Mengapa kau bermenung
Oh, adik berhati binggung
Mengapa kau bermenung
Oh, adik berhati binggung
****
Lagu Seroja yang dipopulerkan oleh Datuk Jamal Abdillah mengalun syahdu dari sebuah radio di warung tempat kami duduk saat ini. Seolah-olah ia menyindirku yang terus termenung sejak mendapatkan telpon dari Mas Amir.
Es teh yang segar tak menarik minatku untuk menyeruputnya, tanganku berputar-putar di bibir gelas sambil memegangi sedotan. Sungguh, hatiku gelisah tak menentu.
"May, cerita, dong. Kenapa kamu tiba-tiba jadi murung kayak gini?" tegur Rani sambil menyenggol bahuku.
Aku tak berselera, kulirik gelas di meja. Gerakan tanganku terhenti dengan malas. Tidak ada gunanya, duduk di sini tidak membuat kegelisahanku enyah.
"Iya, May. Jangan kayak gini, masih ada kita, lho, di sini. Kita siap dengerin keluh kesah kamu," timpal Tsabit penuh perhatian.
Kuhela napas panjang, kujauhkan gelas dari hadapan seraya kujatuhkan kepala di atas meja tersebut. Lelah rasanya, tak ada tenaga. Setelah aku dibuat melayang, kini dijatuhkan lagi.
"Aku nggak tahu. Baru aja ngerasa seneng sekarang udah kecewa lagi," keluhku tanpa mengangkat wajah dari meja.
"Cerita aja, May. Siapa tahu kita bisa bantu walaupun nggak sepenuhnya."
Suara Tsabit kembali terdengar, tapi aku masih diam. Mereka tak tahu aku sedang menahan gejolak di dalam hati. Mengapa suamiku plin plan sekali?
"May, sebenernya aku pengen cerita sama kamu, tapi aku takut kamu marah sama aku," ujar Rani tiba-tiba.
Mendengar itu hatiku semakin terusik, segera kuangkat wajah dan menatap Rani dengan perasaan yang kalut.
"Apa? Nggak apa-apa, cerita aja. Selama nggak macem-macem aku nggak bakalan marah sama kamu," ucapku penasaran apa yang ingin diceritakannya padaku.
Rani tampak ragu, ia melirik Tsabit yang juga menatap penasaran ke arahnya.
"Mmm ... kamu yakin nggak akan marah sama aku?" tanyanya lagi memastikan.
Ada kecemasan yang terlihat di kedua maniknya, aku mengangguk meyakinkan dia. Ia kembali menatap Tsabit, membuatku curiga. Apa yang mereka sembunyikan dariku?
"Kalian kenapa, sih? Kenapa dari tadi terus tatap-tatapan kaya gitu?" tanyaku kesal.
Kupandangi keduanya dengan tajam, Rani semakin terlihat ragu. Juga Tsabit yang terlihat meneguk ludah sambil mengusap pundaknya. Benar, sesuatu sedang mereka sembunyikan dariku.
"Sekali lagi aku minta, kamu jangan marah sama aku."
Rani menyentuh tanganku, meremasnya pelan menunjukkan kepedulian. Kulirik tangannya yang sedikit bergetar, aku percaya pada mereka. Rani tak pernah berbohong padaku, Tsabit adalah laki-laki yang jujur dan penuh kasih sayang.
Kuhela napas sebelum menepuk lembut tangan Rani, kutatap kedua maniknya untuk meyakinkan bahwa aku tidak akan marah sepahit apapun yang akan diceritakannya padaku.
Rani menghembuskan napas panjang, menunduk sejenak untuk kemudian menatapku kembali.
"Tadi, waktu aku pergi nganter murid pulang, aku nggak sengaja lihat suami kamu sama ...." Rani tak melanjutkan ucapannya, ia melirik Tsabit seolah-olah meminta persetujuan darinya.
"Apa? Sama siapa? Perempuan?" selaku sedikit emosi.
Jantungku telah berdebar menanti segala prasangka yang mulai berdatangan. Berkumpul membentuk gemuruh yang perlahan membuatku sesak.
Rani menatapku sedih, ia mengangguk pelan. Kedua matanya memancarkan ketakutan juga keraguan. Ada juga kesedihan yang ia tujukan padaku.
"Nggak mungkin!"
Kutarik tanganku dari genggaman Rani dengan cepat. Mataku memanas, kupalingkan dari mereka berdua untuk menyembunyikan kelemahanku. Tidak! Ini tidak mungkin, Mas Amir tidak mungkin selingkuh.
"Nggak mungkin Mas Amir selingkuh. Dia udah janji sama aku nggak akan berbuat macam-macam di luar sana. Nggak!" lirihku dengan lisan yang gemetar.
Kedua tanganku bergetar, mengikuti irama detak jantung yang bertalu-talu. Kakiku lemas tak bertenaga, sakit hatiku serasa diremukkan.
"Tenang dulu, May. Kita nggak tahu dia itu selingkuh atau nggak. Bisa aja itu cuma temannya, atau siapa gitu. Kita nggak tahu, 'kan," ucap Tsabit mencoba menenangkan aku.
"Nggak, Tsabit. Aku lihat pake mata kepalaku sendiri, suami Mayang merangkul perempuan itu. Kalo cuma teman nggak mungkin dia sampe kayak gitu. Mana baju yang dipake perempuan itu kekurangan bahan lagi."
Seruan dari Rani sukses menjatuhkan air dari pelupuk mataku. Kutahan agar tidak terisak, sesak dan sakit yang kurasakan di bagian dada kiri. Aku meremasnya kuat-kuat berharap rasa sakit itu akan hilang.
"Kita nggak bisa suudzon dulu, Ran. Siapa tahu itu adiknya suami Mayang. Atau keponakannya barang kali," ujar Tsabit membuka kemungkinan.
"Bener juga, ya. Aku nggak tahu soalnya," sahut Rani.
Mendengar penuturan Tsabit, aku termenung. Sedang mengeja siapa saja keponakan Mas Amir. Adiknya? Seingatku Mas Amir anak bungsu, dia tidak punya adik. Keponakan? Perempuan? Siapa?
"May, maafin aku. Coba kamu inget-inget apa suami kamu punya keponakan perempuan?" tanya Rani.
Sedang kulakukan, aku jarang diajak Mas Amir ke rumah orang tuanya karena ibu mertua tidak menyukai kehadiranku di sana. Keponakan, aku tidak terlalu ingat. Ah, mungkin Maisya? Gadis remaja yang selalu tampil seksi itu.
Kusapu air mata, kutatap Rani.
"Apa kamu lihat muka perempuan itu? Mas Amir ada keponakan yang suka pakai baju seksi, namanya Maisya. Dia anak yang manja dan suka merengek sama aku. Coba kamu inget-inget muka perempuan itu," ucapku pada Rani.
Aku menatap tajam menunggu kepastian jawabannya. Rani menatap ke atas, bola matanya bergerak ke kanan dan kiri berpikir menggali ingatan.
"Mmm ... nggak terlalu jelas juga, sih, tapi dandanannya menor. Alisnya dibuat hitam kayak ulat bulu, kulitnya nggak putih-putih amat. Rambutnya dicat pirang. Udah, sih, gitu aja," sahut Rani.
Tercenung aku mendengarnya, kemudian mendesah lega sambil terkekeh. Itu Maisya, ciri-ciri yang disebutkan Rani tadi persis seperti Maisya.
"Kenapa?"
"Dia Maisya. Ciri-ciri yang kamu sebutin tadi, sama persis kayak dia. Jadi, aku pikir itu Maisya."
Yang sebenarnya adalah aku sedang menghibur diriku sendiri. Bohong, jika aku tidak gelisah setelah Rani bercerita. Itu sangat kebetulan sekali dengan Mas Amir yang membatalkan janjinya menjemputku. Apakah hanya kebetulan semata? Ataukah memang ada sesuatu yang tidak aku ketahui.
"Ah, syukurlah." Mereka mendesah lega.
"Tapi kenapa Mas Amir batalin janjinya jemput aku? Dia bilang mendadak ada pertemuan dengan klien. Apa ini nggak kebetulan? Di mana kamu lihat mereka?"
Semua ini menganggu pikiran, aku harus memastikan kebenarannya. Apakah perempuan itu memang Maisya ataukah bukan?
"Di depan minimarket yang ada di ujung jalan ini, aku lihat mereka di sana," jawab Rani.
Itu artinya Mas Amir tadi akan menjemputku, tapi kemudian bertemu dengan Maisya yang sedang mengalami masalah. Mengapa dia bilang akan bertemu klien? Ini sangat mencurigakan.
"Kamu bilang tadi dia ada pertemuan, terus kata Rani dia sama perempuan. Ini tanda tanya besar," ujar Tsabit yang sepemikiran denganku.
"Udahlah, jangan terlalu dipikirin. Nanti kamu bisa tanya sama dia di rumah."
Ucapan Tsabit dapat aku terima. Aku akan bertanya padanya saat di rumah nanti. Semoga saja apa yang aku takutkan tidak terjadi. Ya Allah, kenapa aku gelisah sekali?
"Eh, supaya kamu nggak kepikiran terus, gimana kalo kita makan siang? Ada restoran ayam kampung yang baru buka di sekitar sini. Tenang, aku yang traktir," ajak Tsabit sambil tersenyum lembut padaku.
"Wah, asik kalo ditraktir. Ayolah, gaskeun!" seru Rani antusias.
Terpaksa aku ikuti mereka, dengan menumpang di mobil Tsabit kami pergi ke warung makan tersebut. Pengunjung begitu banyak, padahal ini bukan akhir pekan. Di depan warung ada tulisan promo, itulah yang menarik mereka untuk datang.
"Kita duduk di sana aja!" Rani menarikku pada sebuah meja kosong yang berada di pojokan, sedangkan Tsabit memesan makanan.
Aku melilau ke segala arah, menatap para pengunjung yang asik menyantap makan siang mereka. Sampai, tatapanku berpijak pada dua orang yang sedang asik saling menyuapi. Dia ....
"Mas Amir!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Sepriyanti Adelina
hadeeehhhh buaya kampung si Amir
2022-12-04
3
💘💞Ratunya Bo Qingang💕💘.
laki" pnghianat hrus d musnahkan dr planet bumi...😠😠😠😠😡😡
2022-12-03
1
Ia Chia
Ah mantap banget mas Amir, laki model kaya gini enak nya di celup d laut biru yang ada hiu nya
2022-12-02
2