu menyelimuti dalam diri Papanya itu
{"Mah, anak Papa sudah bangun belum?} tanya Papa, di sambungan teleponnya.
Mama, tertegun sejenak, dia seakan tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya itu. Karena pasti sang Papa, menanyakan sekolah jam berapa, kenapa belum mandi, dan posisi anak itu sekarang sedang tidur badannya panas, mungkin ini terakhir dia tidak sekolah.
{"Sedang tidur Pah, jadi tidak sekolah. Badannya panas,"} ucap sang Mama.
{"Loh, Mama ini gimana sih, dari kapan dia sakit?" tanya Papa, dihinggapi rasa khawatir kepada anaknya itu.
{"Baru tadi subuh, Pah," jawab sang Mama, terdengar tidak semangat ketika berucap.
{"Mama kayaknya lagi sakit juga ya? dari suaranya seperti sedang flu atau batuk,"} tanya Papa, kembali.
Dalam hati Mama, berkata. {"Iya, aku sedang sakit, sakit hati oleh ulah anak kita yang terlihat polos dan manja,"} sang Mama meneteskan air mata.
{"Iya, Pah. Mama kurang enak badan. Makannya tidak berjualan ke pasar,"}
jawab Mama kembali.
{"Papa, sebentar lagi sampai rumah, ini masih di tol,"} ucap sang Papa.
Sambungan telepon pun, di tutup oleh Papanya Bianca itu.
*****
Mamanya Bianca, terlihat bingung. Nanti jika suaminya datang dia harus berkata apa. Apakah sang suami akan marah atau hanya menangis. Sang suami tidak tegas dalam mengambil keputusan, dan dia terlihat cengeng. Mengingat lagi obrolan Febry semalam ketika sebelum pamit pulang.
~~
Dia mengatakan bahwa Rama, yang menghamili anaknya itu, bulan depan akan menikah dengan wanita lain. Mungkinkah kedepannya anaknya itu akan di madu, atau akan hidup sendiri.
Dalam diri Mama, saat ini hanya ingin Rama, bertanggung jawab terlebih dahulu atas perbuatannya kepada anaknya itu dengan cara menikahi anaknya itu.
~~
Begitu tersayat hati sang Mama.
"Apakah aku harus menelepon Tyanca, Kakaknya Bianca yang dari Bandung? atau nanti saja biar Papanya saja yang menghubungi Tyanca," gumam hati Mama.
Tyanca wanita tegas beda dengan adiknya. Mungkin juga kalau dengar adiknya hamil diluar nikah, mungkin dia akan terkejut dan langsung datang ke Jakarta, dimana keberadaan Mamanya berada.
Ting..
Sebuah pesan masuk dari gawai Mama.
{"Mah, lusa aku sama Mas Hady akan datang kesana. Ini cucu Mama, yang cantik dan gemes, Aurel minta ketemu sama Mama."} tulis pesan dari Tyanca, kakak dari Bianca.
Sang Mama menghela napas panjang.
{"Iya, datang saja,"} jawabnya
{"Aku mau ngomong sama Bianca Mah, aku nanti sore mau beli sepatu buat sekolah dia, nanti dia ingin yang model gimana. Mana Bianca nya, Mah,"} sambung lagi Tyanca.
{"Tidur, dia sakit."} jawab sang Mama
Akhirnya sambungan telepon pun, di tutup oleh Tyanca.
Mama tertegun.
"Dia sudah tidak sekolah," gumam hati Mama. Mama merasa sedih kembali, orang-orang di sekitar Bianca sangat peduli untuk kebutuhan sekolahnya, namun Bianca, seakan tidak peduli dengan itu semua.
Dia telah menghancurkan masa depannya, dengan hal yang tidak baik dan merugikan dirinya sendiri.
Masa depan dia kini hancur, dia baru menginjak sekolah bangku SMP, itu pun baru satu tahun dia lalu. Mama ingin anaknya punya masa depan, sekolah sampai perguruan tinggi dan punya cita-cita.
Teringat waktu dulu.
Mama teringat masa Bianca, ketika menginjak sekolah TK. Bianca merengek ingin di belikan mainan alat-alat dokter yaitu stetoskop dan jarum suntik.
"Mah, kalau sudah besar Bianca ingin jadi dokter, jadi kalau Mama sakit tidak perlu ke dokter biar Bianca, saja yang obati Mama," ucap gadis polos itu.
Sang anak di lehernya, nampak memakai alat stetoskop dan memegang alat suntik yang di tempelkan ke badan Mamanya itu. Jika Mama sakit, selalu di pegang-pegang olehnya.
Mengingat masa kecil Bianca, yang indah sungguh membuat Mama, tidak percaya jika kenyataan sekarang anaknya terhempas masa bahagia itu.
"Terasa indah masa kecil Bianca,"gumam hati Mama, membuang napas kasar.
*****
Sang Papa datang.
Mama di kagetkan dengan ketukan pintu dari arah depan rumah. Karena Mama sedang melamun dan pikirannya tidak karuan. Lalu Mama berjalan ke arah depan rumah untuk membuka pintu.
Setelah pintu terbuka nampak sosok suaminya, tersenyum lebar terhadap istrinya tersebut. Dari raut muka sang suami seakan dihinggapi rasa capek, mungkin dia sudah melakukan kegiatan kerja diluar kota, jadi badannya terasa lemah dan kurang tidur.
Papa memasuki rumah dan dia duduk di meja makan, sambil membuka tudung saji. Nampak Papa lapar dan ingin mengisi perutnya yang sudah keroncongan.
"Anak, Papa masih tidur Mah?" tanya Papa.
Mama menganggukkan kepalanya.
Terlihat lahap sang Papa, ketika menyantap makanan tersebut.
*****
Setelah selesai makan, lalu sang Papa merebahkan badannya ke kursi Sofa, kemudian, Papa mengeluarkan Tas untuk dipakai sekolah sama anaknya nanti.
"Bagus, tidak Mah?" tanya Papa, kepada Mamanya yang sedang melamun. Sang Mama hanya menganggukkan kepalanya.
Dia mencoba mengatur napasnya, dan menghela napas secara perlahan.
"Pah, ini..," sang Mama memperlihatkan alat test pack, yang sudah bergaris dua.
"Mama, hamil lagi!" Nampak muka sang Papa, berseri lalu dia mencium sang istri.
"Bianca, akan punya adik dong," sambung Papa lagi.
"Bukan punya Mama, alat test pack ini," Mama berkaca-kaca matanya.
"Lalu..!" tanya Papa, seperti terlihat penasaran.
Mama menatap lekat wajah Papa, yang terlihat capek dan sudah mulai keriput.
"Ini...ini, alat test pack, Bianca." Mama terdengar bergetar ketika berucap, dan bulir putih akhirnya lolos seleksi di ujung matanya.
"Maksud Mama apa, Papa nggak mengerti," jawab sang Papa, semakin heran dengan ucap sang Mama.
"Bia..Bianca, anak kita hamil!" ucap Mama, terbata-bata.
Sontak mata sang Papa terbelalak, Papa sangat terkejut dengan ucapan sang Mama.
"Mama tidak sedang becanda kan?" sang Papa mengatur napasnya.
"Nggak Pah, anak kita hamil." air mata Mama, berderai seakan sudah tak sanggup menceritakan semuanya.
Pandangan sang Papa, lekat ke arah pintu kamar Bianca. Seakan ingin mengintrogasi anak tersebut.
"Sabar dulu Pah," ucap sang Mama lirih.
"Lelaki mana yang berani menghamili anakku!" Papa terlihat marah dan kesal.
"Namanya Rama, kata Febry, kakak dari Merry," ucap Mama.
"Jika benar anak kita hamil, memalukan sekali Mah, dia masih duduk di bangku SMP. Anaknya masih polos dan manja, pokoknya Papa tidak percaya!" ucap sang Papa sambil meremas rambutnya.
Dalam hati Papa, sebenarnya tidak menerima dan terkejut mendengar kabar tersebut, Papa sangat kecewa. Namun sang Papa, berusaha tenang walau tangan sudah mengepal.
"Ini buktinya pah! alat test pack, ini. yang jadi jawaban!" ucap Mama terlihat kesal, karena sang Papa tidak percaya padahal sudah ada bukti yaitu alat test pack, dan sang anak pun sudah mengakui kalau dia keperawanannya sudah ternodai oleh Rama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
manda_
😭😭😭
2022-12-19
0