Setelah memastikan Hima masuk ke kelas dalam keadaan aman, Nanda menuju taman yang agak jauh dari kaum Macan Ternak.
Jelas tujuannya adalah menelpon seseorang yang beberapa bulan ini telah resmi menjadi pacar Nanda. Siapa lagi kalau bukan Taksi Langganan. Nanda terpaksa menggunakan nama itu agar Nuga tidak mengetahui hubungan gelapnya ini.
Baru saja Nanda akan memencet nomor Axelo, sang taksi langganan, suara Bu Hartatik memanggilnya. Kepala sekolah Hima itu terlihat sumringah saat mengerling Nanda dari arah belakang.
"Eh, Bu Kepala Sekolah." Nanda siap berdiri, tetapi Bu Hartatik melarangnya. "Ada apa, ya, Bu?"
Kepala sekolah itu tersenyum, lalu duduk di kursi taman seberang Nanda. "Saya sebenarnya sungkan kalau harus mengatakan ini, tapi saya rasa hanya Mbak Nanda bisa mengatasi masalah saya ini."
Nanda mengerutkan kening. "Maksudnya, Bu? Apa saya harus ikut misi ala superhero Marvel? Atau saya harus jadi detektif?"
"Tidak pastinya." Kepala Sekolah itu menggeleng, bibirnya masih tersenyum. "Mbak Nanda mau ndak, ikut mengajar di sini? Mbak Nanda tau kan, kalau sekolah kami kekurangan tenaga pendidik? Kami butuh guru tari, Mbak. Kata Hima, Mbak Nanda pinter nari."
"Hah?!" Nanda benar-benar lupa cara bersikap sopan sekarang.
"Kami mengarahkan anak-anak untuk mengenali hobi dan apa yang menjadi cita-citanya, sehingga kami bisa dengan mudah mengarahkan anak dan melaporkan hasil pengamatan kami pada orang tua. Selain itu, Mbak Nanda juga pandai sekali berkomunikasi dengan anak-anak, suka anak-anak, sabar, dan penyayang, jadi saya secara pribadi mempertimbangkan untuk merekrut Mbak Nanda." Kepala Sekolah tersenyum.
"Ibuk nggak salah orang, kan?"
Kepala Sekolah menggeleng.
Nanda terbengong dengan bibir terbuka. Rahangnya jatuh hingga rasanya sudah menyentuh dengkul.
"Kami percaya Mbak Nanda bisa ... mau ya Mbak bantu saya yang sudah tua dan lelah kalau harus memasang iklan lowongan pekerjaan di mana-mana? Belum lagi masih harus menyeleksi yang butuh waktu lama. Kenapa harus repot kalau di depan saya saja sudah ada yang begitu pas sama ngen-ngenan saya?"
"Tapi, Buk ...."
"Pokoknya Mbak mulai besok harus ikut masuk ke kelas. Ringan kok, cuma ajari anak nari dan nyanyi. Jadi nanti pas mau ada acara, anak-anak sudah siap tampil. Tau sendirikan kalau latih anak-anak itu butuh waktu yang lama? Mbak bisa coba dulu, baru memutuskan nanti."
Nanda bingung untuk sesaat. Keberuntungan macam apa ini?
"Dicoba aja dulu, Mbak," desak Bu Kepala Sekolah yang cantik jelita ini meski usianya sudah tua.
Nanda mengangguk, "tolong ajari saya, ya, Bu ... saya hanya suka anak-anak dan nari, jadi untuk mengajar saya belum ada pengalaman."
"Pasti dong, Mbak ... saya akan bantu Mbak Nanda sampai pro!" Jempol bu Har langsung teracung ke depan. "Saya permisi dulu kalau gitu ... makasih, ya, Mbak sebelumnya udah mau tak repotin. Saya mau siapkan beberapa hal untuk persetujuan Mbak Nanda ini."
Nanda mengangguk dan berdiri untuk mengantarkan kepergian Bu Har.
"Ya, ampun ...," keluh Nanda senang, lalu menatap langit seolah sedang berbicara padanya. "Yang Ti ... nih, cucumu yang paling ora dewe wes oleh kerjaan."
***
"Nda ... Ibuk kirim uang."
Ketika Nanda hendak menemui Axcelo yang menunggunya tak jauh dari sini, rentetan pesan masuk bersamaan. Bergegas Nanda menelpon Ibunya agar semua lebih jelas. Uang ini agak aneh karena Nanda sudah tidak butuh uang sebanyak itu di penghujung masa kuliahnya.
"Buk, kok banyak sekali, to? Nanda kan hanya tinggal bayar kebaya buat wisuda sama make up-nya saja. Yang lain udah lunas," sergah Nanda begitu panggilan terjawab.
"Ndak papa, kamu sekalian beli kebaya buat hari Sabtu nanti dan bayar travel pulang," jawab Lestari, Ibu Nanda lembut.
"Tetap saja kebanyakan, Buk ... nanti Nda jajan terus, loh." Nanda tertawa senang, tetapi kemudian langsung lenyap ketika ingat apa yang terjadi hari ini. "Pulang? Maksud Ibu—"
"Iya, Nda ... Yang Ti mempercepat acara lamaran kalian, jadinya hari Minggu ini. Dan kamu harus pulang hari itu."
"Tapi Buk, Nda ditawari kerja jadi guru di sekolah TK, mulai besok aku mulai kerja."
"Wah, yo bagus, Nda ... Ibuk senang."
"Kayaknya aku nggak usah pulang saja, ya, Buk ... kan biasanya boleh kalau aku nggak hadir. Aku harus siap-siap masuk kerja, kan?" Nanda mulai cemas. "Nanti aku minta maaf sama Mas Diwa secara langsung, Bu."
"Ya udah, Ibuk bilang Bapak dulu. Biasanya boleh, tapi kalau ...."
"Mas Diwa dan keluarganya pasti ngerti kok, Buk. Mereka bukan orang yang kaku sama adat kaya kita."
"Ya wes lah, Ibuk emang ndak bisa menang kalau adu argumen sama kamu. Hati-hati di sana, ya ... pake uangnya ati-ati, jangan dihambur-hamburkan buat yang ndak penting. Utamakan kebutuhan yang penting-penting dulu."
"Njih, Buk."
Panggilan langsung terputus, lalu Nanda dengan perasaan senang menyambung langkahnya menuju tempat janjian, selagi menunggu Hima selesai sekolah.
Ponsel Nanda bergetar lagi, menampakkan nomor Axcelo yang artinya pria tampan itu sudah menunggunya di sana.
"Tunggu sebentar, ya, Pangeranku!" Nanda bergumam dengan senyum kasmaran menghiasi bibirnya.
Jelas Nanda senang dengan hubungan ini walau sembunyi-sembunyi. Nuga adalah alasan kenapa hubungan ini istimewa. Duda tua kolot itu selalu menekankan setiap hari, setiap jam, setiap detik, agar Nanda tidak pacaran. Untuk alasan apapun, tidak boleh. Melanggar sama artinya akan ada perang besar terjadi di rumah mereka.
Sebenarnya Nanda takut jika Nuga memarahinya. Duda itu menyeramkan bahkan saat tidak marah sekalipun. Tapi demi menyelamatkan masa muda yang indah dan penuh gelora ini, Nanda akan mengusahakannya. Setidaknya sebelum dia jadi istri Diwandra, pria yang sudah disiapkan keluarga untuk menjadi pendamping hidupnya.
Ujung mobil Axcelo sudah terlihat oleh Nanda, sehingga dia mempercepat langkahnya. Biasanya Axcelo menunggunya di dalam mobil, tetapi kali ini dia bersandar di kap mobil dan melambaikan tangan ke arah Nanda. Meski hanya ngobrol dan pegangan tangan, tapi Nanda tetap harus waspada. Bisa saja Nuga secara mendadak menjemput mereka lebih awal dan tanpa sengaja memergokinya berduaan.
Nanda langsung menghambur ke pelukan pacarnya.
"Eh-eh ... ada apa ini? Tumben?" batin Axcel kesenangan saat membalas pelukan agresif Nanda.
"Baru sehari nggaj ketemu, udah kangen berat Ayang ku ini," ucap Axcel seraya nyengir.
"Tebak Ayang, apa yang membuatku senang hari ini?" Nanda melepas pelukannya dan menatap Axcel penuh binar.
Axcelo langsung mencubit hidung Nanda yang standart SNI itu, membuat Nanda memekik senang. "Apa memangnya selain senang karena bisa ketemuan sama aku?!"
"Ada apa sih dengan hidungku, kok tiap ketemu jadi sasaran empukmu?" tanya Nanda dengan nada manja, lalu merengkuh leher Axcel untuk memeluknya lagi.
"Ada cinta di ujungnya, yang tiap ketemu bawaannya pengen ambil aja, lalu tak masukkan ke hatiku yang paling dalam." Axcelo terkekeh senang.
Axcelo adalah pria yang sangat tampan dengan garis wajah yang tegas. Dia memang mahasiswa paling tampan di kampusnya, dan banyak wanita menyukainya, tapi hanya Nanda si gadis desa biasa yang berhasil memikat hatinya.
Dulu, Axcelo sering melakukan bimbingan di kafe milik Nuga dan dari situ Nanda dan Axcelo berkenalan, lalu saling jatuh hati. Hanya saja, mereka berdua tidak berani mengungkapkan karena terhalang kegalakan dan wajah menyeramkan Nuga.
"Kita bicara di dalam mobil saja, ya ... aku takut Om Nuga dateng." Nanda melepas pelukannya, dan menautkan jemarinya pada jemari Axcel.
Namun, belum sempat Nanda melangkah, sebuah suara mengerikan menggelegar bak petir saat mendung pekat menyelimuti bumi.
"Oh, jadi begini kelakuan kamu kalau di luar rumah?!"
*
*
*
Maaf belepotan, aku mix and match aja dengan naskah sebelumnya agar nggak terlalu ketahuan, hihihi🙈 masih dipantau soalnya🤭
Kalau ada salah tulis atau aku salah penempatan setting, boleh koreksi loh ya. Maaf simbok2 suka pelupa🤭
Makacih ya, yg udah mau tak repotin baca tulisan ku ini😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Siti Ariani
macan ternak= Mama cantik anter anak🤣
2023-06-28
0
Maryani Sundawa
Nanda ada bakat jd playgirl🤭🤦🤦
2023-01-18
0
Miawati
axcelo baik ga sih??
2023-01-15
0