Episode 2

Hangat sinar mentari, menelusup ke dalam kamar yang menjadi saksi panasnya pergulatan kami ba'da subuh tadi. Ya, dia menunaikan kewajibannya setelah sekian lama membuatku menganggur. Sangat panas, liar dan perkasa. Mungkin karena telah lama kami tidak bermain dan saling memendam rindu satu sama lain.

Pagi tadi meskipun singkat saja, tapi aku cukup merasa puas dibuatnya. Kusiram tubuhku dengan air dingin, menenangkan hati yang terus bergejolak dan memanas tatkala membayangkan kejadian tadi.

"Kenapa rasanya berbeda, tapi aku suka."

Senyumku terus berkembang sepanjang guyuran air menimpa kepalaku. Pagi ini rasanya lain, lebih hangat dan ceria dari pagi-pagi sebelumnya. Semangatku kembali bangkit, tenagaku terisi sepenuhnya.

Kubalut tubuh mengenakan handuk, juga rambutku yang basah. Senyum tak pernah lepas dari bibirku, terus mengembang penuh kebahagiaan. Kulirik lelakiku yang masih terlelap, ini hari sabtu tentu saja dia libur. Akan tetapi, aku harus tetap pergi bekerja, ke sekolah tempat aku mengajar.

Aku seorang guru olahraga di sebuah sekolah dasar negeri di kota ini. Meskipun hanya sebatas guru honorer yang gajinya tak seberapa, tak mengapa aku selalu ikhlas menjalaninya. Ini adalah murni keinginanku, impianku sejak aku kecil.

"Sayang!"

Aku menoleh ketika mendengar panggilan Mas Amir. Dia menatapku dengan mata yang sedikit tertutup.

"Kenapa, Mas?" tanyaku sambil menarik seragam olahraga dari dalam lemari.

"Mumpung Mas libur, nanti Mas antar kamu ke sekolah, ya. Sekalian Mas mau ketemu sama Iyan," ucap Mas Amir tak biasanya.

Aku mengangguk dan berbalik cepat ketika kurasakan rasa hangat menjalar di wajah. Mungkin saja kedua pipiku saat ini tengah merona seperti yang sering dituliskan para penulis di dalam novel.

Segera kukenakan seragam membalut tubuh rampingku. Kuikat rambut dan kututupi dengan hijab. Seperti itulah keseharianku, tidak ada yang istimewa aku lakukan selain bergembira bersama anak-anak di sekolah.

****

"Mau pake mobil atau motor?" tawar Mas Amir ketika tiba di teras rumah.

"Motor aja, Mas. Biar bisa peluk Mas," kataku sambil cengengesan.

Ia terkekeh seraya pergi ke garasi mengambil sepeda motor matic milikku. Ah, sungguh pagi yang indah. Diawali dengan pergulatan mesra lagi panas, sarapan bersama, dan diantar saat berangkat bekerja. Aku bahagia, ya Allah.

Di atas sepeda motor itu, kulingkarkan kedua tangan di perutnya. Kusandarkan kepala di punggungnya, aku tersenyum senang. Inilah yang aku rindukan, kebersamaan seperti ini yang telah lama hilang dari kehidupanku.

Mas Amir menggenggam tanganku ketika berhenti di lampu merah. Ada beberapa pasang mata yang melihat ke arah kami, tapi aku tidak peduli. Rasanya, aku jatuh cinta lagi pada orang yang sama. Dia suamiku.

Benar kata bang Roma, semakin lama berpisah semakin mesra saat berjumpa.

Bukan berpisah karena jarak, tapi karena waktu yang menyibukkan diri kami masing-masing. Ada dan bertemu, tapi terasa jauh.

"Mas Amir!"

Sebuah teriakan yang memanggil nama suamiku menyentuh telinga. Kuangkat wajah, dan melilau ke sekitar. Siapa yang memanggil suamiku, dari suaranya dia seperti seorang wanita.

"Mas, denger nggak ada yang manggil-manggil Mas?" tanyaku padanya.

Mas Amir terdiam mungkin sedang menajamkan telinga untuk dapat menangkap suara seseorang yang memanggilnya.

"Nggak ada tuh. Mas nggak denger apa-apa," jawabnya seraya menghidupkan mesin motor dan melaju meninggalkan lampu merah.

Aku menengok ke samping kanan jalan, di sana kulihat seorang wanita berpakaian seksi dengan dandanan menor berdiri sambil menatap ke arah kami. Mungkinkah dia yang memanggil suamiku tadi? Tapi siapa? Kenapa dia berpakaian seperti itu?

Kulirik punggung suamiku, ada getir yang menyapa relung hati. Namun, segera kutepis agar tidak menimbulkan prasangka yang buruk. Mungkin hanya kebetulan semata, wanita itu memanggil temannya dengan nama yang sama seperti nama suamiku. Bukankah nama Amir tak hanya satu?

Yah, pasti begitu.

"Di sini aja, Mas. Jangan masuk, malu," sergahku ketika motor Mas Amir tiba di depan gerbang sekolah.

"Kenapa? Malu sama siapa? Mas ini, 'kan, suami kamu. Kenapa harus malu," sahutnya terdengar tak senang seraya melajukan motor masuk ke dalam sekolah.

Ada banyak mata yang memandang ke arah kami, mungkin mereka penasaran dengan laki-laki yang mengantarku karena setiap harinya aku selalu berangkat sendirian.

"Hati-hati, Mas. Nanti makan siang di luar, ya. Udah lama kita nggak makan siang bareng," pintaku dengan manja.

Mas Amir mencubit hidungku, ia tampak berbeda.

"Iya, sayang. Nanti Mas jemput, ya. Ingat, jangan nakal di sekolah. Kamu udah punya suami."

Ucapan Mas Amir seperti sebuah ancaman bagiku, memangnya siapa yang nakal? Seluruh sekolah tahu kalau aku sudah menikah.

"Iya, Mas. Semua orang juga tahu kalo aku udah nikah. Ya udah, aku masuk, ya. Mas hati-hati," ucapku seraya meraih tangan Mas Amir dan menciumnya.

"Eh!"

"Ada apa, Mas?" Aku berbalik bingung ketika hendak meninggalkan parkiran.

"Ada yang kurang, sini!" katanya.

Aku kembali mendekat dengan perasaan bingung, ia terus saja melambai memintaku semakin mendekat. Apa yang akan dia lakukan, ini sekolah.

Cup!

Sebuah kecupan mendarat di pipiku, aku tertegun dan malu rasanya. Kulirik sekeliling, ada banyak bibir yang tersenyum. Mereka pasti mengejekku.

"Mas!" pekikku malu, tapi senang.

"Mas pergi, ya. Ingat, jangan nakal!" katanya seraya berbelok dan pergi.

Kuusap-usap pipi bekas bibirnya tadi, kugigit bibir menahan rasa yang membuncah. Berlari dengan kepala tertunduk masuk ke toilet siswa yang tak jauh dari kantor guru. Kutarik napas pendek-pendek, kenapa rasa bahagia ini membuat dadaku sesak.

Kutengadahkan wajah, menghadap langit-langit kamar mandi. Dalam hati bersyukur atas kebahagiaan pagi ini.

Alhamdulillah, ya Allah. Engkau telah mengembalikan suamiku. Alhamdulillah.

Kudekati wastafel dan bercermin di sana. Benar saja, kedua pipiku memerah semerah tomat matang. Memang penulis itu tidaklah salah, ketika ada rasa hangat menjalar di wajah ketika itu pula kulitnya memerah.

Kuhembuskan napas ketika lonceng berbunyi. Tanda sekolah akan dimulai. Jantungku masih tak mau berhenti berdetak, terus berdentam-dentam seperti musik disko yang dimainkan. Begitu kata para penulis novel.

Kubuka pintu sedikit, mengintip keadaan di luar kamar mandi. Sepi. Segera aku keluar dan menuju kantor guru.

"Cieh ... mesranya! Aku iri sama kamu, Mayang. Kalian mesra banget, sih," goda Rina teman seperjuangan yang usilnya bukan main.

"Iya, ih. Bikin iri tahu nggak. Pake cium pipi segala lagi. Duh ...." timpal Risa guru kelas satu.

"Ih, apaan, sih, kalian ini. Biasa aja kali, kalian juga suka gitu, 'kan. Udah, deh, nggak usah lebay," kilahku sambil mendaratkan bokong di kursi.

Rina menghampiriku dan memelukku dari belakang.

"Eh, May. Mau denger saran aku nggak?" bisiknya.

"Apa?" Aku melirik bingung.

"Kamu itu, 'kan, cantik, masih muda dan punya suami yang keren. Saran aku, sih, sebaiknya kamu perawatan, deh. Kamu nggak takut apa suami kamu itu tergoda pelakor di luar sana. Sekarang itu pelakor ada di mana-mana. Kita sebagai istri kudu waspada dan jaga-jaga."

Panjang kali lebar Rina menasihati aku. Tercenung diri ini dibuatnya, sudah lama sekali kakiku tidak menyambangi tempat di mana aku biasa melakukan perawatan dulu. Terbersit keinginan kecil dalam hati, tidak ada salahnya, bukan? Toh, niatku untuk membahagiakan suami.

"Baiklah, Nona. Aku terima saran darimu," sahutku setuju.

Kami terkekeh bersama. Rina bukan hanya sekedar rekan guru bagiku, tapi dia sahabat tempatku mencurahkan isi hati.

****

Siang menjelang, tapi aku masih asik duduk di lapangan usai berolahraga bersama anak-anak. Kubiarkan matahari menerpa wajahku, tak ingin beranjak dari sana. Aku menunggu kedatangan suamiku menjemput.

Namun, sesuatu yang dingin menyentuh pipi ketika aku memejamkan mata. Kubuka mata dan melihat senyum seorang laki-laki dengan lesung pipi di kedua sisinya.

"Haus, minum," katanya seraya duduk di sebelahku.

Kuterima minuman dingin darinya, jus orange yang menyegarkan.

"Belum pulang? Biasanya udah pulang duluan?" tanyanya setelah menenggak minuman itu.

"Belum, aku nunggu suami aku mau jemput," jawabku sambil menoleh padanya.

Kulihat sekilas wajahnya muram, tapi kemudian dia tersenyum dan menatapku.

"Oh, aku temenin sampai dia datang, ya. Nggak apa-apa, 'kan?" katanya lagi.

Aku mengangguk mengizinkan. Dia teman yang baik, laki-laki pendiam dan penuh kasih sayang terhadap anak-anak. Tsabit namanya. Semoga hatinya teguh seteguh nama yang disandangnya.

Berselang, Rina berlari dengan napas tersengal-sengal mendatangi tempat kami.

"Kenapa, Rin?" tanyaku sambil menegakkan tubuh.

"Kamu harus tahu, Mayang. Suami kamu-"

"Bentar!" sergahku ketika ponsel di dalam saku berdering.

Aku tersenyum pada mereka seraya menjauh untuk menerima panggilan.

"Ya, Mas."

"Apa?"

Terpopuler

Comments

Sepriyanti Adelina

Sepriyanti Adelina

next thorr

2022-12-02

1

‼️n

‼️n

Sudah banyak berkarya y mb???
Aq baru nemu sekarang stlh karya anda yg terbaru ini.....keren euy, banyak stok cerita ni....

Tankiu......

2022-12-02

1

Bunga Syakila

Bunga Syakila

lanjut

2022-12-02

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Bab 121 (END)
Episodes

Updated 121 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Bab 121 (END)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!