...Tak perlu ada kata mutiara dalam kalimat cinta, karena itu pada hakikatnya akan menjadi serbukan benih mengandung racun. Tak perlu kata sanjungan dalam kalimat cinta, karena pada akhirnya akan menimbulkan serpihan luka....
Bayu tidur dengan gelisah. Napasnya naik turun seakan kehabisan oksigen untuk ia raup. Peluh mulai mengucur membanjiri setiap wajah putihnya, tangan kanan dan kirinya meremas seprei hingga tidak berbentuk lagi. Masih dengan deruan napas terdengar begitu halus.
Seperti film tak kasatmata, merotasi setiap adegan-adegan yang diperagakan pemain begitu sempurna. Namun, terlihat samar.
Sepasang suami istri paruh baya berdiri di sisi kanan dan kiri seorang pemuda, dengan senyum bahagia kala menyambut hari kelahirannya, di samping kanan wanita paruh baya ada Ella dan Pandu berdiri dengan menampakkan sebuah senyum lebar. Serta disaksikan beberapa tamu undangan maupun dari keluarga terdekat juga ikut berbahagia, menyambutnya dengan menyanyikan sebuah lagu wajib bertema Happy Brithday untuk pemuda itu.
Hiasan pita dan balon tersampir dengan indah di setiap sudut dinding. Di tengah ada meja persegi dengan di atasnya terdapat kue tar yang dihias sangat cantik, ada tulisan nama pemuda itu. Tidak lupa juga lilin warna-warni berangka 17 di atas kue tar tersebut.
"Selamat ulang tahun ya, Sayang," ucap wanita paruh baya itu seraya mencium pipi pemuda itu.
"Selamat ulang tahun ya, Nak." Kini pria paruh baya itu berucap, lalu memeluk pemuda itu penuh kasih sayang. Kemudian disusul Ella dan Pandu memberikan ucapan selamat padanya.
Senyum lebar masih tercetak di wajah pemuda itu. Ia sungguh bahagia, setiap tahun ia selalu mendapatkan kejutan istimewa di hari ulang tahunnya oleh kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Dan ia patut bersyukur.
"Bayu, mau kado apa dari Papa?"
Pemuda dipanggil Bayu seraya berpikir sejenak. "Apa aja deh, apa yang Papa kasih. Bayu suka."
"Kamu yakin?" tanya pria itu.
Bayu mengangguk mantap.
"Baiklah Papa akan kasih ka---"
Glegarrr
Brakk
Dorr
Dorr
"Apa ini?"
"PERGI!"
Sebuah bayangan silam hadir sesuka hati masuk melewati dari mimpi Bayu, menunjukkan berbagai adegan drama tapi masih terpotong. Bayu bergerak gelisah dalam tidurnya, isak tangis begitu lirih semakin terdengar memilukan.
Kini berganti dengan adegan baru lagi, seperti drama bersambung belum ada ujungnya, selalu terputar otomatis tanpa sutradara memberikan scene setiap peragaan dalam sebuah cerita. Akan tetapi dengan kisah yang berbeda pula.
Bayu berjalan di hamparan padang pasir yang luas. Panas terik menyambangi dirinya hingga keringat selalu membasahi setiap rona wajahnya. Namun itu ia hiraukan saja, Bayu bergerak ke sana kemari. Tidak ada orang satu pun yang tampak, hanya ia sendiri.
Lalu, ia berlari tunggang langgang mencari jalan untuk keluar dari hamparan padang pasir yang begitu gersang itu. Bayu berhenti sejenak, mengatur napasnya yang terasa tercekat, rasa lelah menghampirinya. Akan tetapi, mengingat ia sendiri, dengan sekuat tenaga Bayu melanjutkan larinya lagi, sampai ia mendengar ada sebuah suara begitu lembut menginterupsi di telinganya. Bayu berhenti.
"Bayu?"
Bayu mengitari ke sekelilingnya. Tapi tak ada siapa-siapa pun orang yang terlihat.
"Bayu?"
Suara itu lagi, Bayu terus bergerak mencari sumber suara yang memanggilnya.
"Bayu ... aku di sini."
Pandangan Bayu tertuju pada satu titik objek di depannya dengan jarak sangat jauh. Mata Bayu menyipit ketika melihat ada siluet bayangan seorang gadis muda. Gadis itu berpakaian gaun putih panjang menutupi pangkal kakinya, dengan rambut panjang yang tergerai lepas, dan pada bagian poninya dihiasi bando putih transparan. Gadis itu tampak cantik.
Bayu masih memandangnya lama, ia seakan seperti mengenal gadis itu. Bahkan, suara lembut yang selalu menyapa dalam setiap untaian kata dari gadis itu begitu terngiang di telinganya. Tapi, Bayu sudah lupa kapan terakhir kali ia mendengar suara lembut itu.
Gadis itu tersenyum lebar. Ia merentangkan kedua tangannya untuk menyambut Bayu yang mulai melangkah ke arahnya agar mendekat.
"Bayu?"
"Kinar?" gumam Bayu seraya menerka-nerka agar tidak salah menyebut nama wanita itu.
"Jangan terlalu mendekat, belum saatnya kamu di sini."
Bayu menghentikan langkahnya beberapa jarak tak jauh dari jangkauan gadis itu. Setetes air bening lolos begitu saja dari dua bola mata Bayu. Ada perasaan rindu terjaga kian kentara. Bayu ingin menggapai gadis itu, tapi tidak bisa. Gadis itu tak tersentuh olehnya, Bayu seperti bayangan yang tak nyata dan tidak akan pernah bisa untuk mengapai sosok gadis itu.
"Kamu Kinar?" tanya Bayu pelan.
Gadis itu hanya menanggapi dengan senyum lebar. Kemudian berbalik arah pergi dan siap untuk menjauh dari pandangan Bayu.
"KINAR!" teriak Bayu.
Gadis itu perlahan menghilang, bersamaan kabut putih yang tebal namun transparan.
"ENGGAK!"
"ENGGAK!"
"Bayu bangun."
Ella mengguncang tubuh Bayu dengan rasa panik. Ia menyeka keringat Bayu yang basah pada setiap wajah dan lehernya. Bayu belum juga membuka mata, dan masih bergerak dengan perasaan gelisah membuat Ella melihatnya sungguh hancur.
"ENGGAK!" igaunya.
"Bangun Dek, ini Kak Ella, Bayu!"
Bayu tersentak bangun dengan napas menderu. Ia menoleh ke samping, dilihatnya ada Ella tengah menangis dalam diam.
"Kak Ella."
Bayu memeluk Ella erat, meminta kehangatan dari rasa dingin yang menjalar pada tubuhnya. Mimpi itu lagi, mimpi kisah lalu yang terus menghantui setiap malam dalam tidur Bayu. Menyerangnya kembali, hingga rasa sakit yang telah berangsur sembuh, malah merobeknya lagi begitu dalam.
Ella mengelus pucuk rambut Bayu dengan lembut, memberikan sensasi ketenangan agar nyaman untuk pemuda itu. Batin Ella sungguh perih melihat semua penderitaan sang adik yang masih terus berkumandang dalam hidupnya selama tiga tahun terakhir ini. Ella tidak ingin lepas untuk mengawasi adiknya. Ella tahu, bagaimana kondisi Bayu sekarang ini masih terlalu labil dalam melewati gemelut kehidupan pahit yang begitu menyakitkan.
Ella tidak akan pernah bisa meninggalkan Bayu begitu saja, walaupun hanya sedetik.
...--- Selamanya ---...
"Aku enggak mau minum obat lagi!" seru Bayu lantang, ketika Pandu memberikan pil berwarna hijau untuknya.
"Kamu harus meminumnya, ini demi kesembuhan kamu, Dek," ujar Pandu penuh rasa kesabaran.
Bayu menggelengkan kepala frustrasi, ia memundurkan tubuhnya ke belakang sembari menyambak rambutnya kuat.
"AKU ENGGAK SAKIT, KALIAN MASIH MENGANGGAPKU SAKIT IYA, 'KAN?" teriaknya. "AKU ENGGAK SAKIT!"
Bayu masih menyambak rambutnya kasar. Bayu menangis. Tubuhnya tersungkur di lantai keramik bersamaan teriakan lirih nan memilukan. Ella dan Pandu mendekat, melihat adik mereka tengah menyakiti dirinya sendiri dengan tawa seperti orang tidak waras. Ella terisak dalam tangis, ia seakan tidak kuat lagi menghadapi kondisi Bayu yang tiba-tiba lepas kontrol jiwanya. Ia memeluk Bayu erat berharap dengan pelukan itu, Bayu dapat tenang sesaat. Tapi tidak, Bayu malah meronta-ronta dan mendorong Ella kuat dari rengkuhannya. Ella tersungkur hingga sikunya lecet mengenai meja besi.
Pandu mendekap Bayu kuat. "Ella, masukan obat itu ke mulut Bayu," titahnya tegas.
Ella mengangguk. Lantas ia mengambil sebutir obat itu di dalam tabung kecil. Ella mendekat, sementara Pandu masih menahan Bayu dalam kungkuhan tubuhnya, sehingga Bayu tidak dapat bergerak. Dengan sangat susah payah, tangan kiri Pandu menarik rahang Bayu kuat sampai mulutnya terbuka untuk memudahkan pil itu masuk ke dalam kerongkongan Bayu.
"Tunggu apalagi? Ayo Ella!" pekik Pandu.
Dengan tangan gemetar, Ella memasukkan pil pahit itu ke dalam mulut Bayu. Setelah pil itu berhasil Ella masukan ke dalam mulut Bayu, dengan cepat tangan Pandu membekap mulut sang adik. Bayu masih meronta-ronta berteriakan histeris amat menyayat hati, tangannya menjambak rambut Pandu kuat sehingga terdengar ringisan pelan yang keluar dari mulut Pandu.
Pandu tidak peduli, walaupun tubuhnya habis kena amukan Bayu. Asalkan ia dapat menenangkan adik bungsunya penuh kelembutan. Sudah merasa tak ada pergerakan lagi dari Bayu, Pandu merenggangkan pelukannya. Dilihat mata Bayu perlahan menutup serta tangannya yang sudah terkulai lemas dan siap menyentuh lantai. Obat itu sepertinya sudah bereaksi cepat. Pandu dan Ella merasa lega, mereka tersenyum kecut memandangi wajah Bayu kini sudah terlelap tidur di pangkuan Pandu.
"Sampai kapan Kak?" tanya Ella lirih, masih memandangi wajah Bayu.
Sekejap Pandu menghela napas.
"Entahlah," jawab Pandu pelan. "Kakak enggak tahu, La."
...--- Selamanya ---...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Mei Shin Manalu
Semangat kak
2023-01-12
1