"Kek, Ikram udah ajak ...."
"Kakek?" Tiba-tiba Vanya menghampiri pria tua yang terbaring lemah di ranjangnya. Gadis itu langsung mencium punggung tangan kakek itu.
"Pantesan Vanya udah lama nggak lihat Kakek di taman, ternyata Kakek sakit." Gadis itu terus berbincang dengan Kakek Fathan, hingga membuat Ikram melongo.
"Hei, jangan sok akrab deh, beliau kakek gue." Tiba-tiba Ikram menyela Vanya dan sedikit mendorong bahunya.
"Ikram, kamu jangan kasar!" Dengan lemah pria tua itu membentak cucunya.
Ikram terkejut dengan reaksi sang kakek. "Memangnya Kakek kenal sama dia?"
Pria tua itu mengangguk. "Gadis ini yang selalu menemani Kakek saat Kakek pergi ke taman."
Vanya kemudian mencebikkan bibirnya pada Ikram. "Kakek sudah makan belum?" Kemudian pria yang tangannya masih terpasang selang infus itu menggeleng.
"Vanya suapin ya, biar Kakek cepet sembuh." Gadis itu kemudian mengambil mangkuk berisi bubur dan siap untuk menyuapi pria tua itu.
Sebelumnya Ikram menaikkan ranjang sang kakek, agar posisi sang kakek seperti duduk bersandar. Sekitar lima belas menit, Vanya selesai menyuapi Kakek Fathan. Setelah itu, mereka kembali berbincang sampai akhirnya Fathan meminta Vanya untuk menikah dengan cucunya, Ikram.
Rasa empati Vanya membuat gadis itu menyetujui pernikahan itu. Kakek Fathan yakin bahwa Ikram bisa berubah jika bersama Vanya.
Setelah mendapat kesepakatan, akhirnya Ikram mengajak Vanya untuk pulang. "Kakek harus sembuh ya, aku sama Mas Ikram akan menikah dan Kakek harus hadir di pernikahan kami," pungkas Vanya kemudian pamit undur diri.
Saat mereka sudah berada di dalam mobil dan Ikram mulai melajukan mobilnya, pria itu pun berkata, "Ngebet banget lo nikah sama gue."
"Gue kepaksa biar kakek cepat sembuh, seenggaknya gue masih punya empati nggak kaya lo." Vanya menjawab dengan sinis.
"Heh, cewek manja kaya lo bukan tipe gue."
"Emangnya situ tipe gue, bukan!"
Hening kembali menemani mereka, sampai mereka akhirnya sampai di rumah. Ikram mengantar Vanya hingga masuk ke rumah, kemudian pria itu langsung pamit pulang.
Vanya menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya, dan gadis itu juga menyetujui perjodohan ini demi kesembuhan sang kakek.
"Kamu yakin, Sayang? Pernikahan ini bukan untuk main-main lo." Ehsan meyakinkan putri kesayangannya.
"Iya, Pi. Vanya udah kenal kok kakek Fathan, dia baik orangnya."
"Tapi, kamu akan menikah dengan cucunya, Sayang." Ayudia menimpali.
"Vanya tulus buat bantu kakek, Mi. Kalau perjodohan ini membuat kakek Fathan sembuh kenapa nggak. Kan Papi sering bilang kalau kita harus bisa bermanfaat untuk orang lain."
Ehsan mendekap tubuh putri kesayangannya. "Baiklah, Papi akan siapkan pesta pernikahan yang megah untuk putri Papi. Semoga kamu selalu bahagia, Sayang."
**
Kembali ke satu hari setelah kegagalan pernikahan Vanya dan Ikram.
Ehsan masih murka dengan apa yang terjadi pada keluarganya. Pria itu masih bersitegang dengan sang istri setelah mengusir putri kesayangannya.
"Seharusnya kita menjaga mental anak kita yang baru saja gagal menikah, karena calon suaminya yang tidak bertanggung jawab, Mas." Ayudia mengusap pipinya yang basah dan beranjak dari duduknya.
"Kamu mau ke mana?"
"Kamu masih bertanya aku mau ke mana, Mas?" Ayudia terkekeh mengejek.
"Anak kita pergi dan dia tidak membawa ponselnya, kamu masih bertanya aku mau ke mana?" Wanita itu menatap tajam suaminya.
"Besok juga Vanya pasti pulang, kamu jangan khawatir." Ehsan mendekati sang istri dan hendak mendekapnya tetapi langsung ditepis oleh sang istri.
Ayudia benar-benar pergi mencari putrinya bersama supir mereka. Ehsan yang masih marah, langsung menghubungi Hanan dan menyalahkan semuanya pada pria itu. Keluarganya jadi bertengkar karena keinginan tak masuk akal keluarga Hanan.
Keesokan harinya, Ehsan pergi pagi-pagi sekali dari rumah, bahkan Ayudia tak mengetahui kepergian suaminya. Saat wanita itu terbangun dari tidurnya, ia tak mendapati suaminya. Ayudia pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, setelah itu turun ke bawah untuk sarapan. Namun, saat sampai di meja makan suaminya juga tak ada di sana.
"Mbok, bapak di mana?" tanya Ayudia sambil duduk di tempatnya, sesekali ia memijat pelipisnya yang terasa sakit.
"Bapak sudah pergi keluar sejak pagi tadi, Bu." Mbok Darmi asisten rumah tangga itu menjawab sambil memberikan teh manis pesanan Ayudia.
"Pergi ke mana, Mbok?" Ayudia menatap wanita paruh baya itu.
"Bapak, nggak bilang, Bu. Tadi beliau langsung pergi setelah memakan sarapannya."
"Oh, ya udah makasih, Mbok." Ayudia mulai meminum teh manisnya, sementara itu Mbok Darmi langsung pamit kembali ke dapur.
"Aku nggak tahu kamu ke mana, Mas. Tapi aku beneran masih marah sama kamu." Ayudia bergumam sendirian.
Di tempat lain, terlihat seorang pria berkemeja biru itu sedang duduk berhadapan dengan pria lain ran seorang perempuan.
"Di mana Ikram? Bagaimana putramu kabur dari pernikahannya, Hanan?" geram pria berkemeja biru itu yang tak lain adalah Ehsan.
"Maafkan aku, Ehsan. Aku dan istriku sedang berusaha mencari dia, kami sudah mengerahkan semuanya untuk mencari Ikram.
"Maaf saja tidak akan mengembalikan semuanya, termasuk putriku ...." Ehsan berucap sambil menahan sesak di dadanya.
"Maafkan kami, bahkan ayahku juga sedang kritis saat ini." Hanan mencoba membujuk Ehsan agar emosinya tak berkepanjangan.
"Demi Pak Fathan, putriku rela menikah dengan putramu yang tak bertanggung jawab itu, Hanan. Aku bahkan sudah melarangnya, tetapi putriku bersikeras hanya agar Pak Fathan kembali sembuh, tapi .... " Ehsan menarik nafasnya sebentar kemudian mengembuskannya.
"Tapi putramu sendiri yang membuat kakeknya menjadi kritis seperti sekarang. Jangan pernah menyalahkan putriku!"
Hanan hanya terpaku mendengar semua fakta yang baru ia dengar, pria itu mengira Ikram benar-benar tulus menuruti perintah ayahnya, ternyata ini terjadi karena kebaikan Vanya.
"Aku akan membalas semua perlakuan kalian terhadap keluargaku, Hanan!" Kini Ehsan beranjak dan langsung pergi meninggalkan kediaman Pradana itu.
Hanan membanting tubuhnya ke sandaran sofa, sementara Manda masih terisak di tempatnya.
"Kita telah gagal mendidik putra kita, Pi. Mami malu, Vanya bahkan sudah sangat baik." Manda bersandar pada bahu suaminya.
"Kita harus menemukan Ikram, dia harus belajar bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya." Hanan mengepalkan kedua tangannya.
Pria itu kemudian beranjak dari duduknya dan mengambil ponselnya. Lalu ia menghubungi seseorang. "Temukan putraku bagaimanapun caranya, kalau tidak? Kalian yang akan tanggung akibatnya!" Hanan lalu menutup sambungan teleponnya.
"Aku akan mencari Ikram." Hanan lalu pergi meninggalkan istrinya.
"Aku ikut, Pi."
"Jangan tetaplah di rumah da tinggu kabar dariku."
Pria paruh baya itu pun mulai melakukan mobilnya. Ia tak tahu harus mencari ke mana, yang jelas ia harus menemukan putranya yang telah membuat malu keluarganya. "Ayah maafkan aku yang tidak bisa mendidik putraku dengan baik, cepat sembuh ayah."
"Awas!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Kim Miso
kerennn Thorrr
2023-01-12
0