Prang!!
Arini dan mamanya terpejam tanpa suara. Hampir saja guci yang pecah di samping itu mengenainya. Mereka memang tidak peduli dengan nyawanya selama ini.
“Baik. Aku kasih punya dua pilihan untukmu, Arini. Itu pun kalau kamu masih ingin kuakui sebagai keluarga.” Suara itu terdengar setelah beberapa saat dalam kamar itu hening.
Mendengar itu Arini pun merasa mendapat titik terang, ada kesempatan. Karena jujur saja, kepalanya rasanya berdenyut hebat memikirkan ini semua. Belum lagi kini ia mulai merasa mual yang begitu mengganggu.
“Apa pilihannya, Pi?” tanyanya sambil menatap sang papi menunggu kalimat lanjutan.
“Satu, kamu harus menikah dengan pria pilihan Papi. Kita bisa datang ke rumah Willy meminta anaknya untuk segera menikah denganmu.”
“Hah? Apa Papi tidak berpikir? Gimana bisa minta pria lain buat menutupi kehamilan Arini?! Secara tidak langsung kita akan menjadikan pria itu sebagai korban!”
Arini menggeleng, sebab ia tidak akan melakukan itu.
“Baiklah kalau kamu tidak mau, kita ke persyaratan kedua.”
Persyaratan pertama yang pasti Arini tidak akan mau mengikutinya. Menikah dengan orang pilihan orang tuanya itu tidak akan mungkin terjadi. Mungkin pilihan kedua lebih masuk akal.
“Kedua, kamu harus menggugurkan kandungan itu, karena keberadaannya sangat tidak diinginkan di sini.” Papi berdecih seolah-olah ingin mencongkel perut Arini saat ini juga.
Seketika Arini membelalakkan mata lebar.
“Bagaimana mungkin Papi punya pikiran sejahat itu?” tanyanya mendongak menatap sang Papi yang sedang dikuasai api amarah. Dia memang belum siap untuk memiliki anak, tapi Arini juga tidak mau jika harus menggugurkan kandungannya.
“Tidak, Pi. Aku mau pertahankan bayi ini. Apa pun yang terjadi.” Arini sambil mengusap-usap perut yang masih rata itu.
“Jadi kamu menolak permintaan Papi, Arini?” Ada terbesit nada kecewa dari suara lelaki berusia lima puluh tujuh tahun itu.
“Maaf, Pi, Mi. Untuk ini aku tidak bisa dan aku sudah memutuskan untuk mempertahankan kandungan ini.” Arini sudah bertekad apa pun yang terjadi, mulai sekarang dia akan menjaga bayi yang masih dalam kandungannya sampai lahir nanti.
“Pergi!”
Suara Papi Arini begitu menggelegar tidak ada rasa belas kasihan sama sekali.
“Apa tidak bisa dibicarakan lagi, Pi? Kenapa langsung menyuruh pergi gitu aja?” tanya mami tidak rela jika anak satu-satunya diusir oleh suaminya.
“Papi ngusir aku?” Arini maju di hadapan Papi. Sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Iya, lebih baik aku tidak punya anak, dari pada punya, tapi kelakuannya seperti kamu! Bikin malu keluarga, tidak pernah mau diatur! Sejak awal aku tidak ingin punya anak perempuan, karena pasti akan seperti jadinya!”
Perkataan sang Papi bagai sebuah benda tajam yang menyayat hatinya. Arini hanya mengangguk-angguk mengerti. Memang selama ini tidak ada yang menganggapnya.
“Baik, kalau Papi memang mau aku pergi.” Ia segera berbalik dengan serampangan memasukkan pakaian ke dalam koper.
“Jangan bawa sedikit pun fasilitas yang aku kasih selama ini. Biar kamu tau, rasanya hidup di luar itu bagaimana, tanpa uang yang biasa kami kasih selama ini. Besok aku akan mengurus semua surat kekeluargaan kita, meminta supaya nama kamu dihapus dari surat kk.”
Sambil memasukkan pakaian Arini menoleh ke arah Papi dengan sorot mata tajam.
“Pi jangan gini.” Mami mencoba melarang Papi untuk tidak menyuruh Arini pergi.
“Selama ini kalian selalu sibuk mencari uang. Bahkan mengabaikan aku, kalian tidak tahu, gara-gara kalian aku menderita bipolar?”
Kedua orang tuanya itu menoleh tampak terkejut dengan pernyataan Arini. Namun tidak peduli sebab mereka kembali menatap objek lain. “Halah alasan! Bohong seperti itu, biar apa? Dikasihani?” Papi Arini berdecak sambil mengalihkan tatapannya.
Arini berjalan ke luar menarik koper keluar. Maminya tampak tidak rela ingin mencegahnya.
“Dengan hidup tanpa uang di luar sana dia akan berpikir, bahwa kerja keras kita selama ini memanglah penting untuk kehidupannya!”
Arini seketika menoleh lagi ke belakang setelah mendengar ucapan sang papi.
“Dan setelah aku pergi pun Papi akan sadar, kalau uang yang selama ini kalian kumpulkan tidak akan berguna lagi!”
Dengan cepat langkah Arini harus meninggalkan kedua orang tuanya. Mungkin ini tidak berdampak apa-apa bagi Arini karena hubungannya dengan kedua orang tuanya sudah tidak baik-baik saja selama ini. Hidup sendiri tidak terlalu sulit bukan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Bestie Oscar_OliverXXXL 😂🙈
Bapaknya sok keras. Emang dipikir cm laki2 aja yg bs meneruskan usaha keluarga. Hadeeh. Nganggap remeh kaum hawa nih aki' aki'
2023-07-01
0
niktut ugis
ortu yang egois terlalu mendewakan uang...saat kalian meninggal bukan uang yang akan mendoakan kalian
2023-06-26
0