Catalina mengemas barang yang akan ia bawa.
Karena tidak punya banyak pakaian, hanya yang ia pakai dan beberapa di dalam tas punggungnya.
Pakaian yang ia kenakan kali ini tidak terlalu kumal. Itu adalah pakaian terbaik yang ia miliki. Namun harganya jauh dari kata mahal. Hanya beberapa pound dan ya, itu adalah uang terakhir yang ia miliki sebelum kelaparan selama dua hari.
Semiskin itu ia. Benar-benar miskin.
Jika membeli pakaian, tidak makan, tetapi jika tidak membelinya, ia tidak berpakaian.
Hidup yang sangat kejam dan tidak adil.
Selesai mengemas, Catalina segera pergi meninggalkan apartemennya.
Tidak ada sisa rasa yang tertinggal di tempat ini. Tidak ada kesedihan, sama sekali. Apartemen kumuh, siapa yang akan sedih jika meninggalkannya? Bahkan jika ia meninggalkan tempat yang sudah bertahun-tahun menjadi tempat tinggalnya dan tidak kembali lagi, tidak akan ada penyesalan dalam hidupnya.
Ia justru merasa bangga bisa terbebas dari tempat sialan itu. Meski uang sewa yang sudah ia bayar di muka untuk satu tahun ke depan tidak akan dikembalikan, ia tidak peduli. Uang yang tidak seberapa, tidak ada artinya jika dibandingkan dengan hidup Tatiana.
Catalina tinggal di Valdes, tenggara Alaska, terletak di Prince William Sound 305 mil timur Anchorage. Ia harus pergi dengan kereta menuju bandara Anchorage yang merupakan bandara terdekat dari tempat tinggalnya. Yang mungkin juga menjadi alasan kenapa Nick lebih memilih Anchorage daripada Juneau, karena cukup dekat dengan tempat tinggalnya. Cukup naik kereta, maka sudah sampai. Tidak perlu mengeluarkan banyak uang.
Setibanya di Anchorage, Catalina tinggal di bandara sembari menunggu waktu penerbangannya. Untungnya penerbangannya dini hari, terbang tidak berselang lama setelah kedatangannya, jadi ia tidak harus menunggu sampai berhari-hari seperti gelandangan.
Ia naik pesawat dan segera pesawat melesat pergi membawanya ke London. Transit satu kali dan lima belas jam kemudian pesawat mendarat di London.
Tidak perlu berkeliling seperti orang gila, Catalina yakin Nick menjemputnya. Dan benar saja, ia melihat Nick berdiri di sana memakai masker dan kacamata hitam. Meski wajahnya tidak terlihat, ketengilannya tidak bisa ditutupi sebanyak apa masker dan kacamata menutupi wajahnya.
Catalina menggeleng. Sungguh tidak berguna.
Catalina berjalan menuju Nick dengan langkah pelan. "Kau menungguku?" tanyanya begitu mencapai pria itu. Pertama kalinya ia naik pesawat, rasanya cukup menegangkan. Namun ia tidak ingin Nick mengetahuinya atau pria busuk itu akan mengejeknya sampai mati.
"Aku tahu kau akan datang," Nick berkata dengan bangga. Ia percaya Catalina akan datang, dan ya, gadis itu benar-benar datang. Ia menyodorkan masker, topi dan kacamata hitam kepada gadis itu. "Pakai ini!" perintahnya.
"Uh huh." Catalina menerima pemberian Nick tanpa banyak bertanya kemudian memakainya. "Kau benar-benar serius ingin aku datang?" Ia tidak mengira. Tidak. Ia sudah menduga. Ia yakin Nick sangat ingin ia datang. Dan ternyata pria itu benar-benar menunggunya di bandara. Ia sedikit terharu, dan haruskah ia mengubah pendapatnya tentang pria itu?
Nick menaikan sebelah alisnya. "Kau baru tahu sekarang?" Ia sudah mengatakan jika ia sangat serius, tapi siapa yang tidak percaya? Catalina kan? Sekarang gadis itu bertanya dengan santainya, apa hati nuraninya tidak sakit?
Catalina tersenyum kecil. "Aku sudah menduganya." Hanya saja tingkat keyakinannya tidak mencapai seratus persen.
"Sekarang kau percaya, kan?"
"Kau memaksaku mempercayainya," Catalina menimpali. Beberapa waktu terakhir, ia mulai berdamai dengan keadaan. Bukan karena Nick sangat meyakinkan, ia hanya tidak bisa mempertahankan sifat arogannya karena bukan tempatnya untuk bertingkah arogan. Dan ya, karakter itu tidak berguna untuk orang miskin seperti dirinya.
Nick mengangguk puas. "Baguslah." Ia bersyukur karena setidaknya ada harapan untuk menghidupkan kembali nama Tatiana.
"Lagipula aku tidak bisa membiarkan orang yang menyakiti adikku menjalani hidup dengan mulus," Catalina menambahkan. Ia sudah bertekad untuk melihat seperti apa kehidupan Tatiana selama ini, juga wajah-wajah tercela yang sudah menyakitinya.
Catalina akan membiarkan Nick memanfaatkannya karena ia juga akan melakukan hal yang sama. Mereka saling memanfaatkan, tidak ada kerugian sama sekali.
Terlebih, Catalina adalah gadis yang kasar. Sama seperti bagaimana ia menjalani hidup. Ia tidak akan membiarkan siapapun menindas adiknya. Cukup sekali, pun karena ketidaktahuannya, karena ketidakhadirannya. Setelah ia tahu, setelah ia di sini, ia tidak akan membiarkan mereka menggertak dan hidup di atas penderitaannya.
Tunggu dan lihat apa yang akan ia lakukan.
"Aku suka tekadmu yang kuat," puji Nick. "Sekarang, kita akan pergi ke rumah sakit. Tatiana pasti senang kau datang." Selesai berkata, ia mengajak Catalina ke mobilnya lalu membawanya ke rumah sakit.
Hanya perlu enam puluh menit dan mobil sudah terparkir rapi di rumah sakit.
Setelah turun dari mobil, mereka naik lift lalu berjalan menyusuri koridor, kemudian mereka tiba di depan ruang tempat Tatiana dirawat.
"Dia dirawat di sini," celetuk Nick sembari menunjuk sebuah ruangan yang letaknya cukup tersembunyi.
Catalina mengangguk pelan. Ia ingin mengintip melalui jendela, namun ia tidak melihat jendela di manapun. Ruangan itu begitu rapat dan tersembunyi. Tidak ada celah untuk mengintip.
Nick menariknya pergi dan membawanya ke tempat pembersihan diri. Setelah mencuci tangan dan melakukan serangkaian prosedur pembersihan, mereka kembali ke tempat semula.
Nick menempelkan kartu lalu pintu terbuka. Ia memiliki akses pribadi untuk keluar masuk tempat perawatan Tatiana. Jadi tidak perlu meminta persetujuan siapapun untuk datang berkunjung. Kapanpun ia mau, ia bisa datang.
Saat Catalina datang, ia tercengang sesaat. Selain tersembunyi, tempat ini juga aman dan terlindungi. Seolah mencegah kedatangan orang yang tidak berkepentingan, tempat ini seakan diciptakan khusus untuk Tatiana.
Melihat bagaimana Tatiana di perlakukan, Nick jelas bukan orang sembarangan. Memang, tidak sulit bagi orang yang mempunyai uang untuk mendapatkan hak istimewa. Namun masalahnya, tanpa koneksi, hak istimewa itu juga tidak mudah di dapatkan.
Catalina menatap Nick dan perasaannya menjadi rumit. Jelas peran Nick dalam hidup Tatiana patut di perhitungkan. Tapi, apa benar hubungan mereka hanya sebatas aktris dan manager?
Ketika langkah kaki semakin dekat, sesosok gadis yang terbaring di ranjang semakin jelas terlihat. Semakin terlihat, semakin Catalina merasa takut. Semakin jelas kenyataan, semakin takut ia untuk mengetahuinya.
Catalina berharap semoga dia bukan Tatiana, namun realita tidak berubah sejauh apapun ia berharap.
Tidak di ragukan lagi, benar, itu memang Tatiana.
Dan semakin lama ia melihat, kenyataan semakin terpampang nyata.
Meski tidak berjumpa lebih dari sepuluh tahun, namun tidak membuat Catalina meragukannya. Wajahnya sangat mirip dengannya. Sekali lihat, ia langsung tahu jika dia memang gadis itu. Gadis yang ia mimpikan setiap malam setelah perpisahan mereka.
Gadis kesayangannya.
Tatiana.
Menatap wajahnya yang pucat, Catalina merasakan gumpalan di tenggorokannya dan ia sedikit mengerucutkan bibirnya. Begitu beberapa emosi terangsang, akan sulit untuk menekannya.
Terlepas dari itu, ia juga tidak bisa mengambil kendali. Mungkin ini adalah sifatnya. Tidak berdaya saat berhadapan dengan Tatiana.
"Kau bisa menyentuhnya jika mau," suara serak Nick memecah keheningan. Selain suara bip, tempat ini begitu sunyi. Seolah ruangan ini diciptakan khusus untuk pasien dengan kondisi vegetatif seperti Tatiana, tempat ini sedikit mencekam. Tidak menciptakan kesan damai, namun justru menciptakan kesan menakutkan.
Catalina tersentak. Ia sedikit bingung. "Apa boleh?" tanyanya. Saat berada jauh darinya, ia pernah berkata akan memeluk dan memanjakannya. Namun saat sudah di depan mata, ia justru tidak tahu harus berbuat apa.
Nick mengangguk. "Uh huh."
Catalina berjalan mendekati Tatiana. Meski takut, ia memaksa dirinya untuk membuka mata lebar-lebar. Tidak ada yang perlu ditakuti, hidup memang selalu tanpa disadari mengungkapkan hal-hal yang mengerikan. Menghancurkan semua fantasi tak berdosa yang tidak realistis.
Kenyataan kejam itu, memang ada dan nyata. Seseorang tidak bisa menghindarinya, seseorang hanya harus menghadapinya. Suka tidak suka, mau tidak mau.
Catalina mengulurkan tangan dan menyentuh puncak kepala Tatiana. Begitu menyentuhnya, perasaannya bercampur aduk.
Rasa hangat ini, apa ini nyata?
Sudah lama ia tidak merasakannya, dan ia yang sudah lupa bagaimana rasanya, akhirnya diingatkan kembali. Membuat jantungnya berpacu sangat cepat, namun ia gagal menyembunyikan kesedihannya.
Sosok yang terbaring di hadapan, berwajah sangat pucat, tidak ada jejak keceriaan, tidak ada jejak kebahagiaan. Gadis itu terlelap begitu damai dalam tidurnya. Seolah apapun yang terjadi, tidak akan mengganggunya, tidak akan membangunkannya. Saking lelapnya, jika bukan karena oksigen yang masih bekerja, siapapun yang melihat akan berpikir dia sudah mati.
Catalina mendekatkan wajahnya kemudian berbisik di telinganya, "Tatiana, apa kabar? Ini aku, Catalina. Apa kau masih ingat aku? Aku datang menjenguk mu. Kau tahu kenapa aku datang? Aku sangat merindukanmu. Aku ingin melihat senyummu. Aku ingin melihat kebahagiaanmu. Kau harus bangun dan menunjukkannya padaku, oke? Kau dengar? Aku ingin melihat kebahagiaanmu. Aku akan selalu berada di sampingmu dan menunggu sampai keinginan itu menjadi nyata." Suaranya rendah. Dari awal sampai akhir nadanya tetap sama, tidak berubah meski beberapa emosi mulai membludak di hatinya.
Tidak hanya mengusap puncak kepalanya, sentuhan Catalina mulai berpindah ke wajahnya, lalu ia memberanikan diri menyentuh tangannya dan menggenggamnya. "Tatiana, kehidupanku di Alaska sangat baik. Tetapi aku merindukanmu setiap waktu. Kau tahu, aku selalu memimpikan mu setiap malam. Wajahmu yang tersenyum, gelak tawamu, serta kau yang selalu menempel padaku. Sekarang, setelah bertahun-tahun, ternyata aku masih sama, masih sangat menyayangimu. Bagaimana denganmu? Apa kau merindukanku? Apa kau masih menyayangiku? Apa kau mengingatku sama seperti aku mengingatmu?" Setetes bening tanpa terasa luruh di pipinya. Namun ia buru-buru menghapusnya. "Karena aku sudah di sini, biarkan aku menjagamu. Buka matamu dan lihat aku. Aku di sini, untukmu. Buka matamu dan bangun, Tatiana! Kau harus bangun! Kau harus bangun!" Dengan berakhirnya perkataannya, air mata berbondong-bondong jatuh tanpa bisa di cegah. Ia menangis terisak dan tidak lagi bisa mengatakan apapun.
Ia sedih. Sangat.
Melihat bagaimana Catalina sedih karena merindukan Tatiana, Nick mendekat kemudian menyentuh bahunya. "Sudah, jangan menangis." Kemudian ia memeluknya, mengusap bahunya, mencoba menenangkannya.
Bukan mereda, tangis Catalina justru semakin keras. Ia benci terlihat rapuh di depan orang lain. Ia benci orang lain mengetahui kesedihannya. Namun ia lupa jika ia hanya manusia biasa, ia tidak bisa menanggung semuanya seorang diri, ia juga perlu bahu untuk bersandar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Runa💖💓
semakin menarik kak
Semoga Catalina bisa membalas perbuatan orang yg sudah mencelakai Tatania
2022-12-04
6