Bian

3 tahun kemudian.

Terdengar suara langkah kaki seorang anak kecil berlari mendekat. Nasti segera melangkah ke arah pintu dan bersembunyi di baliknya.

"Mama. Mama ...."

"Ba!" Wajah Nasti muncul di balik pintu membuat bocah kecil itu terkejut dan tertawa.

Bocah itu mengangkat tangannya minta digendong tapi dengan tubuh yang kotor membuat Nasti tertawa melihatnya.

Ada beberapa bagian di tangan dan di pakaian, putih terkena sesuatu. Wajah dan juga rambutnya terkena serbuk, membuat penampilannya tampak kacau.

Nasti membungkuk. "Nah, habis mainin tepung Nenek lagi ya?"

Bocah laki-laki itu tersenyum menampilkan deretan giginya yang belum lengkap.

"Ini kamu nakal ya? Sudah Mama bilang berkali-kali jangan mainin tepung Nenek, kamu masih saja tidak dengar. Kasihan 'kan, Nenek mau masak tepungnya habis."

"Ma, Mama ...." Bocah itu mulai membujuk dengan wajah manjanya.

"Apalagi, mmh?" Nasti menjepit hidung mungil bocah bule itu dan menggoyang-goyangkannya hingga membuat wajah bocah itu bergerak-gerak mengikuti gerakkan tangan ibunya.

"Aku cuma main-main," ucapnya dengan tata bahasanya yang sedikit kacau.

"'Kan mainanmu ada, kenapa mainin tepung Nenek?"

"Bosan," jawab bocah kecil itu bersandar pada kaki ibunya.

"Mmh, alasan!" Nasti menarik hidung mungil itu membuat bocah itu tersenyum lebar. Ia kemudian menggendong anaknya dan membawanya ke kamar mandi.

Tak lama, wanita itu membawa bocah itu keluar dengan balutan handuk. Baru saja kaki kecil itu menjejakkan kakinya di lantai, ia segera berlari menjauh dengan tubuh telanjang.

"Eh, sini. Badan kamu masih basah itu ...."

Bocah itu menurut. Ia kembali. Nasti mengeringkan rambut bocah itu yang masih basah, ketika mendekat.

"Kamu nanti bilang minta maaf sama Nenek ya?"

Tak ada suara.

"Bian!"

"Iya."

"Gitu dong. Anak Mama kalo ditanya, jawab."

"Iya, Ma."

Nasti mengambil pakaian di rak baju dan memakaikannya pada bocah itu. Setelah itu, ia menyisir rambut anaknya yang berwarna sedikit kecoklatan itu dengan cepat.

Bocah bermata biru itu tersenyum. "Udah, Ma?"

"Mmh."

Bocah itu kembali berlari ke luar kamar.

"Eh, tapi jangan main kotor-kotor lagi ya?" Terlambat, Bian sudah lebih dulu keluar kamar. Entah bocah itu mendengarkan atau tidak ucapannya, anak itu telah menghilang. Nasti kemudian ikut keluar kamar.

Di sana, di depannya, kembali Nasti tersenyum simpul melihat anaknya Bian kini berhadapan langsung dengan neneknya. Bocah itu meminta maaf sementara neneknya memasang wajah pura-pura garang.

Tangan bocah itu terkumpul di depan dan menunduk. "Maaf Nek, Bian cuma main-main."

"Lain kali jangan main ke dapur lagi ya? Nanti Nenek pukul tangannya, Nenek cubit!" Ibu memperagakannya pada tangan sendiri.

Bocah kecil itu melongo melihat neneknya membuat Nasti kembali tersenyum.

"Sini, peluk Nenek." Nenek yang sedang duduk di kursi, sedikit membungkuk.

Bocah itu mendekat dan Ibu memeluknya dengan hangat. "Jangan nakal-nakal lagi ya, Sayang."

"Iya, Nek."

Nasti pun mendekati mereka berdua. Ia membungkuk mengusap pucuk kepala putranya. "Jangan nyusahin Nenek terus ya?"

Ibu yang gemas, menciumi pipi cucunya yang sedikit gembil. Bian sedikit menghindar karena merasa geli.

"Nah, sekarang Mama mau potong semangka."

"Mau, mau mau!" Bian meloncat-loncat.

Tak lama Nasti meletakkan sepiring potongan semangka dingin di atas meja. Mereka bertiga makan bersama-sama.

Bian duduk dipangku ibu. Kakinya bergoyang-goyang seiring ia mengunyah semangka.

"Tuh, sebentar sudah basah lagi bajunya terkena air semangka," ucap Ibu lagi.

"Tidak apa-apa, Bu. Nanti tinggal diganti saja. Anak kalau aktif biarkan saja, tandanya dia sehat. Asal jangan nakal berlebihan saja, baru dilarang."

"Tapi kamu jadi sering cuci bajunya Bian."

"Tidak juga, Bu. Nanti cuci pas waktunya cuci saja, 'kan gak ada baunya dan noda membandel."

"Tapi kamu jadi harus koleksi baju Bian banyak, padahal anak seumur Bian cepat besarnya. Sayang 'kan, belum lama dipakai harus beli lagi," terang ibu pada putrinya.

Nasti terdiam sejenak. "Aku ingin bekerja, Bu." Ia menghentikan makannya sedang Bian dengan lahap masih mengunyah semangka yang airnya tak henti-henti membasahi baju dan celana.

"Kenapa?"

"Aku tak enak membebani Ibu dan Ayah."

"Kamu 'kan anakku satu-satunya, masa itu disebut beban."

"Tapi 'kan aku harus memikirkan Bian, Bu."

"Ayah masih sanggup membiayai Bian sampai sekolah."

"Tapi itu tanggung jawabku, Bu. Bagaimana kalau ia kuliah nanti?"

Ibu menghela napas pelan. Ia menatap Bian yang masih sibuk mengunyah semangka. Wanita paruh baya itu mengambil serbet dan mengusap mulut bocah itu dan juga pakaiannya. "Lalu siapa yang akan menjaganya nanti? Dia masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal, Nasti."

"Apa ibu tidak bisa membantu menjaganya?"

Ibu diam sejenak. Rasanya berat melepas anaknya bekerja. Ia tahu putrinya walaupun seorang wanita, tapi sangat bertanggung jawab dalam melakukan tugas, hanya saja nasib malang mengharuskan ia menjadi orang tua tunggal di saat ia butuh pendamping.

Padahal ia lebih memilih anak perempuannya itu di rumah mengurus anak daripada bekerja di kantor, tapi mau bagaimana? Nasib berkata lain. "Baiklah. Asal dia tidak rewel, saat tahu ibunya tidak ada."

"Terima kasih, Bu." Nasti memeluk leher ibunya, tinggal Bian terkejut, tak tahu ada apa.

"Mmh."

Beberapa hari kemudian, tetangga menginformasikan ada perusahaan yang membutuhkan tenaga marketing yang letaknya tak jauh dari rumah. Setelah melewati beberapa tahapan seleksi, Nasti akhirnya diterima bekerja di sana dan berniat tinggal di mess kantor.

-----------+++----------

Seorang pria dengan rambut gondrong dan berbaju kaos santai masuk ke kantor direksi. Semua orang di ruangan itu menoleh padanya. Bukan, bukan karena pria itu tidak menaati peraturan dengan berpakaian baju kantor tapi karena parasnya yang tampan dengan wajah oriental.

Ia menghadap sekretaris direktur. "Direktur memanggil Saya?"

Sekretaris yang cantik itu memandang sebelah mata, tapi kemudian ia berdiri dan melangkah ke arah ruang kerja direksi. Ia membuka pintu. "Maaf, Pak. Iwabe sudah datang."

"Mmh." Seorang pria paruh baya dengan rambut sedikit memutih di samping kedua keningnya, meletakkan berkas-berkas di atas meja dan menatap ke arah pintu.

Pria Indo Jepang itu kemudian masuk dan sekretaris itu menutup pintunya.

"Kunci pintunya, Be."

Pria itu kemudian mengunci pintu.

"Besok akan ada 2 pegawai wanita baru di kantor ini. Salah satunya akan tinggal di mess kantor."

"Ya, tinggal datang saja, apa susahnya?"

"Masalahnya dia membawa anak kecil."

"Anak kecil? Janda?"

"Iya."

"Ah, Ayah, ada-ada saja. Nanti kalau dia bekerja, siapa yang akan mengurus anak kecil itu, Yah?"

"Oh, kamu tidak perlu khawatir. Rumah orang tuanya tidak jauh dari mess kantor, jadi kau tidak perlu menjaganya karena wanita ini akan menitipkan anaknya pada orang tuanya."

Iwabe masih cemberut.

"Kenapa lagi?" ledek pria paruh baya itu melihat wajah anaknya.

"Yang kosong, kamar di sebelah kamarku itu, Yah. Pasti kalau anak kecil, berisiknya itu yang gak tahan."

"Ya kamu bikin peraturan lah. Biar tertib."

"Ck, Ayah kayak gak tahu anak kecil saja ... anak kecil mana bisa dikasih peraturan."

Direktur itu tertawa. "Aku yakin kamu bisa memgurusnya, Be."

Iwabe masih merengut sebentar lalu kembali melihat ayahnya. "Sudah?"

"Apa kamu melihat ada yang mencurigakan dari para pegawai, Be sebab akhir-akhir ini data di gudang sedikit mencurigakan. Ayah sudah curiga tapi Ayah belum bicara pada siapapun. Ayah sudah menandai orang-orang yang kemungkinan terlibat dengan pencurian di gudang ini."

Iwabe mengerut kening.

____________________________________________

Halo reader, masih awal-awal pengenalan karakter. Jangan lupa kirimi author dengan like, vote, komen dan hadiah. Ini visual Iwabe, pria lajang yang senang hidup santai. Salam, ingflora 💋

Secret Wedding ( Jimmy & Alisa )

Author: sendi andriyani

Perjodohan antara dua keluarga yang membuat Jimmy harus menikahi gadis bernama Alisa, teman sekelasnya.

Jimmy pria dingin, cuek, acuh dan datar harus di hadapkan dengan Alisa yang berkepribadian terbalik dengan Jimmy.

Meski awalnya Jimmy sangat menentang perjodohan itu karena dia masih sekolah, tepatnya kelas 3 SMA, namun pada akhirnya dia mulai bisa menerima Alisa sebagai istrinya.

Terpopuler

Comments

Indah Sulistiani

Indah Sulistiani

suka... ceritanya ga bertele2

2023-02-12

2

Roslina Dewi

Roslina Dewi

wooohh..visualnya Hideaki Takizawa🤗

2022-12-29

1

Ratna Dadank

Ratna Dadank

next

2022-12-01

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 86 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!