Tanpa disadari

Belum juga celetukan Syina ditanggapi oleh Yuri, tiba-tiba saja...

“Sayang, nanti kita pulang berang kan?”

Mendengar ada seseorang yang mengatakan hal itu, sontak membuat mereka bertiga pun melihat ke arah sumber suara.

Dengan tanpa bersuara, Syina pun berkata, “Bu Ambar!?”

Sedangkan Yuri yang mendengar ini pun langsung melongo dan kemudian menatap ke arah Rendi.

Dan untuk Rendi sendiri, justru menyipitkan matanya dan kemudian langsung berkata, “Maaf, Bu. Ibu ini sedang bicara dengan siapa?”

Tanpa merasa malu, Bu Ambar pun menyahut, “Ya saya sedang bicara dengan Bapak lha.”

Mendengar jawaban Bu Ambar, Yuri dan Syina pun langsung saling menatap satu sama lainnya. Sedangkan untuk Rendi, dia pun lagi-lagi berkata, “Maaf, Bu. Tapi saya rasa kalau ibu itu salah bicara deh.”

“Maksud Bapak apa?” tanya Bu Ambar bingung saat mendapatkan tanggapan seperti itu dari Rendi.

Rendi yang ditanya seperti itu pun lagi-lagi berkata, “Justru saya yang harusnya tanya. Maksud ibu bicara seperti itu pada saya tadi itu apa?”

“Ya kan bukannya hal wajar kalau saya mengajak pulang bersama dengan calon suami saya sendiri!?” ucap Bu Ambar.

Saat mendengar ucapan Bu Ambar seperti itu, sambil menikmati makanannya, Yuri dan Syina pun secara bersamaan bergumam, “Nah loh.”

Sementara itu di saat yang bersamaan, Rendi pun langsung menangkis ucapan tersebut dengan berkata, “Maaf, Bu. Saya benar-benar gak mengerti ibu itu sedang bicara apa?”

Mendapatkan respons seperti itu, Bu Ambar pun terdiam sejenak dan kemudian berkata, “Pak, bukannya beberapa waktu yang lalu Bapak telah meminta saya untuk menjadi istri Bapak?”

“Gak tuh. Kapan saya pernah bilang seperti itu?” tanya Rendi bingung.

“Waktu itu, Pak. Saat Bapak sedang bergumam di dalam kantor dan saya gak sengaja mendengarnya,” jawab Bu Ambar.

Mendengar jawaban Bu Ambar, Rendi pun mencoba mengingat-ingat kembali dan setelah beberapa saat kemudian...

“Oh. Saya tahu sekarang kenapa Ibu jadi bisa mengatakan hal itu sekarang. Saat itu ibu rupanya mendengarnya,” ucap Rendi.

Bu Ambar pun mengangguk lalu berkata, “Sekarang Bapak sudah ingatkan!? Apa kita nanti pulang bareng?”

“Gak,” sahut Rendi singkat.

“Kenapa?” tanya Bu Ambar.

“Karena sayangnya, ucapan mengajak menikah itu bukan untuk Ibu. Tapi untuk wanita lain,” jelas Rendi.

Mendengar penjelasan Rendi seperti ini, Bu Ambar pun langsung menahan malu karena ternyata apa yang dia anggap selama ini, itu hanya pemikiran dia sendiri.

“Jadi berarti saya sudah salah paham?” tanyanya lirih dan Rendi pun mengangguk.

Karena merasa malu, Bu Ambar pun dengan segera pergi dan di saat yang bersamaan tiba-tiba saja Syina menceletuk, “Sukurin. Jadi orang terlalu PD sih.”

Mendengar ucapan Syina, Rendi pun melirik ke arah Yuri yang sedang fokus makan dan kemudian berkata, “Tapi jika dia yang mengaku-ngaku tunangan saya, saya pasti akan langsung terima tanpa berdalih.”

'Uhuk.. uhuk..’

Yuri pun spontan langsung tersedak dengan makanan yang sedang dia makan.

Rendi yang melihat respons Yuri seperti itu pun tersenyum jahil dan Syina yang melihat temannya ini tersedak pun langsung memberikan segelas air untuk diminum Yuri.

Setelah merasa tenang, Yuri pun langsung berkata, “Pak, jangan sekata-kata napa!? Bisa runyam urusan kalau ucapan Bapak tadi sampai di dengar oleh fans berat Bapak.”

Rendi pun spontan tertawa dan kemudian berkata, “Sudah. Habiskan makananmu. Saya pergi dulu.”

“Bapak gak makan juga?” tanya Yuri.

Rendi pun menggelengkan kepalanya dan kemudian pergi.

“O ya sudah kalau begitu. Terima kasih traktirannya kalau begitu,” ucap Yuri.

Sesaat setelah Rendi pergi, Syina yang ada di sana dan memperhatikan mereka pun menggaruk-garukan kepalanya. Dia merasa kalau Yuri dan Rendi seperti sedang ada sesuatu.

“I—ini jadinya tuh intinya Pak Rendi ke sini cuma buat traktir kita aja gitu!?” ucap Syina yang kemudian di respons oleh Yuri dengan hanya kedua bahu yang diangkat.

***

Di saat yang bersamaan, di sisi meja yang lain, ada seorang mahasiswa yang selalu memperhatikan gerak-gerik Yuri.

Ya, dia adalah Bagas. Di sudah menyukai Yuri saat masih tingkat 2. Namun hingga detik itu, dia masih juga belum berani untuk mengungkapkannya.

Hingga datang seorang Nino, sahabat Bagas yang langsung menceletuk, “Lo masih belum berani bilang juga rupanya.”

Bagas yang akhirnya tersadar akan kehadiran Nino ini pun langsung mengangguk sehingga membuat Nino bertanya, “Kenapa?”

“Karena gue tahu kalau buat saat ini dia masih belum berniat untuk berpacaran,” sahut Bagas.

Nino yang mendengar ini pun langsung bertanya, “Gimana lo bisa seyakin itu?”

“Soalnya gue pernah tanya sendiri waktu itu ke orangnya dan dia menjawab kalau dia gak mau pacaran sampai dia lulus Kuliah,” jelas Bagas.

“Oh,” ucap singkat Nino.

***

Saat jam pulang tiba, Yuri yang tidak mendapatkan pesan apa-apa dari Rendi ini pun seperti biasa pergi ke sebuah taman dan menyendiri di sana untuk belajar.

Yuri yang terkenal dengan keseriusannya dalam belajar ini pun selalu menyempatkan diri untuk satu hingga dua jam berada di taman tersebut.

Namun walau begitu, ada satu mata kuliah yang benar-benar menjadi kelemahan dia selama dia kuliah di jurusan Akuntansi. Ya, pelajaran itu adalah pelajaran yang di ajarkan oleh Rendi yaitu Matematika.

Dan kali itu dia khusus datang ke taman itu hanya untuk mempelajarinya.

“Haisss, heran. Kenapa otak ini bebal banget sih kalau udah berhadapan dengan Matematika!?” gumamnya setelah berada satu jam di taman tersebut.

Karena merasa masih tetap tidak bisa mengerti dengan semua rumus yang sudah diajarkan, Yuri pun langsung memutuskan untuk kembali pulang.

Namun setelah sampai di Apartemen, Yuri sudah langsung di hadang oleh Rendi yang sudah terlebih dahulu berada di pintu Apartemen.

“Dari mana saja kamu?” tanya Rendi.

“Habis dari taman, Pak. Emangnya ada apa?” tanya Yuri bingung.

“Sama siapa?” tanya Rendi lagi.

“Sendiri,” sahut singkat Yuri.

“Oh. Ngapain kamu sendirian ke sana?” tanya Rendi lagi.

Mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi seperti itu, Yuri pun langsung menyipitkan matanya dan kemudian bertanya, “Kenapa, Pak? Kok sampai segitunya cara nanyanya.”

“Cukup jawab aja. Gak usah tanya balik,” ucap Rendi ketus.

Yuri yang mendengar itu pun merasa bingung dan karena gak mau menambah masalah, Yuri pun akhirnya menjawab, “Belajar.”

“Belajar!? Emangnya kamu gak bisa belajar di rumah? Emangnya harus di taman?” tanya Rendi lagi seperti orang sedang menginterogasi.

“Haiss ni Bapak Dosen satu. Kenapa sih, Pak? Mau aku belajar di mana itu kan terserah padaku. Kan gak akan merugikan Bapak. Ya kan!?” ucap Yuri dengan nada tak kalah ketus.

Setelah mengatakan hal tersebut, Yuri pun langsung masuk ke dalam Apartemen dan kemudian mengganti pakaiannya lalu langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur.

Rendi yang memperhatikan sikap Yuri ini pun langsung menggelengkan kepalanya dan kemudian mencoba membuka tas milik Yuri saat dia yakin kalau Yuri sudah tertidur.

Betapa terkejutnya dia saat melihat ada banyak sekali coretan kertas berisi rumus-rumus yang pernah dia berikan.

“Oh iya. Aku lupa. Dia kan lemah di pelajaranku. Dasar bodoh. Kenapa kamu gak langsung minta aku ajarkan saja sih!?” gumam Rendi dalam hati sambil tanpa sadar dia merapikan rambut Yuri yang menutupi wajah Yuri yang sedang tertidur.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!