Weekend adalah hari yang paling di nanti oleh Ann. Setiap weekend, ia akan menghabiskan waktunya dengan tidur sepuasnya, merawat diri di salon favorit, nonton bioskop atau sekedar window shopping seorang diri.
Ann memanfaatkan waktu libur dua hari itu dengan sebaik mungkin. Setelah lima hari sibuk dengan berbagai urusan di Perusahaan, sabtu-minggu adalah hari yang tidak bisa di ganggu gugat oleh siapapun. Siapapun, kecuali Papanya!
Dan saat masih terlena dalam buaian mimpi, ponselnya yang bergetar di meja nakas di samping ranjang mau tak mau membuat Ann membuka mata. Tangan mungilnya mulai meraba meja seukuran 50 cm berwarna putih itu untuk mencari benda pipih miliknya. Saat ponselnya terjamah, Ann membuka penutup mata bermotif leopard yang ia kenakan.
Papa Angry Bird is calling...
"Halo, Pa!"
"Ann, bangunlah! Temani Papa sarapan di bawah."
"Pa, masih jam berapa iniiii," sungut Ann seraya memperhatikan jam dinding di atas meja kerjanya. Jam 10 siang. Ann terbelalak.
"Ada yang ingin Papa bicarakan denganmu, cepatlah turun!"
"Ck, Papa, ih! Ya udah, Ann mandi dulu!"
Ann memutuskan sambungan telefon dan melempar ponselnya ke sembarang arah di ranjang berukuran king size miliknya. Ia bergegas turun dari ranjang berseprai putih itu dengan sedikit kesal. Awas saja kalo Papa memaksanya menikah lagi kali ini!
Tepat satu jam kemudian, Ann turun ke lantai satu melewati tangga utama. Ia sedikit mengulur waktu agar Papanya segera pergi dan urung membicarakan hal penting itu. Ann sudah tahu pasti apa yang akan Papanya bicarakan.
"Selamat pagi, Putriku Annastasia!" sapa Jonathan begitu melihat Ann berjalan pelan ke meja makan.
Ann tak menyahut, wajahnya sudah terlipat dan kusut sejak Papanya membangunkan tidur nyenyaknya tadi.
"Sini, sini. Sarapan dulu," titah Jonathan seraya berdiri dan menarikkan kursi untuk Putrinya dengan sumringah.
Ann duduk di kursi itu dan menarik selembar roti yang tersaji di tengah meja.
"Kalo Papa mau ngomongin soal nikah itu lagi, Ann beneran akan kabur dari rumah!" ucap Ann seraya mengolesi roti di tangannya dengan selai coklat favoritnya.
"Oh, ya? Sayangnya Papa memang akan membahas hal itu denganmu!"
Ann menatap tajam ke arah Jonathan.
Jonathan tersenyum dan balik membalas tatapan Ann dengan tajam.
"Menikah bulan depan, atau kamu akan Papa coret dari ahli waris Papa."
"Pa!!"
"Ann, Papa semakin tua. Tidak ada yang tahu kapan Papa akan meninggal. Bisa saja Papa meninggal sebelum melihatmu menikah dan punya anak!"
"Papa nggak akan meninggal secepat itu! Papa sudah mendapat donor ginjal, kan. Jangan terlalu overthingking, Pa!"
"Please, Ann. Turuti permintaan terakhir Papa atau kamu tidak akan mendapatkan apapun dari Papamu ini!"
Ann berdecak. Ia meletakkan roti yang sudah ia lumuri dengan selai dan tak lagi berselera untuk makan.
"Papa tega! Papa tahu sendiri, kan, kalo Daren nggak bisa menikah dalam waktu cepat!"
"Siapa yang bilang kamu harus menikahi dia? Papa sudah punya calon ideal untuk kamu!"
Ann terbelalak tak percaya. Untuk sesaat ia menahan nafasnya yang sedari tadi menderu karena emosi.
"Maaf, Ann, semua ini demi kebaikan kamu."
"No. Papa egois! Papa nggak pernah mau memahami keadaanku!"
"Papa semakin tua, Ann. Mengertilah!" sentak Jonathan keras.
Ann terhenyak. Bila Papanya marah maka ia harus mengalah.
"Kamu satu-satunya yang Papa miliki. Papa rela kehilangan semua harta ini asalkan bisa melihat kamu bersama orang yang tepat. Papa mohon, tidak ada lagi yang Papa inginkan selain melihatmu menikah." Jonathan meraih tangan Putrinya yang terkepal marah, suaranya mulai melunak.
"Tapi Ann nggak mau menikah dengan siapapun selain Daren, Pa!" rintih Ann sedih. Ia tak bisa membayangkan akan seperti apa hidupnya tanpa Daren di sisinya.
"Silahkan menikah dengan Daren, asalkan bulan depan kalian sudah harus siap menikah. Bila tidak, maka Papa tidak punya pilihan lain selain menjodohkanmu dengan kenalan Papa."
"Tapi—"
"Bicarakanlah dulu berdua dengan Daren. Bila dia mencintaimu, maka dia akan bersedia menikah denganmu kapanpun itu!" tukas Jonathan menasehati.
Ann termanggu di tempat duduknya. Ia tahu pasti, Daren sudah terikat kontrak dengan agency-nya selama lima tahun ke depan. Terlebih popularitasnya pasti akan anjlok dengan pernikahan yang tiba-tiba seperti ini, nama baiknya pasti akan semakin tercoreng dengan berita yang buruk tentang pernikahan yang terjadi dalam waktu yang mendadak. Ann benar-benar terjebak di situasi yang genting sekarang. Desakan Papanya bukan hal yang main-main, ia tahu benar Papanya bisa melakukan apapun demi keinginannya bisa tercapai.
"Baik, nanti sore aku akan menemui Daren di apartemennya," putus Ann sendu.
Jonathan tersenyum lebar, ia melepas genggaman tangannya dan kembali melahap sereal yang sudah di siapkan oleh juru masak yang sudah berkoordinasi dengan ahli gizi yang mengatur semua menu makanannya. Sejak menderita hipertensi hingga berakhir harus cuci darah rutin, Jonathan mulai merubah pola makannya menjadi makanan sehat. Beruntung ia masih diberi kesempatan untuk hidup lebih lama setelah mendapat donor ginjal dari orang baik.
"Biar nanti Pak Halim mengantarmu. Apapun hasilnya, sampaikan pada Papa besok pagi."
Ann mengangguk, ia mengambil roti yang sedari tadi teronggok di piring dan melahapnya dengan tak berselera. Apapun hasilnya nanti, ia yakin bila Daren tak akan mau menikah secepat ini.
Di kamarnya, Ann mengirim pesan pada Daren agar segera menghubunginya bila tak sibuk. Dan satu jam kemudian, ponselnya berdering tepat di saat Ann baru keluar dari kamar mandi.
Love is calling...
Ann tersenyum senang. "Halo!" sapanya cepat.
"Hai, Beb. Lagi apa? Nggak ke salon?"
"Rencananya sih gitu. Kamu hari ini ada waktu kosong, nggak?"
"Hmmm, jam 3 nanti aku ada syuting lagi, sih! Memangnya Pak Halim nggak bisa nganter?"
Ann mendesah sedih. "Syutingnya sampai malam?"
"Nggak, kok. Nanti jam 7 sudah free."
"Aku jemput kamu, ya?!"
"Hmm, boleh. Tapi tunggu di tempat biasa, ya! Biar anak-anak agency nggak ngeliat kita."
"Oke, siap, Bos!!" sahut Ann senang. "Kamu sudah makan?" lanjutnya.
"Belum, nih! Mas Diki dari tadi belum dateng beli makan siang. Mana perut udah keroncongan!" keluh Daren lemas.
"Hmm, kasian Bebebku. Nanti aku bawain makan malam, ya!"
"Boleh. Kamu yang masak, ya!"
Ann tertawa, memasak adalah hal yang paling ia benci.
"Kok malah ketawa, sih!"
"Habisnya, kamu minta hal yang nggak mungkin aku lakukan! Sebelum masuk dapur, kompor panci dan kawan-kawannya pasti udah kabur duluan kalo lihat aku datang!" seloroh Ann.
Daren tertawa mendengar candaan kekasihnya. "Ya, ya, ya. Menyuruhmu ke dapur seperti memintamu menenggak racun, Beb!" godanya.
"Dari pada dapur kebakaran, mending aku menjauh aja sekalian!" kilah Ann membela diri.
"Hahahaha ... baiklah, itu Mas Diki sudah dateng, lanjut nanti ya, Beb! I love you," bisik Daren lirih.
"I love you too."
***************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
NAZERA ZIAN
jangan jangan orang baik yang mendonorkan ginjal itu adalah Kian...? Makanya Jonathan mau menjodohkan Ann dengan dia. Apa aku benar...?
2022-12-02
0