Catalina menatap ke luar jendela.
Sudah lebih dari sepuluh tahun. Ia bahkan sudah lupa seperti apa Tatiana. Apakah gadis itu masih ceria dan energik seperti dulu? Apa dia masih suka tersenyum?
Gadis yang selalu bahagia, kenapa menjadi seperti ini?
Apa yang salah?
Jika ada kesempatan, bisakah ia melihatnya?
Pertanyaan demi pertanyaan datang dan menghantuinya. Namun ia gagal menemukan jawaban. Lebih tepatnya, ia tidak bisa memikirkan apapun.
Tiga belas tahun, bukan waktu yang singkat. Selama itu mereka tidak bertemu, jadi bagaimana bisa ia tahu sesuatu? Tatiana bisa saja berubah. Dan perubahan itu yang tidak bisa dipikirkan oleh otaknya.
"Bagaimana dia menjalani hidup?" Suara rendah Catalina memecah keheningan. "Apa sesulit itu?" Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Tatiana selama ini. Ia merasa hidupnya adalah yang paling sulit, ia merasa hidupnya yang paling buruk dan menjengkelkan, namun ia tidak pernah berpikir Tatiana juga mengalami kesulitan dalam hidupnya.
Tatiana di adopsi oleh wanita dan pria yang tampak kaya. Ia pikir hidupnya menyenangkan dan lebih baik dari siapapun. Setidaknya, mereka tidak akan memperlakukannya dengan buruk, begitu pikirnya. Namun, apa mungkin ia keliru?
Nick menghela napas panjang. "Kehidupan pribadinya cukup rumit," jawabnya. "Dan aku bukan orang yang bisa memasuki ranah itu." Karir Tatiana memang cemerlang, namun masalah pribadinya, ia tidak pernah tahu.
Bukan karena ia tidak ingin tahu atau terlalu mempercayai Tatiana. Bukan sama sekali. Namun karena Tatiana menutupnya erat, tidak membiarkan ia mengetahuinya, maka mau tidak mau ia terpaksa mempercayainya.
Alasan itu pula yang membuat segalanya menjadi rumit. Yaitu, ketidaktahuannya tentang gadis itu. Apa masalahnya, apa kesulitannya, gadis itu seolah menyimpan banyak rahasia di luar sepengetahuannya.
Catalina memijit di antara alisnya. Sepertinya ia gagal menjadi kakak yang baik. Tidak. Ia memang gagal. Sepenuhnya gagal. Ia gagal menjaganya, gagal melindunginya, gagal memberikan kehidupan yang baik. Sekarang, setelah semua menjadi seperti ini, siapa yang harus disalahkan? Apakah orang tua yang mengadopsi Tatiana, Nick atau dirinya?
Meski ingin menyalahkan orang lain dan melimpahkan semua ketidakpuasannya pada mereka, Catalina tidak berhak melakukannya. Selain bukan waktu yang tepat, ia juga turut andil dalam kehancuran hidup Tatiana. Ia bahkan mulai berpikir Nick tidak tahu apapun. Jadi tidak ada gunanya marah padanya, tidak ada gunanya membencinya. Namun meski tidak lagi marah ataupun benci, bukan berarti ia mempercayainya. Sejujurnya, itu sedikit sulit.
"Tatiana banyak bercerita tentang dirimu," Nick kembali buka suara.
"Kau berkata seolah kau sangat mengenal adikku." Dan Catalina tidak menyukai itu. Entah Nick orang yang berdiri di pihak mana. Apa Nick orang kepercayaan adiknya, atau sebaliknya?
Entahlah.
Untuk saat ini pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan ia simpan di hatinya.
"Aku memang mengenal adikmu dengan cukup baik," sahutnya. "Maksudku, tidak terlalu, namun lumayan baik," Nick menambahkan. Dan dari mulut Tatiana, ia mengetahui tentang Catalina yang tinggal di pasti asuhan.
Beberapa tahun setelah Tatiana di adopsi, panti asuhan terbakar. Banyak orang meninggal dalam insiden itu. Berkas juga habis tak tersisa. Segala tentang Catalina, tidak ada lagi.
Mereka berkata Catalina sudah mati. Namun sebelum melihat jasad saudaranya dengan mata kepalanya sendiri, Tatiana tidak mempercayai itu. Tatiana yakin Catalina masih hidup, di suatu tempat.
Dan benar saja, Catalina memang masih hidup. Sehat dan baik-baik saja.
Catalina tersenyum getir. "Haruskah aku mempercayaimu?"
"Kau memang harus mempercayaiku," Nick menjawab dengan tidak ada semangat sama sekali. Meski kelesuannya kurang meyakinkan, namun ia lebih serius dari siapapun.
"Kenapa?"
Sebelah alis Nick terangkat. "Apa kemunculanku di depanmu tidak cukup meyakinkan?"
Catalina mengangkat bahu. "Entahlah." Ia tidak membutuhkan alasan untuk sebuah keyakinan. Ia hanya percaya pada instingnya sendiri. Ia percaya dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya.
"Ya sudah kalau tidak percaya," ujarnya. Nick menyerah untuk meyakinkan. Lebih tepatnya ia memang tidak berniat meyakinkan. "Tapi itu alasan kenapa aku datang ke sini," lanjutnya. Ia menoleh dan pandangannya bertemu dengan Catalina.
"Karena Tatiana?"
Nick mengangguk. "Kau pikir karena dirimu?"
"Aku tidak sebodoh itu," jawabnya. Berpikir Nick datang untuknya, mustahil. Ia bahkan tidak pernah berharap Nick muncul di depannya. Jujur saja, ia tidak menyukainya.
Nick terkekeh. "Baiklah, sudah cukup basa-basinya," ucapnya. Segera ia memperkenalkan diri. "Aku Nick Anderson, manager Tatiana." Kemudian ia menatap Catalina, menunggu reaksinya. Beberapa orang terkejut saat mengetahui siapa ia. Bagaimana reaksi Catalina, itu yang ingin ia lihat.
Mendapat tatapan harap dari pria di sebelahnya, Catalina memutar bola matanya. "Haruskah aku bilang WOW?" tanyanya, bingung. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Tidak. Ia tidak tahu bagaimana berekspresi. Melihat Nick begitu percaya diri, haruskah ia memberi pujian? Itu bukan masalah besar, hanya pujian. Namun masalahnya ia tidak mengaguminya. Jadi tidak ada alasan ia memujinya.
Nick menghela nafas panjang. "Jika tidak ingin melakukannya, kau tidak perlu repot melakukannya," sahutnya, pasrah. Di negaranya, namanya cukup di perhitungkan. Banyak artis ingin di rawat olehnya. Banyak orang kagum padanya. Tapi ia tidak berharap reaksi Catalina sedatar itu. Dan itu sedikit mengganggunya.
"Baiklah," Catalina menjawab acuh dan gagal menyadari perubahan ekspresi Nick. "Sekarang lanjutkan." Pertama, ia malas mendengar sesuatu jika bukan tentang Tatiana. Dan kedua, ia tidak suka berbicara dengan orang asing. Baginya, Nick hanya orang asing. Terlepas dari sedekat apa Nick dengan Tatiana, itu bukan urusannya. Yang dekat dengannya Tatiana, bukan ia.
Bukannya melanjutkan, Nick justru menggelengkan kepala. "Tsk tsk tsk." Catalina benar-benar gadis tak berperasaan. Ia melupakan fakta bahwa mereka berbeda. Meski wajah mereka mirip, karakter mereka berbeda seratus delapan puluh derajat.
"Kau ingin melanjutkan atau tidak?" Suara Catalina meninggi seiring kata yang terlontar. Ia benci menunggu. Dan ia benci membuang-buang waktu untuk menunggu.
"Ya, aku akan melanjutkan." Nick buru-buru buka suara. "Tatiana adalah aktris papan atas di negara kami. Dan aku sudah menemaninya sejak debutnya pertama kali saat umur tiga belas tahun. Dia adalah gadis yang cantik dan ceria, dia pekerja keras dan, ya, kau tahu, dia sangat naif." Kalimat Nick berhenti begitu saja. Entah ia harus menyebutnya naif atau polos, gadis itu terlalu murni untuk hidup di industri hiburan. Meski sedikit tidak cocok, namun gadis itu memiliki potensi. Dan potensi sebesar itu, tidak mungkin ia menyia-nyiakannya.
Catalina tidak menanggapi. Namun bukan berarti ia tidak mendengarkan. Ia hanya berpikir, jika benar Tatiana senaif itu, apa itu alasan kenapa dia terbaring koma di rumah sakit? Menjadi bulan-bulanan teman sesama artisnya? Atau menjadi bulan-bulanan orang tua yang mengadopsinya?
"Dua bulan lalu, Tatiana mengalami kecelakaan lalu lintas." Nick kembali buka suara. "Banyak keanehan yang terjadi. Maksudku, aku tidak yakin itu benar-benar kecelakaan."
Catalina tersentak. Semua asumsi di kepalanya, buyar. "Maksudmu, itu disengaja?"
"Kukira."
"Apa kau punya bukti?" Catalina menjadi sedikit antusias.
"Tidak. Masalahnya, supir truk itu dinyatakan bersalah." Sudah ada pelaku, tidak mungkin ada pengusutan lagi. Setidaknya begitu prosedurnya. Ditambah tidak adanya bukti, semua berakhir begitu saja.
Catalina mendesah kasar. "Jadi, supir truk yang menabraknya?"
"Uh huh."
"Kau yakin itu disengaja?" Bukan ia tidak percaya, itu hanyalah asumsi terendah dari banyak kemungkinan, tapi waktu terus berjalan, ia bahkan tidak bisa memikirkan hal lain.
Bukan tidak mungkin semua murni kesalahan supir truk, namun bukan hal yang mustahil juga jika truk atau supir truknya di manipulasi. Masalahnya hanya disengaja atau tidak disengaja. Jadi segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Nick menghela nafas panjang. "Itu sebabnya kau harus ikut dengan ku ke Eropa."
"Aku akan memikirkannya," jawab Catalina. Bukan ia tidak mau pergi, ia tidak punya uang. Bagaimana ia bisa pergi jika tidak punya uang?
"Kau benar-benar harus memikirkannya, Catalina," ujar Nick. "Aku serius." Nick ingin mengatakan sesuatu, namun tidak jadi. Itu sudah terjadi lebih dari sekali. Ia ragu meski kata-kata yang ingin ia ucapkan sudah di ujung lidah.
"Aku juga serius," Catalina menimpali. Ia juga serius tidak punya uang.
Jawaban Catalina membuat Nick frustasi. Keengganan Catalina, mustahil ia tidak dapat merasakannya. Ia bahkan mulai kehabisan cara untuk meyakinkannya.
Ada satu cara, cara yang mungkin sangat efektif.
Haruskah ia menggunakan cara itu?
Tidak perlu memikirkannya, Nick sudah mengambil keputusan dan berkata, "Masalahnya, Tatiana menggunakan obat-obatan terlarang." Akhirnya Nick berhasil mengucapkan semuanya dengan lancar. Namun setelah itu, suasana berubah tegang.
***
Setelah semua yang Nick katakan, Catalina tidak memiliki hasrat untuk melakukan apapun.
Ia lelah.
Lelah secara fisik dan mental.
Ia ingin istirahat.
Ia ingin tidur.
Namun ia tidak bisa. Ia terlalu lelah dan otaknya tidak bisa berhenti berpikir. Hingga sinar keabu-abuan fajar muncul, ia masih berada di tempat yang sama. Matanya menatap kosong dan ia enggan mencari tahu berapa lama ia terjaga. Mungkin sejak kepergian pria itu, beberapa jam yang lalu.
Kata-kata Nick sebelum pergi terngiang di telinganya seperti kaset rusak. Mendengungkan hal yang sama berulang kali. Seperti kutukan, semua itu menerornya. Membuatnya tidak bisa memikirkan hal lain. Yang ada hanya membuatnya takut, cemas dan khawatir.
Ketika sinar mentari muncul, ia menjatuhkan tubuhnya di ranjang lalu menangis terisak.
Tatiana..
Adalah yang paling berharga untuknya.
Kenapa Tatiana menjadi seperti ini, adalah sesuatu yang tidak pernah terbayangkan. Jangankan terbayang, memikirkan pun tidak. Tapi bagaimana mungkin semua menjadi seperti ini?
Ia tertawa di tengah tangisnya. "Lucu sekali." Ucapnya sembari menyeka air matanya. Setelah semua yang terjadi, kesulitan demi kesulitan, pengorbanan demi pengorbanan, perjuangan demi perjuangan yang ia lakukan selama ini, jika ujung-ujungnya tidak bisa bertemu Tatiana, lalu untuk apa semua itu ia lakukan?
Memikirkannya, air mata berbondong-bondong jatuh di pipinya.
Ia tidak boleh seperti ini.
Ia tidak boleh menyerah.
Melihat paspor dan tiket pesawat yang tergeletak di atas meja, Nick memberinya waktu dua hari untuk berpikir. Jika ia setuju, ia bisa pergi ke bandara dan terbang ke Eropa. Namun ia yakin tidak perlu menunggu sampai dua hari, karena sekarang ia sudah mendapatkan jawabannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ayu sutriani
kalau tatiana jadi artis kok catalina g tahu ya🤔
2024-08-18
0
park Chanyeol
Pastinya Nick Meminta Catalina untuk Menjadi Tatiana🤔🤔
2022-12-14
3