Di perpustakaan Sekte Awan Petir memiliki banyak kitab, dari kitab jurus sampai memasak, ada di sana. Lengkap, terkecuali kitab yang membahas mengenai kutukan, sama sekali tidak ada di Perpustakaan. Gedung ini terletak di belakang Gedung Peristirahatan para murid yang memiliki 700 kamar. Di samping Gedung Peristirahatan ada Gedung Pelatihan mental, ada juga itu sebuah lapangan hijau luas untuk berlatih pedang.
Bukan hanya itu, terdapat juga Gedung Penjerat Jiwa, gedung tersebut sebenarnya adalah tempat di mana para murid yang melanggar aturan Sekte akan dihukum agar si pelanggar hukum merasa jera dan tidak akan mengulangi pelanggaran Sekte lagi.
Sekitar sebelas meter dari Gedung Penjerat Jiwa, ada Gedung Pengambilan Misi yang hanya bertingkat dua. Kemudian dua puluh meter lagi terdapat hutan buatan.
Seseorang baru saja keluar dari hutan buatan dengan mata yang memerah. Dia kemudian menarik napas sebelum menghembusnya. Salah satu murid Sekte Awan Petir yang melihat dia hanya menggelengkan kepala.
"Menyebalkan."
Dengan berjalan santai, Jia Li menuju Perpustakaan untuk menenangkan diri. Walaupun Jia Li sering mendengar orang lain kutukan ada padanya, akan tetapi Jia Li tidak percaya begitu saja. Kulit hitam bukan hanya dia yang memiliki.
Beberapa murid yang melihat Jia Li nampak berbisik-bisik, tak ada satu pun dari mereka yang menyapa Jia Li. Diasingkan, walaupun berada di lingkungan sendiri rasanya menyakitkan. Jia Li menutup matanya, berusaha menenangkan hati dan menutup telinga.
"Jangan dengarkan perkataan mereka, Jia Li. Kau kuat. Oh ayolah! Mata, jangan sampai mengeluarkan air ...."
Jia Li membuka mata dan melangkah lebih cepat.
Perpustakaan ini memiliki 7 tingkat, biasanya para murid lebih menyukai tingkat atas sebab merasa di tingkat atas banyak kitab yang lebih hebat. Setiap lantai memiliki ruangan besar sebanyak sembilan untuk para murid yang ingin berkonsentrasi membaca. Di tengah-tengah tingkat ke 3-5 memiliki bangku yang berjejer panjang.
Penjaga Perpustakaan merupakan murid Sekte Awan Petir sendiri. Dengan setiap lantai memiliki lima murid penjaga.
Begitu melangkah memasuki perpustakaan, aroma khas dari buku tercium di hidung, suasana tenang ini yang dibutuhkan Jia Li. Beberapa murid lalu lalang bahkan terlihat tersenyum senang.
Jia Li masuk di lantai pertama, sama seperti murid lain bahkan penjaga Perpustakaan sama sekali tidak menyapanya. Jia Li segera mencari kitab yang menarik. Dia tahu bahwa kitab yang menjelaskan mengenai kutukan itu tidak ada di Perpustakaan ini. Jia Li berniat mencari kitab itu, tetapi entah kapan.
Kitab Teknik Pernapasan, Jia Li segera mengambil kitab itu yang berada di rak paling bawah.
"Hm, sepertinya menarik."
Jia Li berniat untuk mencari ruangan yang masih kosong untuk membacanya, tetapi matanya yang masih melihat buku ditangan tidak melihat ada orang yang dia tabrak sampai kitab itu terjatuh. Sontak Jia Li mengambil kitab itu.
"M-maafkan aku, aku tidak sengaja."
Jia Li membungkukkan tubuh. Merasa tidak ada jawaban, Jia Li mendongak saat yang dia tabrak ternyata adiknya, Jia Lian.
Jia Lian nampak sangat kesal saat ada orang yang menabraknya, dia menatap tajam sang kakak tanpa mengeluarkan suara.
"Lian'er, maafkan kakak. Aku tidak sengaja menabrakmu." Jia Li menatap adiknya dengan rasa bersalah, tetapi Jia Lian malah berdecih.
"Aku bahkan malu mengakui bahwa kau adalah kakakku."
Jia Li tersentak mendengar perkataan adiknya yang terasa seperti tusukan pedang pada hatinya. Jia Li menatap tak percaya pada Jia Lian yang bahkan telah membuang muka.
"Lian'er, sebegitu buruknya kah aku?"
Mata Jia Lian berwarna cokelat terang jauh berbeda dengan warna mata Jia Li. Dengan wajah kesal Jia Lian menghentakkan kaki sambil menatap Jia Li.
"Cih! Tanyakan saja pada cermin."
Jia Lian membalikkan badan, baru dua langkah, dirinya menoleh ke belakang tepat pada Jia Li yang memperlihatkan ekspresi sedih. Rasanya dia begitu malu bahwa Jia Li adalah kakak kandungnya. Rasa muak sudah lama Jia Lian rasakan.
"Kau jangan pernah lagi menyebut namaku, atau kau akan kubunuh," kata Jia Lian berkata sinis.
Jia Li kembali dibuat tersentak. Bibirnya bahkan kelu ketika ingin mengatakan sesuatu. Hanya tatapan yang sulit diartikan mengarah pada Jia Lian yang semakin pergi menjauh. Tanpa disadari, Jia Li yang telah menggenggam kitab, mengepalkan tangan kuat. Ini untuk pertama kalinya Jia Lian mengatakan hal buruk padanya, tidak seperti biasanya yang hanya diam tak menanggapi perkataan Jia Li ketika berbicara.
Untuk pertama kalinya juga Jia Li merasa dirinya sama sekali tidak pantas hidup. Hatinya sesak hanya karena perkataan barusan. Mungkin bagi orang lain perkataan Jia Lian biasa saja, tetapi berbeda dengan Jia Li.
"Lian'er ...."
Jia Li menghembuskan napas. Dirinya segera bergegas pergi saat melihat ada ruangan kosong. Walaupun hatinya sakit, dia tidak mau terlalu terbawa emosi untuk saat ini.
Kitab Teknik Pernapasan yang dibawa Jia Li memiliki lima teknik, yaitu Teknik Pernapasan Udara, Teknik Pernapasan Angin, Teknik Pernapasan Api, Teknik Pernapasan Air, dan Teknik Pernapasan ... Jia Li mengerutkan alis ketika membaca teknik pernapasan terakhir.
"Teknik Pernapasan Mata? Memangnya ada? Ck, namanya aneh sekali."
Jia Li menggelengkan kepala, dirinya baru akan membaca teknik-teknik pernapasan tersebut tetapi kepalanya sudah pusing duluan.
"Bagaimana cara melakukannya? Aku sama sekali tidak mengerti!"
Jia Li hanya membolak-balik kertas, melihat gambar yang menjelaskan gerakan-gerakannya dengan penjelasan, akan tetapi sepertinya otak kecil Jia Li tidak sanggup menerimanya. Beberapa kali mencoba mempraktekkan, Jia Li lagi-lagi salah. Entah mengapa dirinya sulit menghapal.
Senja mulai menampakkan diri, banyak murid-murid yang telah duduk di lapangan. Aturan setiap akhir bulan, para murid Sekte Awan Petir diharuskan mendengarkan ceramahan dari Tetua-tetua Sekte, makan bersama, seakan menghilangkan beban sejenak dipundak, kemudian akan ada latihan pedang tanpa menggunakan tenaga dalam. Aturan tersebut disebut Tali Jiwa, yang mana para murid dan Tetua akan merasa ada jiwa yang saling tarik menarik atau seperti tali persahabatan.
Jia Li hampir pingsan ketika sudah membaca kitab yang dipegangnya beberapa kali namun tidak juga paham.
Bocah itu kemudian menaruh kembali kitab itu di tempat semula. Dia berniat akan pergi ke rumah sebentar untuk mencari Ibunya dan akan menanyakan Teknik Pernapasa Mata. Setelah itu dirinya akan mengikuti acara Tali Jiwa.
Jia Li dapat melihat di lapangan telah disiapkan api unggun merah yang sangat besar, bukan hanya itu, ada banyak daging dengan tubuh besar yang siap dibakar yang akan ditambah dengan bumbu, beberapa sayur dan umbi-umbian. Jia Li berdecak kagum, dia memang sering mengikuti acara ini, tetapi tidak semeriah ini. Di atas lapangan terdapat lampu berwarna warni, ditambah dengan kumbang cahaya yang menerangi. Ini sangat berbeda dari acara akhir bulan sebelumnya.
Jia Li mengambil kumbang bercahaya saat lewat di depannya, seulas senyum terukir di wajah anak itu.
"Kau cantik, kuharap kelak aku juga akan sepertimu."
Jia Li kemudian kembali berjalan ke arah rumah, tak sabar memberi kumbang bercahaya pada sang Ibu.
Dua murid Sekte Awan Petir terlihat tengah berbicara sambil membawa dua karung umbi-umbian yang telah hidup 50 tahun. Mereka mengatakan Tetua dari Sekte Angin Es, dan Lembah Kabut akan menghadiri acara ini.
Jia Li yang tak sengaja mendengarnya menaikkan sebelah alisnya. "Wah, ini hebat! Biasanya para Tetua sibuk dengan pekerjaan, tapi Tetua Sekte Angin Es, dan Lembah Kabut mau mendatangi acara ini!"
Jia Li tersenyum, dirinya melajukan langkah agar cepat sampai rumah.
Rumah Jia Li berada 45 meter dari Sekte Awan Petir. Dikelilingi oleh pohon plum serta pohon persik. Tidak ada semak-semak, hanya ada tanaman bunga berwarna warni yang menambah kesan indah. Sekitar 25 meter dari rumah Tetua Jia Fu--ayah Jia Li--terdapat sungai buatan dengan dasar sungai yang terbuat dari giok biru, sungai ini memiliki panjang 15 meter, lebar 10 meter, dan tingginya sekitar 8 meter. Diujung sungai terdapat tanaman herbal, dan beberapa teratai biru atau disebut sebagai teratai uthpala. Di tengah-tengah sungai terdapat jembatan, Jia Li berjalan sambil menghirup udara segar. Hah, rasanya Jia Li ingin segera menemui Ibunya.
"Kumbang, kau jangan mati dulu, aku akan membawamu pada Ibuku."
Jia Li tak memudarkan senyuman, sambil berjalan melewati jembatan. Di depannya sekarang adalah rumah besar dan bertingkat. Senyumnya kian mengembang di tengah gelapnya malam.
Di kamar besar berwarna putih, dengan corak petir, dua orang tengah berbicara. Salah satu dari mereka anak berumur 7 tahun, dan satunya lagi wanita berumur sekitar 30 tahun. Mereka nampak senang berbicara.
"Kau satu-satunya anak Ibu."
Mei Yin mengelus pucuk rambut Jia Lian sambil tersenyum hangat. Sementara Jia Lian mengusap-usap rambutnya yang berantakan karena Ibunya. Dirinya mengatakan jangan merusak rambutnya. Mei Yin hanya menggeleng melihat tingkah putri ini.
"Ibu, jangan berbicara seperti itu. Bagaimana dengan Kakak Li?"
Pertanyaan Jia Lian membuat Mei Yin mengembuskan napas. Dirinya sama sekali tidak menyukai Jia Li, walaupun dia adalah darah dagingnya. Entah mengapa dia merasa bahwa Jia Li hanya kesialan dalam kehidupannya. Sambil mengerucutkan bibir, Mei Yin berkata,
"Hanya kau anak Ibu, Lian'er. Tidak ada yang lain. Si Gelap itu bukanlah anak Ibu."
Bagai sambaran petir di malam hari itu. Jia Li membeku di depan kamar sang ibunda saat ini. Telinganya mendengar dengan jelas ucapan Jia Lian dan ibunya. Tanpa disadari, perlahan setitik air matanya mengalir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments