Dengan perasaannya yang kacau, Juan kembali ke apartemennya. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya, tanpa menyapa dua sahabatnya yang sedang sibuk bermain game.
Rangga dan Nando saling tatap, seolah paham dengan isi hati masing-masing keduanya sama-sama mengedikkan bahu. Nando memberikan kode kepada Rangga untuk untuk bertanya kepada Juan. Rangga meletakkan stick game yang masih ada di tangannya, kemudian berjalan mendekati pintu kamar sahabatnya.
"Juan, loe nggak apa-apakan?" tanya Rangga sambil mengetuk pintu kamar sahabatnya itu.
Namun Juan hanya menjawabnya dengan "Hemm."
"Apa Mentari marah sama loe?" tanya Rangga lagi. Dia masuk ke dalam kamar sahabatnya.
"Mentari kembali ke Indonesia," jawab Juan. "Dan itu salahku, aku tidak mengejarnya tadi dan malah mementingkan gengsi."
"Kenapa loe tidak susul dia?" tanya Rangga. "Ujiankan sudah selesai."
"Gus kan masih harus menyelesaikan wajib kerja dokter gua yang tinggal beberapa bulan lagi."
"Ya sudah, satu minggu lagi gue yang akan susulin si Mentari buat loe," ucap Rangga.
"Makasih ya, Ngga. Loe memang sahabat terbaik gue." Juan menepuk bahu sahabatnya tersebut.
"Gue lanjut main game dulu," ucap Rangga sebelum meninggalkan kamar Juan.
Juan mengambil foto Mentari yang terpajang di meja yang ada di kamarnya, "Maafkan aku Tari. Maafkan aku karena aku lebih mementingkan gengsi itu dari pada dirimu. Aku janji setelah program kerja spesialisku selesai, aku akan langsung menyusulmu."
Juan kembali meletakkan foto tersebut ke tempat semula.
*****
Setelah hampir 22 jam perjalanan, akhirnya Mentari tiba di Bandara internasional Soekarno Hatta. Dia tersenyum saat melihat adik dan ibunya melambaikan tangan ke arahnya. Dengan setengah berlari, Mentari segera menghampiri adik dan ibunya.
"Akhirnya kamu pulang, Nak. Ibu kangen banget sama kamu, sudah hampir 2 tahun, ibu tidak melihatmu."
Ratih, ibu Mentari memeluknya dengan sangat erat. Bukan maksud Mentari tidak kembali ke Indonesia selama dia menempuh pendidikan S2nya di Amerika. Tapi lebih kepada kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, jika dia sering kembali ke Indonesia, maka akan banyak uang yang dia habiskan untuk membeli tiket pesawat. Dan uang itu lebih baik dia gunakan untuk biaya hidupnya sehari-hari selama di Amerika atau hanya untuk sekedar mengirimkannya kepada ibunya di Jakarta.
"Tari juga kangen sama Ibu," jawab Mentari.
"Ayo, Nak. Kita segera pulang! Iwan dan keluarganya sudah menunggu kepulanganmu dirumah," seru Ratih.
"Iya, Bu."
"Kak, memang Kakak mau menerima perjodohan itu?" tanya Bintang kepada kakaknya dengan sedikit berbisik.
Mentari mengangguk.
"Kenapa? Bukankah, Kakak bilang akan membawanya pulang bersama Kakak. Kenapa Kakak tidak melakukan itu?"
Hati Mentari kembali berdenyut nyeri karena harus mengingat pengkhianatan yang dilakukan oleh Juan. Dia masih tidak habis pikir, bagaimana kekasihnya tersebut tega mengkhianatinya.
"Tidak apa-apa, Kakak sudah putus dengannya," jawab Mentari sembari tersenyum. Namun senyum itu semakin menampakkan kesedihan yang ada di dalam hatinya.
"Tapi kenapa?" tanya Bintang.
"Bintang, kamu masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya. Kelak jika kamu sudah dewasa kamu akan paham dengan semua yang terjadi," tutur Mentari lembut. Dia mengusap rambut adiknya dengan lembut.
"Kak, aku ini sudah besar, sudah kelas dua SMA."
"Iya, iya, kamu sudah besar. Tapi, tetap saja bagi Kakak kamu adalah adik kecilku yang manis."
Bintang hanya menghela napasnya, dia memang tidak mengerti dengan ucapan kakaknya. Namun dari senyum yang ditunjukkan oleh kakaknya, mengguratkan kesedihan yang sedang dialami olehnya.
Mentari bersama adik dan ibunya segera meninggalkan area bandara. Mereka segera menaiki sebuah taksi online yang sudah mereka pesan sebelum nya. Dan taksi itu pun melaju meninggalkan bandara.
Setelah hampir satu jam, taksi yang mereka tumpangi pun tiba di depan sebuah rumah kontrakkan sederhana. Keluarga Mentari memang bukan orang kaya, untuk bisa bersekolah saja kedua kakak beradik itu harus berusaha keras agar bisa mendapatkan beasiswa. Dan beruntungnya kerja keras mereka membuahkan hasil. Mentari berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2-nya di luar negeri, sementara Bintang, adiknya, bisa bersekolah di salah satu SMA favorit di Jakarta.
Setelah Sang sopir mengeluarkan dua koper milik Mentari dari dalam bagasi, Mentari bersama dengan ibu dan adiknya bergegas turun dari taksi tersebut.
"Terimakasih ya, Pak," ucap Mentari sambil memberikan uang kepada sang sopir. Mereka segera melangkah masuk kedalam rumah. Di dalam rumah tampak Iwan dan keluarganya sudah menunggu mereka.
"Nak, kenalkan ini Iwan. Orang yang akan menjadi suamimu kelak," Ratih memperkenalkan Iwan kepada putrinya.
"Iwan."
"Tari."
Iwan dan Mentari saling berjabat tangan. Iwan langsung terpesona begitu melihat wajah cantik Mentari. Berbeda dengan Mentari yang sebenarnya merasa risih dengan tatapan yang Iwan berikan kepadanya.
"Iwan, jangan menatap Mentari seperti itu!" tegur Handoko, ayah Iwan.
Handoko adalah seorang yang terkenal dermawan di kota itu. Dia sering membantu warga sekitarnya termasuk, Ratih, ibu Mentari. Sejak suaminya meninggal, Handoko dan keluarganya sering membantu keuangan keluarga Ratih. Meskipun Ratih sering menolaknya.
"Saat kalian sudah menikah, kamu bisa menatapnya sepanjang hari," tambah Handoko.
"Maaf, Om. Saya ijin ke kamar, saya masih lelah karena menempuh perjalanan jauh." Mentari meminta ijin, dia merasa tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan oleh Iwan.
"Silakan, Nak. Yang pentingkan kamu dan Iwan sudah saling kenal. Dan untuk selanjutnya biar saya dan ibumu yang melanjutkan pembicaraan ini," ujar Handoko.
"Terimakasih, Om, atas pengertiannya, Permisi." Mentari langsung masuk kedalam kamarnya.
"Cewek itu benar-benar cantik," ucap Iwan dalam hati.
"Iwan, kamu sudah melihat wajah Mentarikan? Apa kamu masih mau melanjutkan perjodohan ini atau ...."
"Iwan setuju menikah dengan Mentari, Pah," jawab Iwan sebelum Handoko menyelesaikan pertanyaannya.
"Bodoh sekali jika aku sampai menolak menikah dengan dia. Selain pintar, gadis itu juga sangat cantik," Iwan membatin.
"Nyonya Ratih, sesuai kesepakatan kita sebelumnya, kita akan melangsungkan pernikahan anak-anak kita dua minggu lagi."
"Semua terserah Pak Handoko, kalau putriku sudah setuju, kapan pun Kami siap menerima pinangan putra Pak Handoko," jawab Ratih.
"Nyonya Ratih dan keluarga tidak usah repot-repot menyiapkan pernikahan mereka. Biar Kami yang akan mengatur segalanya, Nyonya Ratih sekeluarga tinggal terima beres nya saja."
"Sekali terimakasih ya, Pak Handoko," ucap Ratih.
"Bu, Bintang mau ikut ke kamar Kakak ya!" pamit Bintang. Dia sangat yakin kalau ada sesuatu yang terjadi dengan kakaknya.
"Kamu boleh ke kamar kakakmu, tapi jangan ganggu istirahatnya ya Nak," jawab Ratih.
"Iya, Bu."
Bintang berlari menyusul kakaknya dan sebelum masuk, dia terlebih dulu mengetuk daun pintu yang ada di depannya.
"Kak, ini Bintang."
"Masuklah, Bi!" seru Mentari dari dalam kamar.
Bintang kemudian masuk ke kamar kakaknya. Dia berjalan mendekati Mentari yang sedang sibuk mengeluarkan baju-bajunya dari dalam koper.
"Kak, kenapa Kakak putus dengan Kak Juan? Bukankah waktu itu, Kakak bilang, Kak Juan pasti akan datang untuk melamar kakak. Tapi kenapa Kakak pulang sendiri dan bilang kalau Kak Juan dan Kakak sudah putus? Kenapa Kak?" desak Bintang. Gadis yang masih berumur 16 tahun itu penasaran dengan hubungan kakaknya.
Mentari menghentikan aktivitasnya, dia menyuruh adiknya untuk duduk disebelahnya.
"Bintang, tidak semua hal yang kita inginkan bisa terjadi. Kakak memang menginginkan Kak Juan agar bisa datang bersama Kakak kesini untuk melamar Kakak. Tapi, Tuhan tidak menghendaki itu terjadi. Mungkin inilah cara agar kita bisa membalas kebaikan Pak Handoko kepada keluarga kita selama ini." Mentari mencoba memberikan pengertian kepada adiknya yang baru saja menginjak remaja.
"Tapi, Kak. Jika ibu tahu, Kakak sebenarnya tidak menginginkan pernikahan ini, ibu pasti juga akan sedih." protes Bintang.
"Makanya jangan sampai ibu tahu, biar ini menjadi rahasia kita," tambah Mentari.
"Tapi ...."
"Berjanjilah, kalau kamu akan diam saja!" seru Mentari kepada adiknya.
Bintang mengangguk.
"Malam ini, kamu mau tidur bersama Kakak atau tidur di kamarmu sendiri?"
"Aku ingin tidur bersama Kakak," jawab Bintang bersemangat. Dia naik ke atas tempat tidur dan menutup dirinya dengan selimut. "Selamat malam, Kak."
"Selamat malam," jawab Mentari. Dia tersenyum sambil menatap adiknya yang sudah memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Yuli maelany
moga aja Angga cepat datang dan gagalin rencana pernikahan mentari.....
2022-12-22
0
Kiki Sulandari
Apakah Mentari benar benar akan menerima lamaran Iwan?
Hmm...jadi ingat kisah Rangga & Bintang🥰🥰🥰
2022-12-20
0
💫𝒖𝒏𝒊𝒆𝒒💫
kya gak asing nama juan dan mentari 🤔 perasaan pernah baca disalah satu karya mbak eka deh🤔
2022-12-08
1