Nuga turun ke meja makan masih dengan perasaannya yang agak gimana setelah melihat aurat Nanda tadi. Entah setan dari mana yang memengaruhi pikirannya sekarang sehingga bayangan itu senang sekali menari di benaknya.
Nuga diam-diam menghela napas seraya membuka satu kancing kemeja batiknya. Mendadak si duda sholeh itu merasa gerah.
"Mas ...!"
Teriakan dari arah dapur membuat Nuga yang hampir duduk itu membeku dalam posisi setengah duduk. Bibirnya mendesis kesal seraya menjatuhkan pantatnya keras-keras di kursi.
Meylani Anggia Tan tersenyum senang, lalu berlari kecil ke arah meja makan. Tangannya langsung menekan meja dan membungkuk di depan Nuga. "Mas tebak Mey hari ini bawa apa untuk Mas?!"
Nuga menatap malas Mey yang sejak kecil tinggal berseberangan dengan Nuga. Mereka memang teman kecil, meski Nuga saat Mey lahir sudah masuk taman kanak-kanak. Mey selalu mengatakan kalau mereka adalah kakak adik, meski Nuga tidak pernah mengiakan.
Tatapan itu diartikan lain oleh Mey, jadi wanita muda itu bergegas membuka kotak makan susun yang disembunyikan di bawah tudung saji.
Nuga baru sadar kalau ada tutup dari anyaman itu diatas meja, dia menelan ludah. Bukan tidak enak sebenarnya, hanya saja makanan itu terlalu penuh gizi untuk lambung Nuga yang penuh kopi setiap paginya.
"Taraaa ... salad sayur dan ini!" Key membuka kotak makan plastik yang terkenal dikalangan emak-emak itu, dan menyodorkan ke depan Nuga. "Sushi ... isinya alpukat dan ayam, agar Mas bisa makan dengan nyaman tanpa kejutan dari telur ikan yang kata Mas amis itu."
Nuga sekali lagi menatap Mey. Itu hanya alasan sebenarnya. Nuga suka semuanya, tetapi didepan Mey dia jadi pilih-pilih dan mengatakan alergi terhadap beberapa makanan demi menolak wanita ini. Terkadang Nuga risih dengan suara dan tingkah Mey di sekelilingnya. Agresif dan Nuga kurang suka.
Gigi Mey terasa kering sebab dari tadi Nuga hanya memandangnya saja, tanpa melirik sama sekali ke makanan di tangannya. Mata Mey melirik kiri kanan saking salah tingkahnya. "Jadi Mas masih keberatan juga? Ini sudah paling toleran loh, Mas ...!"
Nuga mengembuskan napas ke arah lain, lalu cepat-cepat menyesap kopinya.
Mey menjatuhkan tubuhnya dengan hati yang sedikit kecewa atas keterdiaman Nuga yang diketahuinya sebagai penolakan. Yang yah ... kali ini mungkin paling menyakitkan. Setelah semua usaha dan selama ini? Ya, lama sekali Mey memendam perasaannya seorang diri.
"Mas gak suka dibagian mana nya? Alpukatnya?" Met mengambil sumpit dan gigih menyodorkan gulungan nasi terbungkus nori itu ke depan bibir Nuga. "Alpukat bagus untuk orang yang sedang berusaha berhenti merokok, di luar negeri, orang lebih suka kombinasi alpukat dengan merica dan garam daripada dengan gula. Jadi Mas harus coba ...!"
Nuga menampik pelan sushi itu. "Mey ...Aku udah sarapan tadi."
Tangan Mey mengendur dan ekspresi kecewa muncul begitu saja.
"Kamu lihat kan?" Nuga menunjuk setumpuk roti tawar tebal dengan isian yang melimpah.
"Itu bukan buat Mas ... Aku tau itu!" Mey membalas dengan nada suara meninggi tanpa menoleh ke arah makanan tersebut.
"Mey ...," lirih Nuga seraya menghela napas dan kesabaran memenuhi dadanya. Dia tidak habis thinking akan Mey yang keras kepala dan gigih mendekatinya.
Mey mendengus seraya membuang muka dan menghentakkan sumpit bersama sepotong sushi itu ke atas wadah bekal di depannya. "Sarapan Mas setiap hari adalah kopi, jangan kira aku nggak tahu ya, Mas! Kopi nggak ada gizinya, yang malah akan membuat asam lambung Mas Nuga semakin parah, Mas tau kan soal itu? Mas Yan sudah mengingatkan berkali-kali, dan Ibuk bapak sudah berpesan ke aku agar jagain Mas selama Ibuk Bapak di Sidney!"
Nuga beranjak dari duduknya, kepalanya terasa mau pecah mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Mey.
"Mas ...!" Mey menahan tangan Nuga dengan tatapan penuh permohonan.
Nuga membuang napas lagi, astaga ... kenapa hari ini dia sial sekali!
"Mey ... asam lambungku naik bukan karena kopi, tapi karena sikap kamu yang selalu melebih-lebihkan hal yang sepele seperti ini. Tolonglah, aku sudah dewasa, dan mengerti apa yang baik dan tidak untukku sendiri. Lebih baik, Mey ngurus diri Mey sendiri. Cari pasangan dan pacaran, bagus kalau menikah. Kau sudah cukup matang untuk berumah tangga."
Mey terhenyak beberapa saat, hatinya menjadi sakit berkali-kali lipat. Perlahan tangan Mey melepaskan pegangannya pada Nuga.
Nuga menarik tangannya, lalu mengambil tas dan kunci mobil. Sekilas dia bisa melihat wajah sendu dan air mata Mey.
Rasa bersalah dan iba sebenarnya ada dalam hati Nuga, tetapi ia tak mau Meylani atau siapapun itu menyinggung garis batas yang ia ciptakan. Ia tidak ingin Arum—mendiang istrinya, tergantikan dan peringatan dari putri kecilnya, membuatnya enggan membuka hati untuk wanita manapun. Cukup dua wanita itu yang menguasai hatinya, dia sudah bahagia.
"Aku berangkat dulu, Mey ... take care, ya!" Sekalipun Meylani adalah wanita yang paling dekat dengannya sejak mereka masih kecil, tetapi bahkan sebelum-sebelumnya, ia tak memiliki perasaan apapun pada Meylani. Nuga hanya menganggapnya adik dan sahabat, meski ia tahu Mey menaruh hati padanya. Lagi pula, Nuga tidak suka mencampuradukkan circle hubungan yang sudah masing-masing ia kelompokkan.
"Mas ... bisakah Mey berharap lebih padamu?" suara Mey terdengar putus asa. Tak kuasa Mey menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya untuk tidak turun. Lara hati wanita itu sudah terlalu lama dipendamnya sendiri. Kenyataan yang selalu ia sangkal bahwa Nuga tidak pernah menganggapnya sama sekali. Mey sudah mencapai ambang batas sabarnya, hatinya yang tak lebih lebar dari sebuah cercah ini, tak lagi mampu menahan perasaan yang begitu kuat untuk seorang Anugrah Krida Armananta.
"Aku bukan pria yang kau harapkan itu, Mey ... jangan menggantungkan harapan yang sia-sia! Bukan kali ini saja aku mengingatkanmu tentang hal ini, bukan?" Nuga dengan dingin menjawab Meylani.
Sebuah isak yang cukup mengerikan menusuk telinga dan hati seorang Nuga, tetapi sekali lagi, ia tak mau bersikap kejam dengan mempermainkan perasaan wanita. Baginya, jika sudah berkata tidak—terlebih hatinya memang tidak bergetar sama sekali untuk Mey—ia tak akan mengubah kata itu.
"Berhentilah bersikap seperti ini padaku, Mey! Semua itu hanya akan menyakitimu!" sambung Nuga sebelum melangkah meninggalkan ruang makan.
Mey hanya bisa terisak memandang berkabut pria yang ia cintai selama ini. Nuga selalu tegas membuatnya berhenti, tapi dia tak bisa mengatur perasaan seseorang padanya. Bagi Mey, Nuga ibarat duri yang sudah menusuk dalam di hatinya.
Nanda melihat semua yang terjadi di meja makan. Dia sengaja bersembunyi agar bisa menertawakan Mey yang selama ini memang membencinya. Entah apa alasan wanita itu membencinya, Nanda tidak pernah tau.
Ketika Nuga melewati persembunyiannya, Nanda bergegas melenggang ke meja makan. Dengan santai, tetapi masih tetap melirik Mey yang sibuk menutup kotak bekalnya itu, Nanda mengambil tumpukan roti isi itu dan menggigitnya penuh gaya.
"Sudah ditolak berkali-kali, masih saja ngeyel," gumam Nanda.
Mey mendengar itu semua, tetapi dia menahan diri untuk tidak menoleh. Nanda sialan itu tidak boleh melihat air matanya. Dengan hentakan kasar, Mey menutup kotak bekal tersebut, lalu memasukkannya ke dalam tas bekal.
Nanda tertawa kecil seraya ngeloyor pergi. Dia sengaja memanas-manasi Mey. "Om Nuga, tunggu Om! Kita berangkat bareng!"
Mey menoleh, lalu mengumpat. "Dasar bocah ingusan kurang ajar!"
*
*
*
Om Nuga udah dapet lepel, jadi sate dengan aman di sini, yak🤣 jangan bosen ikutin om yak🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Sanjaria Abubakar
mantap Thor cerita nya
2024-01-08
0
Miawati
udah sm aku aja om
2023-01-15
1
Maryani Sundawa
om Nuga maunya cewek yg bisa menggetarkan hatinya Mey .....
2023-01-15
0