Semua seperti biasa, aku bekerja seperti biasa, bahkan urusan keluar kota pun sudah biasa kami kerjakan.
Aku dan Bang Ridho memang bukan sekali dua kali pergi keluar kota bersama karena sebuah pekerjaan.
Tidak hanya kami berdua, Mas Ferdi dan rekan yang lain pun selalu ada, tergantung tugas dari atasan kami.
Menjadi seorang manajer, membuat Bang Ridho sering terjun langsung mengawasi pekerjaan kami.
Tidak pernah ada hal yang terjadi di antara kami. Tak ada sedikit pun terbesit menyukai atasan sekaligus suami dari seseorang yang sudah kuanggap kakak itu.
Meski para karyawati perempuan di kantor kami banyak yang diam-diam mengagumi sosoknya, aku tak pernah sedikit pun menaruh hati padanya.
Wajar jika Bang Ridho menjadi sosok lelaki idaman, dia lelaki pekerja keras dan juga ramah. Memperlakukan orang lain dengan baik dan tak pernah memandang rendah orang lain.
Jiwa sosial yang tinggi membuatnya di segani oleh para bawahannya.
Namun malam itu sebuah petaka merubah kehidupan kami semua.
Malam itu aku di paksa melerakkan kehormatanku pada lelaki yang kuhormati. Lelaki yang sudah aku anggap kakakku sendiri telah berhasil menodaiku.
Bukan salahnya, karena saat itu ia tengah mabuk dan dalam pengaruh obat perangsang. Aku tak tau siapa yang menjebaknya.
Namun aku yakin orang itu sengaja menjebak kami berdua, karena aku berada di dalam kamar hotel yang sama dengannya.
Sore itu, selepas menghadiri pertemuan dengan klien kami, aku kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Kami datang bertiga.
Aku, Bang Ridho dan Mas Ferdi, aku sendiri berada satu lantai di atas mereka.
Baru saja mendudukkan diri, ada sebuah pesan masuk di ponselku yang mengatakan nanti malam aku harus datang ke sebuah kamar yang masih berada di hotel ini.
Tak ada rasa curiga sama sekali, sebab, di sana tertulis pembahasan lebih lanjut mengenai kerja sama. Aku berpikir itu salah satu rekan bisnis kami.
Setelah menyegarkan tubuh dan beristirahat, kuputuskan untuk pergi ke kamar itu. Semua berkas bahkan sudah kusiapkan, dalam hati berharap semoga kerja sama kami berhasil kali ini, sebab tadi banyak perdebatan yang lumayan alot dari pihak rekan bisnis kami itu.
Sudah setengah jam aku menunggu di kamar ini, aku berusaha menelepon Mas Ferdi dan Bang Ridho, tapi tak ada satu pun dari mereka yang mengangkat panggilanku.
Hingga suara ketukan membuatku bergegas membukanya. Di sana hanya ada Bang Ridho dengan penampilannya yang acak-acakan, lelaki berkulit putih itu bahkan menyandarkan tubuhnya di tembok sebelah pintu.
Terpaksa aku membantunya dengan memapah tubuhnya masuk ke kamar hotel ini.
Tubuhnya yang lebih besar dari pada aku, membuatku kesulitan berjalan, hingga saat sampai di ranjang aku ikut terjatuh bersama dengannya.
Pintu kamar otomatis tertutup sendiri. Aku berusaha menyingkirkan tubuhnya. Saat jatuh tadi kami sama-sama tengkurap, lalu saat hendak bangkit Bang Ridho malah membalik dan menindih tubuhku.
Aku sungguh ketakutan, wajah Bang Ridho tampak merah padam, bau alkohol sangat menguar dari tubuh dan mulutnya.
"Bang sadar Bang! Ini aku Bang!" pintaku sambil menepuk pipinya. Aku berusaha memberontak dari kungkungannya.
Ya Tuhan apa yang sedang terjadi mengapa jadi seperti ini. Tolong aku.
Aku berteriak berusaha menyingkirkan Bang Ridho yang sedang di kuasai nafsu, Bang Ridho segera membungkam mulutku dengan menciumku kasar.
Dia telah mencuri ciuman pertamaku. Bodohku ini adalah hotel bintang lima, aku yakin tak akan ada yang mendengar jeritanku.
Bang Ridho semakin liar, dia memegang erat kedua tanganku di atas kepala dengan satu tangannya. Sedang tangan lainnya berusaha melepaskan pakaianku.
Aku memberontak tapi kalah tenaga dengannya, hingga akhirnya malam itu kehormatanku terenggut paksa olehnya.
Sakit sekali, harga diriku terinjak-injak, tak pernah ter bayangkan aku akan kehilangan mahkotaku seperti ini.
Tubuhku terasa remuk, aku terisak sampai pagi, bahkan setelah melepaskan hasratnya berulang kali, akhirnya Bang Ridho terlelap. Dengkuran halus menegaskan jika dia tidur dengan nyenyak.
Bagian bawah tubuhku terasa sangat nyeri, bahkan tubuh bagian atasku banyak tanda kepemilikan dari Bang Ridho.
Dengan tertatih, kupunguti semua pakaianku. Kupakai dengan tergesa, aku ingin ke kamar seorang diri.
Aku memilih berdiri di pojokkan saat menaiki lift, seorang cleaning servis wanita menyapaku.
"Nona baik-baik saja?" tanyanya khawatir.
Bukannya menjawab, aku malah terisak, kututup wajahku dengan kedua tangan, aku merasa jijik dengan tubuhku.
"Astaga Nona, Anda tidak papa?" perempuan itu tampak panik.
Setelah lift sampai di lantai kamarku, bergegas aku meninggalkan petugas kebersihan itu.
Meski terasa sakit dan perih kupaksakan berjalan dengan cepat.
Sampai di kamar aku memilih segera ke kamar mandi, menyalakan air pancuran. Aku berdiri di bawah guyuran air dengan pakaian lengkap.
Kugosoki dengan kuat wajah, leher serta tubuhku. Aku menjerit, mengingat kejadian nahas malam tadi.
Tangisanku semakin kencang, kakiku bahkan bergetar tak sanggup menahan beban tubuhku.
Aku luruh hingga bersandar pada dinding kamar mandi. Ibu tolong aku, Bian tolong Mbakmu ini, lirihku hingga kepalaku terasa berat dan mendadak gelap gulita.
.
.
.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments