Selepas maghrib, Mawar yang bergegas untuk pulang berjalan seorang diri. Rosa tidak pulang bersamanya, karena kali ini rekan sekaligus sahabatnya itu pulang dengan dijemput kekasihnya. Ah, sedikit terkejut Mawar saat tahu bahwa perempuan pendiam dan penakut seperti Rosa ternyata sudah punya pacar. Memang di dunia banyak hal tidak sejalan dengan prasangka kita.
Namun saat sedang berjalan melintasi lobby gedung seorang diri, tiba-tiba ada seseorang yang mensejajari langkahnya.
"Pulang sendirian Mbak Mawar?"
"Eh Mas Farid, iya...emangnya mau pulang sama siapa? Saya mau jalan ke halte depan kantor..."
"Memangnya rumah Mbak Mawar di daerah mana?"
"Saya nggak punya rumah disini Mas, cuma tinggal di kontrakan kecil..."
Mawar lalu menyebut kawasan tempat tinggalnya, yang merupakan perkampungan kumuh padat penduduk di ibu kota. Tentu, Mawar sudah menyewa sebuah kontrakan kecil untuk menyempurnakan penyamarannya.
"Tinggal disana juga nggak papa, yang penting masih punya tempat buat berteduh...kebetulan Mbak, rumah saya searah sama daerah tempat tinggal Mbak Mawar, gimana kalau kita pulang bareng?"
"Jangan Mas, nanti ngrepotin..."
"Nggak ngrepotin kok, kan rumah kita searah..."
"Nggak ah, nanti ada yang marah..."
"Siapa yang mau marah Mbak? Orang saya nggak punya pacar kok!"
"Pacar si emang nggak ada, tapi fans sama ttm banyak kan? Itu mah biasa, taktik palayboy kelas teri!"
"Hahaha, Mbak Mawar kok suka suudzon sih sama saya, padahal niat saya kan baik..."
"Lain kali aja deh Mas, sekarang saya masih punya duit buat bayar ongkos busway, mungkin lain kali kalau saya kehabisan ongkos pulang baru saya bakal mikirin tawaran Mas Farid!"
"Ya ampun, timbang pulang bareng aja pake nuggu bokek Mbak? Nanti gimana kalau saya doain Mbak Mawar cepet bokek?"
Entah mengapa Farid jadi senang berlama-lama mengobrol dan menggoda Mawar.
"Ya jangan Mas, situ dholim namanya kalau sampai doa in saya yang buruk-buruk! Saya bukan bermaksud menolak tawaran Mas Farid, cuma berdasar pengalaman saya yang sudah-sudah, selagi masih mampu, lebih baik berdiri diatas kaki sendiri meski sederhana, daripada harus bergantung sama orang lain! Hutang budi itu berat Mas!"
"Ya sudah kalau begitu, saya nggak maksa kok! Tapi lain kali kalau memang Mbak Mawar butuh tumpangan jangan segan-segan hubungi saya. Ya sudah saya duluan ya, sudah ditunggu Ibu saya dirumah..."
"Ya Mas, hati-hati.."
"Kamu juga hati-hati..."
Farid tidak mengerti, mengapa tawarannya untuk pulang bersama saja malah berbuntut perdebatan panjang bersama Mawar. Ada-ada saja perempuan yang satu itu.
Farid melajukan sepeda motornya, meliuk-liuk diantara padatnya lalu lintas jalan ibukota pada jam pulang kerja. Peluh yang menetes membanjiri wajahnya tak ia hiraukan. Dia harus segera bergegas agar segera tiba dirumah dan berjumpa dengan Ibunya. Ah ya, biasanya saat jam pulang tiba dia segera bergegas, tapi entah belakangan karena terlalu asyik berbincang dengan rekan barunya a.k.a Mawar, dia kerap jadi lupa waktu. Mawar jelas bukan gadis cantik yang akan serasi dengannya. Pendidikannya pun entah. Sejujurnya, memang agak terlihat kampungan seperti yang Mona katakan. Tapi kenapa ya dia jadi betah berlama-lama sekedar mengobrol dan menggoda gadis kampung itu? Tidak-tidak! Farid segera menepis pikiran nyelenehnya. Tapi, mungkinkah dirinya kena karma karena dahulu kerap menyia-nyiakan para gadis cantik yang berharap padanya? Entahlah! Terlalu dini untuk menyimpulkan. Mereka baru beberapa hari saling mengenal. Mungkin Mawar hanyalah sekedar selingan mengasyikkan, di tengah ritme hidupnya yang semakin membosankan dan tak tentu arah.
"Baru pulang Rid?"
Sapa Ibunya sambil berusaha bangun dari tempat tidur.
"Ya Bu, sedang banyak kerjaan di kantor..."
"Jangan terlalu fokus bekerja lalu melupakan kewajibanmu...Ibu tak ingin kamu terjebak dalam pekerjaan rendahan itu!"
"Yang penting halal kan Bu? Pekerjaan ini juga yang menolong kita menyambung hidup, juga membuatku sedikit insyaf...ternyata begini ya Bu susahnya cari uang?"
"Dasar anak bandel, baru sadar sekarang kamu? tapi bukan berarti kamu harus terjebak disana selamanya! Kamu punya kemampuan dan kesempatan lebih dari itu, pergunakanlah sebaik-baiknya selagi bisa...."
"Iya Bu, kita jalani satu-satu, setelah ini selesai, aku janji akan meneruskan kuliahku..."
"Tapi kapan? Tadi ada surat peringatan datang dari kampusmu..."
Ibunya melemparkan sebuah amplop yang telah terbuka. Farid mengambilnya lalu membacanya sekilas.
"Kapan-kapan kalau senggang aku akan pergi ke kampus untuk mengurus perpanjangan cuti..."
Kata Farid sambil melipat kembali kertas itu lalu memasukkannya lagi ke dalam amplop.
"Sampai kapan kamu terus begini? Hutang Ibu cukup besar, sampai kapan harus bekerja untuk mencicilnya sementara kuliahmu terus terbengkalai?"
"Tinggal tugas akhir kok Bu, nanti kalau aku balik sebentar juga selesai..."
"Jangan menyepelekan, kalau keasyikan kerja nanti bisa-bisa kamu lupa sama pelajaran di kampus!"
"Nanti aku cari kerjaan sampingan Bu, biar lebih cepat lunasnya...."
"Farid, dengarkan Ibu...kamu lanjutkanlah kuliahmu secepatnya, Ibu hitung-hitung kontrak kerjamu selesai sekitar dua bulan lagi kan? Biar Ibu yang memikirkan kekurangannya, lagi pula belakangan ini Ibu sudah sehat dan tidak ada kegiatan. Biar Ibu mulai bekerja lagi...."
"Jangan! Ibu harus banyak istirahat dan jaga kesehatan..."
Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anak lelakinya itu. Keras kepala!
"Sudah-sudah, bersihkan badanmu dan mandi dulu sana, masa anak Ibu ganteng-ganteng bau ketek!"
"Enak aja, siapa bilang ketekku bau! uh!"
"Sudah...sana cepat mandi biar Ibu siapkan makanan untukmu...kita akan bicara lagi nanti..."
Ibunya mengambil handuk dan memberikannya pada Farid, lalu mendorong anak itu ke kamar mandi.
"Ah Ibu, iya...iya...aku bisa sendiri Bu!"
Rutuk Farid dengan kesal, sebelum kemudian masuk dan membanting pintu kamar mandi. Guyuran air dingin mampu sedikit menyegarkan pikirannya yang kalut. Meski bekerja di dalam gedung ber-AC, tapi hampir semua pekerjaannya hanya mengandalkan tenaga fisik. Mengangkat galon, membersihkan ruangan, belum mondar-mandir disuruh-suruh beli ini itu. Seharian bekerja selalu membuat tubuhnya lengket berkeringat. Dan setelah selesai mandi barulah Farid merasa badannya segar dan rileks. Dan inilah waktu yang selalu ditunggu-tunggu nya setiap hari. Makan malam dengan menu paling lezat sedunia. Masakan sang Ibu tercinta. Tubuhnya yang lelah dan perutnya yang lapar akan segera terobati dengan asupan bergizi. Ditambah dengan sesi berbincang 'mesra' dengan Ibunda tercinta. Oh, nikmat mana lagi yang engkau dustakan?
Farid sebenarnya adalah mahasiswa tingkat akhir di sebuah kampus ternama. Semula kehidupannya berkecukupan meski tidak bisa dibilang kaya. Tapi kemudian Ayahnya meninggal dan tidak berselang lama ibunya sakit keras. Hutang keluarga menumpuk demi membayar biaya pengobatan sang Ibu. Karena itulah kuliahnya terpaksa terhenti sementara dan Farid memilih menjadi office boy sementara waktu untuk mencicil hutang keluarganya. Kini mereka hanya tinggal hidup berdua. Tentu Farid yang tidak ingin kehilangan Ibunya akan melakukan apapun, termasuk bekerja sebagai office boy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments