Barokallahu lakuma wa baroka 'alaikuma wa jamaa bainakuma fii khoir
Pagi itu, dengan balutan kebaya warna putih, Nayla melangsungkan pernikahan secara seserhana bersama dengan Davka di sebuah masjid.
Tanpa dihadiri oleh orangtua, kerabat, sanak saudara, kolega, apalagi teman. Yang ada hanya seorang penghulu, wali nikah, dan tiga orang saksi yang kesemuanya adalah orang yang tak ia kenal sama sekali. Sementara dari pihak Davka hanya ada ibunya seorang.
Usai prosesi ijab kabul dan mereka dinyatakan resmi sebagai sepasang suami istri, Davka menyematkan cincin putih seberat dua gram di jari manis Nayla sebagai tanda bahwa dirinya kini telah menjadi milik Davka seutuhnya. Kaeumudian sebuah kecupan ia daratkan di kening Nayla.
Walau pernikahan ini sangat sederhana dan jauh dari impian pernikahan yang selalu ia bayangkan selama ini, namun Nayla cukup bahagia karena telah berhasil bersanding dengan lelaki pujaan hati. Ia pun mencium tangan Davka sebagai tanda bakti seorang istri terhadap suami.
Setelah semua proses selesai Nayla menyalami semua yadng hadir dan mengucap terimakasih. "Mereka semua siapa, Dave?," bisik Nayla sambil bersalaman dengan para tamu, tak ada satupun dari mereka yang ia kenal.
"Mereka adalah teman-temanku," jawab Davka. Ia sengaja berbohong pada Nayla. Mana mungkin ia menyebut bahwa mereka hanya orang bayaran yang sengaja ia sewa untuk memuluskan pernikahan ini. Apalagi mengenalkan ibunya yang turut hadir dalam pernikahan itu. Ia berpikir ini bukan saat yang tepat.
"O.." Nayla Hanya ber'o' ria mendengar jawaban Davka. Tak terbesit sedikitpun dalam benaknya bahwa Davka telah membohonginya.
Semua tamu pergi meninggalkan Masjid termasuk juga Natasya, ibu Davka, dan kini hanya tinggal mereka berdua.
Sebelum berlalu pergi, Natasya sempat memberi kode dengan kedipan mata pada Davka seolah mengisyaratkan bahwa semua harus berjalan sesuai dengan rencana, yang dibalas olehnya dengan menganggukkan kepala.
"Sekarang apa rencana kita?" tanya Dve membuka percakapan.
Nayla menundukkan kepala. Wajahnya yang tadi cerah dan dihiasi dengan senyum ceria mendadak tertutup oleh mendung kesedihan. Meski wajahnya berselimut dengan senyum kebahagiaan, namun sebenarnya dalam lubuk hati terselip sedikit kesedihan sebab tak ada satupun orangtua yang datang dan merestui peristiwa penting dakam hidupnya.
Melihat perubahan di wajah wanita yang baru beberapa menit yang lalu resmi menyandang status sebagai istrinya, Dave pun bertanya, "Ada apa? Kenapa mendadak kamu jadi sedih begini? Kamu menyesal menikah denganku?." Didongakkannya wajah Nayla agar menatap matanya.
Mendengar pertanyaan Dave, sontak Nayla menggelengkan kepala, menolak keras anggapan suaminya. "Tidak, kau salahpaham. Bukan seperti itu maksudku."
"Lalu kenapa kau jadi sedih begini?."
Nayla menghela nafas berat. Disingkirkannya jemari Dave dari dagunya dan mengalihkan pandangan ke aqrah jalanan. "Aku hanya merasa menjadi anak yang durhaka karena menentang perintah orangtuaku. Apalagi di moment terpenting dalam hidupku seperti sekarang ini, mereka tak ada disini."
Dave terdiam, hatinya terasa hampa mendengar keluhan Nayla. Meski ia memang menginginkan hal ini, namun hati kecilnya masih ada sedikit iba untuknya. Terlebih selama perkenalan singkat mereka, Nayla selalu bersikap lemah lembut terhadapnya.
Dave ikut mengarahkan pandangan ke arah jalanan seperti istrinya. Dihembuskannya nafas pelan untuk sedikit mengurangi beban di hati. "Jadi apa yang kau ingin lakukan sekarang?."
Mendenga pertanyaan Dave, Nayla kembali mengarahkan pandangan kearahnya dengan tatapan mata intens. Jemarinya merengkuh jemari Dave. "Maukah kau ikut denganku untuk meminta maaf sekaligus meminta restu pada kedua orangtuaku?" ucapnya penuh harap.
"Baiklah, aku akan mengantarmu kesana" jawabnya. "Tapi ngomong-ngomong, Kita akan tinggal dimana setelah ini?."
"Kita pikirkan itu nanti setelah dari rumah kedua orangtuaku."
Dave mengangguk dan bangkit dari duduknya. "Ayo! Kuantar kau kesana sekarang!." Sebelah tangan terulur ke hadapan Nayla untuk membantunya berdiri.
Nayla menerima uluran tangan Dave dan berdiri. "Ayo kita berangkat!" jawabnya singkat.
Dave menggandeng tangan Nayla dan membawanya menuju tempat parkiran masjid dimana ia meletakkan mobilnya. Dibukanya pintu mobil dan mempersilahkan Nayla masuk.
Nayla tersenyum menerima perlakuan manis dari lelaki yang kini telah memyandang status sebagai suaminya. Baginya, sikap Dave sungguh mencerminkan sosok lelaki sejati.
Setelah memastikan istrinya duduk manis di dalam mobil, Dave berputar mengelilingi mobil menuju bagian kemudi dan duduk dihadapannya. "Sudah siap?," tanyanya singkat.
Nayla pun mengangguk dan tersenyum. "Siap!."
Dave mulai menghidupkan mesin mobil dan melajukan kendaraannya membelah jalanan kota yang sedikit padat dengan kecepatan sedang.
Selang beberapa waktu kemudian, mereka pun sampai di kediaman Haidar. Dave turun dari mobil terlebih dahulu dan kembali membukakan pintu untuk istrinya seperti yang dilakukannya tadi.
Nayla tersenyum dan menyambut uluran tangan suaminya, kemudian turun dari mobil. "Terimakasih!" ucapnya.
Sesaat Nayla ragu untuk melangkahkan kaki memasuki rumah. Ia hanya terpaku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh bangunan rumah yang ditinggalinya sejak masih kecil. Banyak kenangan indah yang tersimpan disana. Kenangan yang tak mungkin bisa ia lupa.
Ingatan Nayla terus berputar bak sebuah film yang sedang dimainkan. Membawanya ke saat-saat indah bersama keluarganya. Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata teringat akan masa indah itu.
Namun sesaat kemudian ia mengusap kembali butiran air mata itu. Dimantapkannya hati bahwa inilah yang terbaik untuk saat ini.
Dave meremas jemari tangan Nayla, ikut merasakan kekalutan yang dialami istrinya. Lewat sentuhannya itu ia menyalurkan sedikit kekuatan untuknya. "Apa kau sudah siap?" tanyanya.
Nayla mengangguk. "Ya, aku siap! Ayo kita masuk ke dalam sekarang.
Dengan masih mengenakan kebaya yang sama, Nayla masuk ke dalam diikuti oleh Dave dibelakangnya.
Tok tok tok
Tak terdengar bunyi sahutan di dalam. Nayla pun kembali mengetuk pintu.
Tok tok tok
Cekrek...
Kali ini berhasil, terdengar suara pintu dibuka dari dalam. Tapi yang muncul hanya salah satu asisten rumah tangga dirumahnya.
"Ayah dan ibu ada di dalam, bik?" tanya Nayla.
"Ada non, Nyonya sama Tuan sedang ada di teras belakang. Mari silahkan masuk!."
Nayla tersenyum dan melangkahkan kaki memasuki rumah. Namun batu beberapa langkah, bik Ijah kembali membuka suara. "Maaf, non, kalau boleh tahu kenapa semalam non tidak pulang kerumah? Semalaman Tuan dan Nyonya kebingungan mencari keberadaan non."
Mendengar pertanyaan Bik Ijah yang terkesan ingin tahu, Dave pun membentaknya. "Heh, nggak usah banyak tanya. Ini itu urusan majikan, sedang kamu hanya asisten rumah tangga disini. Jadi jangan pernah ikut campur urusan kami."
Melihat Dave membentak bik Ijah seperti itu, Nayla pun menegurnya. "Jangan seperti itu kalau bicara dengan bik Ijah. Posisinya dirumah ini memang hanya sebagai asisten rumah tangga. Tapi keberadaannya sangat penting bagi kami."
" Jadi kamu lebih membela pembantu ini daripada aku suamimu? Padahal aku berkata seperti itu juga agar dia menghormatimu" berang Dave, matanya menatap tajam ke arah Nayla.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
amalia gati subagio
😱nai seremoni nikah, pinter, tp rukun nikah gak cukup, shah dari mana? hanya pengumuman, dia mo zinah, cam kucing kampung asal ditenggek teriak meong he 😁
2022-12-16
3