J & M - Bagian 4

Sementara itu, Bintang, adik Mentari, dia masuk ke kamar kakaknya dan memberikan kotak yang diberikan oleh Rangga kepadanya.

"Kak, ini dari orang tadi. Dia bilang kotak ini dari Kak Juan, katanya ada surat juga di dalamnya," ucap Bintang. Dia meletakkan kotak di samping kakaknya duduk.

"Terimakasih ya, Dek. Karena kamu mau menggantikan kakak menemui dia."

Bintang tersenyum.

"Kak, kenapa Kakak tidak mau menemui orang itu?"

"Kakak takut hati Kakak akan goyah," jawab Mentari.

"Kak, Kalau Kakak memang belum yakin untuk menerima perjodohan itu, kenapa Kakak tidak ngomong jujur saja sama Ibu. Bintang yakin, Ibu bisa ngerti."

"Kakak tidak mau membuat ibu malu, Dek. Apalagi ayahnya Mas Iwan sudah baik sama kita."

"Tapi, Kak… "

"Sudah ya, Dek. Kakak mau nenangin diri dulu," sela Mentari.

"Baiklah, kalau gitu, Bintang keluar sekarang ya, Kak."

Mentari mengangguk. Dia menatap adiknya yang baru saja keluar dari kamarnya, kemudian tatapan itu beralih ke kotak pemberian Juan yang berada di sampingnya.

 "Tidak Tari, tidak! Jangan buka kotak itu. Apapun isinya, tidak akan bisa mengembalikan semuanya seperti dulu. Kamu  sudah memutuskan untuk menerima lamaran dari Iwan, jadi jangan sampai keputusanmu goyah," Mentari berbicara dalam hati. Dia terus berusaha untuk meyakinkan dirinya kalau keputusannya kali ini tepat. Dan akhirnya Mentari lebih memilih memasukkan kotak tersebut ke dalam lemari, tanpa melihat isi di dalamnya.

"Mungkin begini lebih baik," ucap Mentari setelah menaruh kotak itu.

Mentari menghela napas panjangnya, melepaskan segala rasa yang berkecambuh di dalam dada.

"Tari, ada Iwan, Nak. Dia ingin mengajakmu fitting baju pengantin kalian."

Terdengar suara Sang Ibu dari luar kamar.

"Iya, Bu. Tari, siap-siap sebentar," jawab Mentari.

Setelah mengganti pakaian dan sedikit berdandan, Mentari keluar dari kamarnya. Dia segera ke ruang tamu untuk menemui Iwan.

"Aku sudah siap."

Iwan yang sedang duduk langsung berdiri saat melihat kedatangan Mentari.

"Dia benar-benar cantik," puji Iwan dalam hati. Dia semakin yakin dengan keputusannya untuk menikah dengan wanita di depannya.

"Ohya tadi siapa yang datang? Tadi aku berpapasan dengan mobil sport warna hitam di depan?" tanya Iwan.

"Nak, memang tadi ada orang yang datang ke sini?" tanya Ratih kepada putrinya.

"I__itu, Bu, itu …."

Mentari terlihat gugup, dia tidak ingin Iwan atau Ibunya tahu tentang kedatangan Rangga barusan.

Iwan dan Ratih menatap ke arah Mentari, mereka menantikan jawaban darinya.

"Itu teman Bintang, Bu."

Mentari merasa lega karena adiknya datang tepat waktu. 

"Bintang kamu belum ke sekolah? Bukannya tadi kamu bilang ada ekskul di sekolah?" tanya Ratih kepada putri bungsunya.

"Buku yang harus aku bawa ketinggalan," jawab Bintang, dia melirik ke arah kakaknya.

"Benar itu temanmu? Tapi, mobil yang berpapasan denganku adalah mobil sport mewah yang harganya mencapai milyaran lho?" tanya Iwan lagi.

"Memangnya kenapa kalau mobil itu mobil sport mewah yang harganya milyaran?" jawab Bintang. "Apa karena aku miskin, terus Kak Iwan pikir semua temanku juga harus miskin? Asal Kak Iwan tahu ya, temanku banyak kok yang dari kalangan milyader."

"Bukan itu maksud Kak Iwan.  Cuma, kalau beneran dia teman kamu. Kayaknya kamu harus pepet dia, aku yakin dia anak orang kaya," kata Iwan.

"Apaan sih Kak Iwan, aku ini belum genap 17 tahun, belum boleh pacaran sama ibu," sahut Bintang.

"Ogah banget pacaran sama cowok tadi. Tampangnya keren sih, tapi diakan teman Kak Juan, orang yang sudah nyakitin hati Kak Tari." Bintang membatin.

"Nak Iwan ini, malah ngajarin yang tidak-tidak sama Bintang." Ratih ikut berbicara, dia menggelengkan kepalanya.

"Maaf, Bu. Iwan cuma bercanda," ucap Iwan.

"E__ Mas Iwan, bukannya kita mau fitting baju ya? Kenapa kita tidak berangkat sekarang saja. Takutnya yang punya butik ada janji dengan customer lain." Mentari mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Iya juga ya."

Iwan melihat ke arah jam tangannya dan memang ini sudah mundur beberapa menit dari jadwal yang sudah seharusnya. 

"Ayo kita berangkat sekarang!" ajak Mentari. Dia sengaja mengajak Iwan pergi agar mereka tidak menanyakan soal tamu yang datang barusan.

"Baiklah, kita berangkat sekarang." Iwan juga tidak mau terlambat untuk melakukan fitting baju pengantin mereka.

Setelah berpamitan dengan Ratih, Iwan dan Mentari meninggalkan rumah menuju ke butik.

***

Sementara di tempat lain ….

Juan baru saja keluar dari ruang operasi, wajahnya terlihat lelah karena operasi yang dia ikuti kali ini terbilang operasi terlama yang pernah dia ikuti.  Karena hampir 10 jam dia dan tim berada di ruang operasi untuk saling bergantian melakukan tindakan.

Setelah mensterilkan tubuhnya, Juan kembali ke ruang kerjanya. Sambil duduk dia mengambil gawai yang dia letakkan di dalam laci.

"Ada berita apa dari Rangga ya? Tumben-tumbenan dia mengirim voice note bahkan menelponku berkali-kali?"

Juan mulai mendengarkan voice note yang dikirimkan oleh Rangga. Dan betapa terkejutnya dia setelah mendengar voice note tersebut. Hampir saja, gawai di tangannya terlepas saking terkejutnya.

Juan langsung menghubungi Rangga balik, dia ingin tahu lebih jelas tentang kabar yang disampaikan oleh sahabatnya tersebut.

"Kemana sih tuh bocah, kenapa belum dijawab juga," gerutu Juan yang sudah merasa tidak sabar.

"Kemana saja sih kamu? Kenapa baru diangkat?!" omel Juan begitu ada jawaban dari nomor yang dia tuju.

"Jangan teriak-teriak, aku nggak budeg!" Rangga sedikit menjauhkan gawai di tangan saat mendengar sahabatnya itu mengomel.

"Cepat jelaskan apa maksud dari voice note yang kamu kirim tadi!" suruh Juan, dia sudah tidak sabar menunggu penjelasan dari sahabatnya tersebut.

"Ya sama seperti yang aku katakan tadi kalau Tari akan menikah minggu depan," jawab Rangga tanpa basa-basi. 

"Apa Tari yang mengatakannya?" tanya Juan, dia masih berharap kalau pesan yang Rangga sampaikan tidak benar.

"Bukan dari Tari sih. Tapi, tadi ada cewek berpakaian seragam SMA yang menemuiku, dia bilang kalau Kakaknya Mentari akan menikah minggu depan," jelas Rangga. "By the way, tuh cewek siapa sih? Sudah jelek, galak lagi. Masa tadi dia langsung menyiramku dengan air?" tanya Rangga, dia kembali mengingat gadis berseragam SMA yang telah menyiramnya.

"Gadis berambut panjang dan memiliki sifat yang agak pecicilan?" tanya Juan.

"Bukan agak, tapi memang pecicilan dia, bahkan terlalu pecicilan," jawab Rangga kesal. "Kalau tuh bocah bukan cewek, sudah aku kasih pelajaran dia. Kok ada ya cewek nggak punya sopan santun kayak dia. Aku yakin, nggak bakalan ada cowok yang mau sama cewek model begitu. Kecuali laki-laki idiot yang nggak punya otak," tanpa sadar dia menyumpahi gadis yang telah menyiramnya.

"Aku do'akan semoga doamu itu di ijabah dan ternyata yang menikah dengan adiknya Tari itu kamu," sahut Juan. 

"Gak bakalan. Aku hanya akan menikah dengan Livya."

Mendengar kata menikah, Juan kembali mengingat tujuan awal dia menghubungi sahabatnya itu.

"Kamu belum jelaskan padaku apa yang dikatakan adiknya Tari padamu? Cepat katakan sekarang!" suruh Juan serius.

Rangga menceritakan hal yang sama seperti yang dia katakan di voice note, dia kembali bilang kalau Mentari akan menikah minggu depan.

"Juan, sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Rangga, dia masih berharap kalau hubungan sahabatnya dengan Mentari bisa di selamatkan.

"Entahlah, Ngga," jawab Juan. 

Juan menghela napasnya. Dia benar-benar menyesali sikapnya yang lebih mentingin gengsi dibanding mengejar kekasihnya waktu itu.

"Belum terlambat kalau kamu ingin memperjuangkan kembali cintamu, masih ada waktu sebelum dia benar-benar menikah dengan orang lain," ucap Rangga, dia tidak ingin sahabatnya menyerah begitu saja.

Juan merasa semua yang dikatakan Rangga adalah benar. Dia tidak boleh menyerah begitu saja. Setidaknya, dia harus memperjuangkan cintanya hingga akhir.

"Kamu benar, Nggak. Harus berjuang untuk mendapatkan cintaku kembali."

Mendengar jawaban dari Juan, Rangga tersenyum. "Sekarang apa yang akan kamu lakukan?"

"Pulang ke Indonesia dan mengejar Mentari lagi," jawab Juan mantap.

"Aku dan Nando pasti akan membantumu sebisa kami," tambah Rangga.

"Terimakasih ya Ngga. Kamu dan Nando adalah sahabat terbaikku."

Setelah mengakhiri panggilannya dengan Rangga, Juan mencoba menghubungi nomor Mentari. Namun, tidak ada jawaban darinya.

"Tari, kenapa kamu tidak menjawab panggilanku?" gumam Juan.

Juan menaruh gawainya di atas meja. Dia kembali duduk dan bersandar pada sandaran kursi.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

kenapa memaksakan diri hanya untuk kata ucapan terimakasih tari, padahal saat kamu tersakiti ibumu juga yang paling terluka....

2022-12-22

0

Kiki Sulandari

Kiki Sulandari

Rangga....kamu kok sumpahin Bintang?
Nanti kamu nsksir berat sama Bintang🤭🤭🤭
Apakah Juan masih dapat memperjuangkan cintanya pada Mentari?

2022-12-21

0

🍊𝐂𝕦𝕞𝕚

🍊𝐂𝕦𝕞𝕚

tari kalau kamu masih ragu dan bimbang jangan mengambil keputusan yang akan kamu sesali nanti

2022-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!