Bab 5

Sore ini Cika tengah duduk di kursi rotan yang ada di depan rumah kontrakannya, Cika terlihat sedang bingung memikirkan apa yang akan dimasak untuk makan malam nanti.

Di dapur semuanya serba tidak ada, mulai dari kelapa, minyak goreng, garam dan bumbu lainnya.

Sedangkan hingga saat ini ibunya juga belum pulang entah pergi ke mana.

Cika melihat papanya baru saja datang, Dia terlihat senang berharap papanya memiliki uang untuk membeli perlengkapan dapur agar dia bisa memasak makanan untuk makan malam nanti.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Cika?" tanya Herman pada putrinya.

"Pa, apakah papa ada uang untuk membeli perlengkapan dapur agar aku bisa memasak?" tanya Cika pada papanya.

Herman terdiam. Dia tidak tahu mau memberikan apa pada putrinya, dia tahu saat ini sang putri meminta uang untuk makan mereka semua.

Cika sudah tahu jawaban dari pertanyaannya.

"Wajar saja, mama selingkuh. Ini semua gara-gara papa!" bentak Cika pada papanya.

Cika juga tidak sanggup memiliki seorang kepala keluarga yang tidak tahu tanggung jawab yang harus dilakukannya.

Sebagai seorang kepala keluarga, Herman harus menafkahi keluarganya, tapi sebagaimana yang diketahui oleh putrinya Herman tidak peduli dengan tanggung jawabnya.

Herman terdiam mendengar bentakan dari Sang Putri.

Dia membalikkan tubuhnya lalu menatap ke arah putrinya. Herman kecewa dengan putrinya yang dibela selama ini, setiap kali terjadi pertengkaran antara Cika dan ibunya, dia akan selalu membela putrinya.

"Ternyata kamu sudah mulai dewasa ya, Nak," lirih Herman dengan nada sedih.

Putri kecilnya kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis, walau bagaimanapun dia sudah dapat melihat apa yang ada di hadapannya.

Dia sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah.

Meskipun Herman tahu bahwa apa yang sudah dilakukannya terhadap keluarganya merupakan hal yang salah tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada sedikitpun keinginan di dalam dirinya untuk berusaha menafkahi keluarganya.

Selama ini Herman bercita-cita menjadi seorang pemimpin yang memerintah orang-orang tapi dia sendiri tidak tahu bagaimana cara untuk meraih menjadi seorang pemimpin tersebut.

Dia tidak paham bekerja menjadi seorang buruh atau pekerjaan lainnya karena dia merasa tidak kuat melakukan hal itu.

Cika hanya diam mendengar ucapan dari papanya, dia tahu saat ini papanya sangat kecewa terhadap dirinya tapi Cika lebih kecewa lagi terhadap papanya itu.

"Ada apa ini?" tanya Sandra yang baru saja datang.

Dia heran melihat wajah suaminya yang terlihat sedih serta wajah putrinya yang terlihat kesal terhadap sang suami.

Cika meninggalkan mama dan papanya begitu saja, dia melangkah keluar pekarangan rumah. Cika memilih pergi ke rumah sahabatnya yang tak jauh dari rumah kontrakannya.

"Ada apa lagi ini, Bang?" tanya Sandra pada sang suami.

"Cika minta uang untuk perlengkapan dapur agar dia bisa memasak untuk makan malam nanti," jawab Herman.

"Lalu?" tanya Sandra.

Sengaja mempertanyakan hal itu agar sang suami menyadari bahwa menafkahi kehidupan rumah tangga adalah tanggung jawabnya.

"Lalu apa? Mana ada aku uang, kamu tahu sendiri bahwa aku hanyalah seorang pengangguran," ujar Herman.

"Makanya, Bang, sadar diri kalau memang udah pengangguran, ya berusaha dong cari kerja, lama-lama seperti ini aku sudah tidak sanggup hidup bersamamu apa salahnya kamu menceraikanku," ujar Sandra.

"Ingat Sandra sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu," bentak Herman tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh sang istri.

"Rumah tangga ini udah tidak sehat lagi, kamu tahu kebutuhan anak-anak semakin meningkat, tapi apa yang kamu lakukan? Kamu hanya berdiam diri ke warung yang mana tidak menghasilkan apapun dari sana," ujar Sandra semakin kesal pada suaminya.

"Sudahlah, Sandra. Aku tidak ingin berdebat lagi denganmu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskanmu. Aku tidak akan pernah menceraikanmu sama sekali," ancam Herman.

Herman sengaja melakukan hal itu agar istrinya tidak bisa bersatu dengan selingkuhannya.

Sandra masuk ke dalam rumah meninggalkan Herman yang kini duduk di kursi rotan yang ada di teras rumah.

"Tuhan, aku sudah tidak sanggup hidup bersama pria yang tidak bertanggung jawab seperti dia." lirih Sandra saat dia sudah berada di kamar.

Sandra tahu apa yang dilakukannya saat ini adalah dosa besar, tapi jika tidak melakukan hal itu putra dan putrinya tidak akan bisa makan dan melanjutkan sekolah seperti biasanya.

setelah melepaskan rasa lelah sejenak, Sandra mengganti pakaiannya dengan daster rumahan.

Dia pun melangkah untuk melihat perlengkapan dapur yang kurang untuk memasak, setelah itu dia pun melangkah ke warung untuk membeli perlengkapan dapur yang kurang di rumahnya.

Melihat wajah murung putrinya, Sandra pun memutuskan untuk memasak dan membiarkan putrinya beristirahat atau menenangkan diri di rumah temannya.

Kembali dari warung Sandra langsung memasak makanan seadanya, dia tidak boleh menghabiskan uang yang diberikan oleh Ramzy begitu saja karena uang itu akan digunakannya untuk biaya pendidikan Sandy dan Cika.

"Apa yang mau kamu masak?" tanya Herman pada sang istri.

Herman memang seorang pria yang tidak tahu diri, dia yang sama sekali tidak berusaha mencari uang dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya, masih berani memilih makanan saat sang istri memasak.

"Sambel terasi," jawab Sandra kesal.

"Apa? Cuma sambel terasi?" bantah Herman kesal.

"Iya, kalau kamu mau makan yang enak-enak, makanya cari uang yang banyak supaya aku bisa masak makanan yang enak yang kamu inginkan," bentak Sandra geram dengan sang suami.

"Ya Tuhan, masih ada orang yang seperti suamiku ini," lirih Sandra sedih.

Sandra pun mulai memasak dia mengabaikan kata-kata suaminya yang terus saja mengomel tak keruan.

Saat Sandra baru saja selesai memasak Sandy pulang, dia masuk ke dalam rumah.

"Ma," panggil Sandy.

"Mhm," gumam Sandra menanggapi panggilan putranya.

"Ma, ponselku hilang," ujar Sandy menyampaikan masalahnya.

"Apa?" tanya Sandra.

Sandra tidak percaya dengan apa yang dikatakan putranya, dia baru saja membelikan ponsel baru untuk putranya itu, meskipun yang dibelikannya hanyalah ponsel second tapi itu bisa digunakan Sandy untuk belajar.

"Iya, Ma. Aku juga tidak tahu di mana hilangnya. Tadi saat aku main di rumah Ferdy, aku tidak lagi menemukan ponselku," cerita Sandy pada ibunya.

"Ya ampun, Sandy. Kamu tahu kan, mama dengan susah payah membelikan hp second untukmu," ujar Sandra pusing.

"Gampang, Ma. Mama kan tinggal minta uang sama selingkuhan mama," ujar Sandy.

Sandy tahu mamanya yang berselingkuh, dia juga tahu ibunya mendapatkan uang banyak dari hasil perselingkuhannya dengan pria kaya raya itu.

Plak.

Sandra menampar pipi putranya. Dia tidak dapat menahan diri saat mendengar ucapan putranya sehingga dia merasa sangat malu mendengar ucapan putranya sehingga langsung emosi.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

betapa sedihnya hati Sandy ketika dia tahu kelakuan namanya

2023-03-01

0

🌺aNNa baiTi khaRomaH🌺

🌺aNNa baiTi khaRomaH🌺

kok aku juga geram sendiri sama si herman...kerja g mau, menceraikan juga g mau🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️

2022-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!