BAB 03

Ella menatap Pandu yang berdiri di depan pintu kamar Bayu, rasa tidak percaya atas ucapan Pandu barusan mengganggu pikirannya.

Pandu mengangguk. "Iya, ini demi kebaikannya, Ella."

"Kak, enggak mungkin itu sama aja Kakak menghancurkan masa depan dia. Aku enggak setuju," protes Ella penuh penekanan.

"Ella, kita enggak ada pilihan lain. Bayu masih dalam kondisi enggak baik, aku enggak mau ambil risiko kalo terjadi sesuatu padanya. Kamu ingat, beberapa hari yang lalu Bayu pulang dalam basah kuyup hanya untuk mengurung diri di kamar saat hujan datang?" ujar Pandu. "Bayu belum sembuh total, Ella," ucapnya lirih.

"Tapi selama ini enggak apa-apa. Bayu kuliah dalam keadaan baik-baik aja, kok. Hujan datang enggak ada yang tahu, Kak," sanggah Ella seraya menyelimuti tubuh sang adik yang sudah tertidur pulas di kasur empuk itu. "Kak, aku selalu memantau Bayu setiap saat. Kalau aku masih di kantor, aku selalu nelpon dia. Bayu kuliah layaknya orang-orang lain pada umumya, Kak. Apa Kakak enggak kasihan sama Bayu?"

Pandu mendesah. Ia melangkah ke ranjang Bayu, lalu duduk di tepi kasur. "Kakak hanya enggak mau ada orang yang menganggapnya enggak normal, dan Kakak enggak mau Bayu tersudutkan oleh orang lain yang akan mengatainya nanti."

"Lalu ... setelahnya kita mengurung dia di dalam rumah ini? Melarang siapa pun untuk menemuinya? gitu maksud Kakak?" sambung Ella penuh emosi yang kian tersulutkan. Ella menggeleng kepalanya sebagai tanda tidak terima dengan pemikiran Pandu yang tak ia pahami. "Tolong, jangan membuat dia bertambah tertekan lagi. Dia sudah cukup menderita, Kak."

Buliran kristal bening akhirnya jatuh juga dari kedua bola mata Ella, menyambangi rasa kepedihan yang terikat, dalam belenggu kehidupan pahit tidak terdayakan. Ella memang rapuh, tapi ada yang lebih rapuh lagi dari dirinya. Yaitu; Bayu. Ya, Bayu sangat butuh penyanggah darinya untuk menghadapi setiap lika-liku kehidupan yang sudah dikemas apik, dalam bentuk skenario oleh sang pencipta.

"Bayu butuh kita, Kak. Dan satu lagi, aku ingatkan. Jangan bawa dia ke sana lagi."

...--- Selamanya ---...

Bayu menyusuri setiap lorong-lorong kampus, perasaan tidak enak hati menyambarnya. Semua mahasiswa memandangnya tak biasa dengan pemikiran bermacam-macam tentangnya, saat ia melewati mereka. Ada yang berbisik-bisik membicarakannya, seolah-olah ia adalah seorang tersangka yang baru saja tertangkap basah sebagai pelaku kriminal.

Bayu tidak mau ambil pusing. Ia terus melangkahkan kakinya terus berjalan cepat menuju ke kelas, mengabaikan semua pasang mata yang masih menatapnya sinis.

Setelah sampai di pintu kelas, Bayu berhenti sejenak. Mahasiswa berada di dalam ruang kelas itu yang tadinya bercuap-cuap kini malah mendadak diam. Tampaknya mereka sudah menyadari dengan kedatangan Bayu. Bayu tertegun, matanya merayap menatapi wajah teman-temannya yang menunjukkan aura tidak suka padanya.

Dada Bayu berdesir, rasa bingung terkoneksi, kenapa semua orang memandangnya sinis yang tidak mengerti apa penyebabnya. Seingatnya, ia tidak pernah berbuat kesalahan apa pun pada teman-teman kampus selama ini. Bahkan, berbuat onar pun tak pernah ia lakukan. Sebab, Bayu di kampus terkenal sosok yang cuek pada sekitarnya dan selalu enggan berinteraksi pada siapa pun kecuali hanya Yasmin saja, sahabatnya sedari mereka masih kecil. Selain itu, Bayu juga tercatat sebagai mahasiswa yang memiliki prestasi cukup baik.

"Ada si penderita depresi udah datang nih," sahut seorang pemuda dengan rambut blonde setengah mengejeknya. Aji nama pemuda itu. "Jauh-jauh deh dari dia, entar depresinya kumat."

"Yee ... gue mah ogah deket dia," sambung salah satu mahasiswa yang lain bernama Odi. "Entar kita jadi ikutan kayak dia lagi."

"Kalo orang stres itu, tempatnya di rumah sakit jiwa. Tuh, bareng sama pasien-pasien stres dan gila yang lainnya," timpal Aji masih di sela-sela ejekan nista.

Semua orang yang ada di ruangan itu tertawa terbahak-bahak sama sekali tidak merasa berdosa. Padahal, mereka tahu sudah ada Bayu yang berdiri di depan pintu ruang kelas, menunjukkan raut wajah yang memerah padam. Ia ingin marah tapi tidak bisa, karena marah pun tak akan menyelesaikan suatu masalah. Lebih baik Bayu diam dan bersikap lebih tenang. Bayu menatap dingin ke arah Aji yang tersenyum menyeringai, sembari mengepalkan kedua tangannya erat. Sementara Aji pun membalas tatapan Bayu lebih dingin lagi.

"Kenapa? Lo bingung dari mana gue tahu? Enggak suka gue ngomong gitu?" tukas Aji sarkatis seraya berjalan mendekati Bayu. "Kasian banget hidup lo, ya? Seorang mahasiswa yang selalu mendapat predikat nilai tertinggi di kampus jurusan Sastra, ternyata pernah mengalami depresi."

"Lo enggak tahu apa-apa soal hidup gue," ujar Bayu datar tapi terlihat tenang. "Jadi, jangan sok tahu."

Aji tertawa nista diikuti oleh semua orang yang berada di ruangan itu lagi. "Why not? lo tuh ya, seharusnya nyadar siapa lo? Semua anak di kampus ini udah pada tahu bahwa lo itu ... STRES!"

Plakk

Satu tamparan mengenai pipi kiri Aji yang dilakukan oleh Yasmin, yang baru saja muncul dengan rasa emosi kian tersulut. Aji meringis kesakitan, lalu ia menatap sengit ke arah gadis itu.

"Mulut lo enggak pernah disekolahin ya, Ji? Jangan suka asal bicara. Emang pernah Bayu ngusik hidup lo? Pernah?" cerca Yasmin.

"Lo ngebelain dia? Dan satu lagi, gue enggak asal bicara toh emang kenyataanya,'kan? Temen lo itu sakit."

"Jelas gue belain Bayu, dia sahabat gue. Bayu enggak sakit ... dan lo, adalah manusia paling bejat yang gue kenal, enggak punya hati, mulut lo busuk seperti kotoran hewan!" seru Yasmin telak.

Aji mengerang garang. "Beraninya, ya, lo ngatain gue!"

Aji hendak melayangkan tangannya untuk menampar Yasmin. Namun dengan sigap Bayu menahan tangan Aji kuat. Tatapan mereka saling beradu, menunjukkan ekspresi tajam seakan ingin membunuh. Aji mencoba menarik tanganya dari cekalan Bayu. Tapi sayangnya, Bayu semakin mengeratkan cekalan itu hingga Aji meringis kesakitan.

"Lo mau ngatain gue, gue enggak peduli. Tapi yang gue enggak suka, lo nyakitin cewek dengan tangan kotor lo ini. Berengsek!" ujar Bayu lantang.

Bayu melepas tangan Aji. Kemudian melangkah pergi meninggalkan ruangan itu dengan sejuta rasa sakit di hatinya. Ucapan Aji barusan sudah menampar telak untuknya, Bayu menyadari semua perkataan Aji sangatlah benar. Tapi, ia masih tidak percaya bagaimana Aji bisa tahu tentang kesakitan hidupnya, setelah sekian lama selalu tertutupi dengan rapi. Namun, kini sudah terkuak sempurna entah siapa yang telah membeberkannya.

"Berengsek lo, Ji!" seru Yasmin. Lalu berlari mengejar Bayu yang sudah tak tampak lagi dari pandangannya.

Sementara Aji tertawa senang. "Rasain lo. Ini pembalasan gue, dan gue enggak akan pernah berhenti sampai lo minggat dari kampus ini."

...--- Selamanya ---...

Terpopuler

Comments

Mei Shin Manalu

Mei Shin Manalu

Halloo Kak... Aku mampir lagi

2023-01-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!