Keesokan harinya ternyata Papanya Widya, Pak Handoko, dan Mamanya sudah bercanda dengan putri Widya. Setelah putri bungsu Widya sudah berangkat ke sekolah. Widya Pun merapikan meja makan.
“Widya, ayo duduk sini. Papa dan Mama ada yang ingin dibicarakan sebentar sama Kamu” kata Pak Handoko tegas menyuruh putrinya duduk di sofa. Matanya yang masih lekat menatap sang putri yang keliatan gugup. Widya pun menuruti perintah sang Papa.
“Umur kamu masih tiga puluh lima tahun sekarang, usiamu masih terbilang masih muda, anak-anak juga sudah besar dan sudah mandiri. Sudah saatnya kamu menikah lagi. Papa dan Mama merasakan kamu tetap harus menjalani hidup dengan memiliki pendamping. Anak-anak mu butuh figur ayah."Ucap Pak Handoko.
Ucapan sang Pak Handoko membuat hati Widya berdegup kencang. Widya yang masih gugup dan bingung dengan matanya menatap sang Mama yang hanya diam dan tersenyum tanda setuju dengan ide Pak Handoko. Widya sudah menduga kemana arah pembicaraan ini. Karena hal yang sama terjadi saat perjodohan Widya dan Dika dulu.
“Pa, Widya belum siap menikah lagi, Pa”. Widya berusaha menolak, agar sang Papa membatalkan niat perjodohannya dengan lelaki manapun.
“Papa harus menunggu sampai kapan lagi, Ya? Berapa lama lagi kamu dirundung duka terus?” Kali ini nada Pak Handoko sedikit naik. Ia sudah mulai bosan melihat anaknya bahkan sebulan bisa berapa kali ia kenakan suaminya. Belum lagi sudah berapa lamaran dari teman-teman nya ketika sekolah dulu di tolak dengan alasan ia tak ingin mengkhianati suaminya.
“Papa nggak mau tahu, pokoknya kamu harus menikah dengan lelaki pilihan Papa ini, dia anak teman Papa dulu. Papa juga tau selera kamu, kali ini Papa ingin kamu menikmati hari-hari tuamu Bersama lelaki pilihan Papa. Papa lelah mendengar omongan miring teman-teman tentang kamu. Belum lagi harus berkali-kali menolak lamaran lelaki yang datang untuk melamar kamu." Ucap Pak Handoko kesal.
Pak Handoko adalah seorang Papa yang tidak bisa dibantah jika sudah mengambil keputusan. Widya lalu berjalan cepat menuju kamarnya sambil menangis. Dari pintu kamar Widya masuk, sosok Wanita cantik dan lembut berusia sekitar lima puluh tahunan. Dia adalah Ainun Wijaya, Ibunda Widya.
“Widya." Panggil Bu Ainun.
Ainun mendekati sang putri yang sedang tidur dengan posisi tubuh tertelungkup, bahunya bergetar sepertinya anaknya tengah menangis. Mendengar panggilan sang mamah, Widya membalikkan badannya.
“Ma, Widya belum siap Ma."
Ainun mendekat dan memeluk Widya, anak kesayangannya, ia menghapus jejak air mata yang turun di pipi Widya.
Widya mengadu pada sang Mama. Ainun kemudian menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah sang putrinya ke balik telinganya.
“Widya ingat dulu kita mengalami masa-masa sulit waktu itu?”
Ingatan Widya kemudian terlempar Kembali ke waktu dimana dia masih duduk dibangku kelas VIII SMP. Waktu itu sang papah tidak mempunyai pekerjaan dan tidak bisa memberikan nafkah untuk anak-anak untuk sekolah.Teringat dibenak Widya lelahnya Pak Handoko saat pulang, Lelah belum juga mendapatkan pekerjaan.
“Dan kamu tahu kenapa Papa bisa bangkit lagi dan Papa bisa mempunyai perusahaan sampai sekarang? itu karena ada kawan lama Pak Handoko yang menyuntikan dananya. Sebagai balas budi, Papa ingin menikahkan kamu sama putra mereka. Dia dosen di kampus sambil mengambil S2 di Amsterdam." Jelas Bu Ainun
Mendengar penjelasan sang Mama yang setuju dengan keputusan Papa, membuat Widya merasa tubuhnya Kembali lemas, jadi dia harus menikah lagi hanya untuk membalas budi keluarga mereka?
“Tenang sayang, kamu masih bisa berkenalan dulu dengannya sebelum menikah, setidaknya mengenal satu sama lainnya. Dan Papa dan Mama sudah menyiapkan tiket pesawat terbang ke Amsterdam buat kamu." Ucap Bu Ainun.
“Tapi Mam, bagaimana dengan Sarah dan Ridwan? Bagaimana sekolah mereka, Ma?” Widya mencari alasan agar tidak jadi berangkat ke Amsterdam.
“Tenang, anak-anak aman bersama Papa dan Mama. Mereka juga sudah setuju dengan rencana kami untuk menjodohkan kamu, mereka malah senang jika kamu menikah lagi, demi kebahagiaan mu. Toh disana kamu bisa ikut kursus membuat kue yang bisa mengasah kemampuan Mu. Untuk kelak mengembangkan usaha mu setelah pulang dari sana." Jelas Bu Ainun lagi.
“Widya tinggal sama siapa di Amsterdam Ma? Widya kan belum pernah kesana," Widya berusaha mengelak sebisa mungkin, tanpa harus berdebat dengan orang tuanya.
“Tenang, kamu ingatkan kan dengan Lira, anak Bu lek Cici?. Nah Lira itu menikah dengan orang Amsterdam dan menetap di Amsterdam. Nah, Mama sudah minta izin agar kamu bisa tinggal dengan Lira di Amsterdam untuk sementara mengikut kursus memasak kue. Dan Lira senang setelah mendengar kalau kamu mau datang untuk main ke Amsterdam. Kamu masih ingat Lira kan Wid, teman main kamu saat kamu masih SD dulu?" Jelas Bu Ainun.
Widya manggut-manggut kepalanya sambil mengerutkan keningnya, mengingat-ingat dan menelaah cerita Bu Ainun. Widya hanya diam dan pasrah pada keadaan.
Setelah dua hari Widya dipaksa untuk mengurus dokumen-dokumen pendukung agar mendapatkan visa keberangkatan ke Amsterdam, akhirnya Widya mendapatkan visa berkunjung dengan batas usia visa selama 6 bulan dan menetap di Amsterdam.
Setelah mendapatkan Visa, dua hari kemudian Widya pun berangkat ke negara yang belum pernah ia kunjungi, asing dan bingung. Kata Bu Ainun nanti Lira akan jemput Widya di airport, Bu Ainun juga sudah mengirimkan foto Widya agar Lira mengenal wajah Widya sekarang.
“Widya, setelah kamu sampai ke Amsterdam, kamu telpon nak Rafa ya. Dia tau kok kamu akan datang ke Amsterdam” perintah pak Handoko.
Di Bandara, Widya diantar oleh Pak Handoko, Bu Ainun, Sarah. Demi mencari pengalaman untuk mengembangkan bakatnya juga demi masa depan anak-anaknya. Widya berangkat, walau orang tuanya berpikir jika ia akan menyetujui perjodohan itu.
Waktu 6 bulan itu akan dimanfaatkan oleh Widya betul-betul mencari ilmu agar bisa mandiri secara finansial dan kemampuan nya memasak kue.
Selama dua belas jam berjalanan Widya tempuh, akhirnya jam dua belas siang Widya sampai di Amsterdam, Belanda. Setelah melewati pemeriksaan-pemeriksaan prosedur dokumen di bandara, akhirnya tepat jam satu siang selesai dan keluar dari pintu bandara airport Schiphol, Amsterdam.
Seorang perempuan memanggil namanya.
"Hei! Widya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
hidagede1
hadir
2023-04-25
1
Amboy
di tinggal mati 35 taun, menjanda 3 taun, masa masih umur 35 taun??😁😁😁
2023-04-10
1
Wulan Dary
aq heran deh dg kk butir....kog bisa tau semuanya,aq jadi pengen kaya kk butir...tp apa bisa? ......😄😄😄😄😄
2023-03-27
0