Rahasia Gelap Sang Aktris
...Judul : Rahasia Gelap Sang Aktris...
...Penulis : Meta.morfosa...
...ΩΩΩ...
...Selamat membaca.....
...ΩΩΩ...
Kabut tebal menutupi kota, udara dingin menembus sampai tulang, rasa dingin yang semula ada perlahan hilang berganti dengan keringat yang membasahi tubuh.
Mengenakan celana jeans usang, pakaian kumal serta ransel kuno di punggungnya, Catalina berlari sekuat yang ia bisa.
Gadis berparas cantik berusia dua puluh tahun itu berlari menyusuri jalanan sepi di malam hari hanya untuk menghindari sekelompok pria berbadan besar yang mengejarnya sejak lima menit yang lalu.
Tidak tahu kenapa ia menjadi target incaran mereka, ia juga tidak mengerti dan tidak memahaminya.
Ia hanya pulang dari kerja paruh waktu seperti biasanya, namun tiba-tiba sekelompok pria datang dan menyerangnya. Setelah beberapa saat melawan, ia menyerah dan memutuskan untuk melarikan diri.
Bukan tanpa alasan.
Daripada mati di tangan mereka, ia lebih memilih kabur. Bagaimanapun, ia sendirian. Ingin minta tolong, tidak ada yang bisa dimintai tolong. Ingin menyerah, ia tidak rela menyerah begitu saja. Sudah tersudut separah itu, apalagi yang bisa dilakukan selain melarikan diri?
Meski cukup pandai bela diri, lalu kenapa? Jika situasinya sudah seperti ini, memang ada kemungkinan ia bisa menang?
Bukan ia pesimis atau seenaknya mengambil keputusan. Ia sudah memikirkan semuanya dengan matang bahkan hingga konsekuensi terburuknya. Melihat dari beberapa hal, peluang kemenangan jika dilihat dari kemampuan mereka, keahlian bela dirinya tidak berarti apa-apa. Ia seperti ikan kecil di lautan di tengah kawanan hiu. Sudah pasti kalah telak.
Apalagi yang mengejarnya adalah empat pria berotot. Belum lagi seorang pria payah di belakang mereka. Menambah jumlah si mengajar menjadi lima orang.
Jumlah yang tidak sedikit.
Mungkin ia tidak akan selamat.
Jadi, apa ia akan mati hari ini?
Ia menggelengkan kepala. "Tidak. Kau tidak boleh mati, bodoh!" Gumamnya pada diri sendiri.
Ada banyak hal yang harus ia lakukan, lebih tepatnya belum sempat ia lakukan. Ia harus menyelesaikan kuliahnya lalu menemui adik perempuannya yang sudah bertahun-tahun tidak ia jumpai. Ia tidak boleh mati hari ini, tidak boleh mati seperti ini.
"Hei, kau, berhenti!" teriak salah satu pria bertubuh kekar berpakaian ketat berwana hitam yang mengejar di belakangnya. Ia adalah tentara bayaran yang ditugaskan untuk mencari dan menangkap Catalina.
"Ish." Mendengar teriakan dari belakang, Catalina mendesis. "Kenapa aku harus berhenti?" sahutnya. Orang bodoh mana saat dikejar sekelompok bandit diminta berhenti langsung berhenti? Bukankah sama saja dengan menyerahkan nyawa? "Kau pikir aku bodoh?" teriaknya.
Tidak ada alasan Catalina dikejar seperti ini. Bahkan jika dipikirkan sebanyak apapun, ia masih tidak menemukan alasannya. Ia hanya gadis biasa yang tidak punya kelebihan. Ia bukan seorang jenius, juga bukan anak orang kaya. Jika menangkap dirinya, apa yang akan mereka dapat?
Menculiknya, tidak ada keuntungan sama sekali. Ia yatim piatu. Hidup hanya dengan mengandalkan belas kasih orang serta pekerjaan paruh waktu yang tidak menghasilkan banyak uang. Sudah jelas tidak akan ada yang datang dan memberikan uang tebusan jika motif mereka karena uang.
Membunuhnya, juga tidak ada alasan mereka melakukan hal sekeji itu. Ia seorang penyendiri dan tidak memiliki musuh. Hidupnya juga sangat lurus. Ia hanya pergi kuliah pada pagi hari, lalu bekerja paruh waktu hingga larut malam. Selain itu, ia juga memiliki kepribadian baik dan cukup sopan sampai rasanya mustahil ia menyinggung orang lain.
Jadi, apa masalahnya? Dimana letak kesalahannya?
Namun meski tanpa alasan, bukan berarti ia harus menyerahkan diri. Tanpa adanya motif yang jelas, itu justru yang paling menakutkan. Jika bukan uang, maka nyawa yang mereka inginkan.
"Kau tidak akan mati hanya dengan satu peluru di tubuhmu!" teriak pria itu lagi, sedikit menakuti.
Catalina terkekeh. "Siapa tahu kau menembak di kepala?" Jika selongsong peluru menembus kepalanya, ia akan mati di tempat. Setelah itu mayatnya tidak bisa ditemukan lagi, hilang dari peradaban, hilang dari jangkauan, lenyap bak di telan bumi karena mereka akan membereskan mayatnya dengan bersih.
Mereka yang melakukan tindak kriminal secara terang-terangan di tempat umum, orang-orang yang membunuh orang di jalanan, mereka cukup percaya diri untuk membungkam orang jika ketahuan. Ditambah, tidak akan ada yang datang mencarinya karena tidak ada yang akan kehilangan jika ia benar-benar hilang. Tidak akan ada laporan kehilangan di kantor polisi. Bahkan mungkin ketidakmunculannya di dunia adalah yang mereka inginkan.
"Aku tidak akan melakukannya."
"Hanya orang bodoh yang akan mempercayainya." Dan Catalina bukan salah satu dari golongan orang bodoh itu. Ia hanya menggunakan insting bertahan hidupnya untuk tidak menyerah apapun yang terjadi. Alasannya sederhana, ia ingin hidup.
"Kau keras kepala sekali."
"Ku anggap itu sebagai pujian," sahut Catalina.
Namun, alur hidup terkadang punya jalannya sendiri. Ia punya keinginan, tapi keadaan juga punya kenyataan.
Pada akhirnya ia tertangkap.
Berlari dengan kecepatan penuh menggunakan tenaga yang tersisa, setelah beberapa menit berlalu, ia tidak bisa mempertahankan kecepatan berlarinya. Dan, begitulah akhirnya. Ia terjatuh setelah seorang pria menubruknya dari belakang.
"Seharusnya kau menyerah sejak awal, bocah tengik," ucap salah seorang pria dengan bangga setelah berhasil menangkap tubuh kecil Catalina.
Catalina menggeram saat tubuhnya menghantam jalan beraspal. Meski dedaunan kering menumpuk hingga tidak mengeluarkan bunyi keras saat tubuhnya tumbang, namun rasa sakit yang ia rasakan dari himpitan manusia besar di punggungnya, membuat ia tak berkutik.
"Sialan!" maki Catalina. "Atas dasar apa aku harus menyerah pada orang-orang tidak bermoral seperti kalian?" Catalina masih berusaha membebaskan diri. Namun sekuat apapun ia mencoba, ia tidak berhasil. Ia terlalu lelah untuk melawan. Di tambah, sebuah senjata api yang saat ini mengarah di punggungnya, mau secepat apapun gerak tubuh manusia, masih kalah cepat dari letupan senjata api.
Pria yang lain mendesis. "Kau benar-benar pandai membual." Segera setelah ucapan itu selesai dilontarkan, tawa ringan terdengar. Kemudian disusul dengan cemoohan yang mengejek Catalina.
"Hanya gadis kecil, kenapa kau begitu sombong, em?"
"Lihat, betapa menyedihkannya dirimu."
"Percayalah, kau tidak akan hidup lama jika sifatmu seperti itu."
"Kemampuanmu di awal tidak terlalu buruk, tapi semakin lama kau semakin payah."
"Tidak berguna!"
"Persetan!" raung Catalina ketika mendengar ejekkan dari para pria yang menertawakan kemalangannya. "Kalian bertingkah sombong karena ada yang melindungi kalian." Berbeda dengan dirinya. Selain dirinya sendiri, siapa lagi yang bisa melindunginya?
"Lihat apa kau masih bisa bicara jika peluru ini melubangi punggungmu!" Selesai berkata, pria yang menghimpit tubuh Catalina menempelkan mulut senjata apinya lalu menekannya semakin dalam ke punggungnya.
Tubuh Catalina bergetar. Mulut senjata api yang menempel padanya membuatnya kehabisan nafas. Tenggorokannya tercekat. Ketakutan tidak mendapat uang jika tidak melayani tamu dengan benar di tempatnya bekerja paruh waktu, kalah dengan rasa takut akan kematian yang sekarang ia rasakan.
Meski cukup menarik jika bicara tentang kematian, namun ia tidak boleh mati hari ini. Bukan berarti ia tidak ingin. Ia ingin namun tidak bisa. Ia harus hidup dan tetap hidup, apapun yang terjadi.
Ia memejamkan mata.
Seharusnya akhirnya tidak seperti ini. Seharusnya ia bisa menghindar lalu pergi. Tapi kenapa semua menjadi seperti ini, bergerak tak terkendali, berjalan tidak sesuai aturan?
Andai Dia benar-benar ada, apa Dia akan datang dan menolongnya?
Ia adalah gadis yang tidak percaya hal spiritual. Ia yang hidup dalam garis kemiskinan dan menderita sejak kecil, tidak bisa lagi percaya akan keberadaan Sang Pencipta.
Namun, jika kali ini ia selamat, ia bersumpah akan lebih taat kepada-Nya dan menjadi hamba yang baik. Ia akan menyumbangkan sedikit uang dari pekerjaan paruh waktunya untuk orang yang lebih miskin darinya. Dan ia juga akan datang ke tempat ibadah sesering mungkin.
Ia sungguh akan melakukan semua itu. 'Jadi, tolong selamatkan aku kali ini. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan-Mu.' Ia berdoa di dalam hati dengan mata terpejam.
Beberapa saat kemudian.
"Huh.. huh.. huh.." Hembusan napas cepat seorang pria yang paling payah di antara mereka, semakin jelas terdengar. Setelah melihat orang-orangnya berhasil menangkap Catalina, ia menepuk salah satu punggung mereka. "Kerja bagus, teman-teman," ucapnya dengan nafas terengah.
"Bukan masalah besar, Nick," jawab salah seorang di antara mereka.
Pria yang dipanggil Nick, mengangguk. Kemudian ia berjalan melewati para pria lalu berdiri tepat di depan Catalina. "Biarkan dia berlutut," ucapnya, memberi perintah.
Segera mereka membuat Catalina berlutut.
Nick tahu Catalina memiliki kemampuan yang cukup baik dalam bela diri. Itu sebabnya tidak mudah menangkap gadis itu. Namun karena keberuntungan sedang berpihak padanya, operasi penangkapan Catalina berhasil dilakukan dalam sekali coba.
Catalina tercengang saat mendapati tidak ada apapun yang terjadi. Tidak ada bunyi tembakan, tidak ada rasa sakit, apa ia sudah mati dan berada di akhirat?
Pemikiran semacam itu membuat kepalanya pusing.
Belum reda pusing di kepalanya, rasa sakit kembali datang saat tubuhnya dibanting dengan keras. Namun rasa sakit yang terasa membuatnya yakin ia masih hidup. Semakin sakit semakin hidup. Jadi, apa ia benar-benar diselamatkan?
"Angkat wajahmu!" bentak Nick setelah Catalina berlutut di depannya. Kedua tangan Catalina terlipat ke belakang dan seorang pria kekar memegangnya erat.
Catalina tersentak. Ia menata pikirannya sebelum mengangkat wajahnya. Yang tertangkap penglihatannya adalah seorang pria berwajah tampan, bertubuh cukup tinggi, berpakaian rapi. Setidaknya dalam pandangannya, pria itu lumayan seksi.
Tunggu!
Ini bukan waktu yang tepat untuk mengagumi keindahan.
Catalina meraung, "Kau pikir kau siapa? Berani sekali melakukan ini padaku?" Wajahnya kini babak belur. Darah bahkan masih keluar dari sudut mulutnya. Penampilannya berantakan. Pakaian yang kumal, semakin kumal. Celana yang lusuh, semakin lusuh. Sepatu tuanya sobek pada beberapa bagian.
Pemandangan ini benar-benar menyedihkan. Namun bagi dirinya yang terbiasa hidup dalam kemiskinan, penampilan tidak pernah menjadi masalah. Asal ia masih hidup, maka segalanya tidak penting lagi.
"Uh." Nick mengusap dagu. "Siapa aku? Pertanyaan bagus," ucapnya. "Beberapa orang tidak peduli siapa aku. Tapi sepertinya itu sangat penting untukmu." Ia bertingkah keren di depannya. Padahal kenyataannya ia adalah yang paling payah.
Catalina melotot. Sialan pria ini. Dia pikir ia sangat ingin tahu siapa dia? Dalam mimpinya.
Nick mendekat kemudian menjepit dagunya. "Aku tahu apa yang kau pikirkan." Memaki dirinya, tentu saja, memang apa lagi?
"Apapun yang kau katakan," ujar Catalina, tidak peduli.
Nick terkekeh. Ada kebahagiaan tak terdeskripsikan di hatinya. Namun itu tersembunyi dengan baik. "Kau sangat mirip dengannya. Maksudku, wajahmu." Setelah memperhatikan lekat wajah cantik Catalina, meski memar, ia tidak menampik jika Catalina benar-benar mirip dengannya. Garis wajah serupa, tinggi yang sama, segala tentangnya membuatnya mau tidak mau harus mengakui bahwa kedatangannya ke kota kecil ini, tidak sia-sia.
Catalina tersentak. Mirip? Mirip dengannya? Dengan siapa? Ia bertanya-tanya. Ia memang memikirkan sebuah kemungkinan, lebih tepatnya hanya ada satu kemungkinan, tapi apa itu mungkin?
"Kau benar-benar ingin tahu?" tanya Nick.
"Jangan buang waktu lagi," sahutnya.
"Baiklah," ujar Nick. "Jika kau sangat ingin tahu, lihat dan perhatikan baik-baik." Ia mengambil sesuatu dari saku kemejanya kemudian menunjukkan gambar seorang gadis pada Catalina. "Katakan, bukankah kalian sangat mirip?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Wanda Harahap
tinggalkan jejak dulu
2023-01-02
1
She Teayas
semangat 💪
2022-12-27
2
park Chanyeol
salam kenal kakak
2022-12-05
3