4. We All Still Have To Deal People We Can't Stand

Ketukan heels bertumit rendah terdengar begitu menggema saat memasuki sebuah ruangan bernuansa monokrom. Dengan langkah pelan wanita paruh baya berkacamata itu berjalan mendekat ke arah pemilik ruangan. Dalam radius beberapa meter dari tempatnya saat ini berdiri, seorang pria tampak tengah berkutat dengan berbagai dokumen-dokumen keuangan. Seulas senyum tipis tersungging di bibirnya saat melihat pemandangan tersebut.

“Ada apa?” tanya si pemilik ruangan tanpa menoleh ke arahnya.

Wanita paruh baya berkacamata itu tidak menjawab. Ia lantas merogoh saku blazer yang digunakan, mengeluarkan sesuatu dari dalam sana. Ia kemudian  menyodorkan benda yang diambil dari dalam saku ke arah pria muda yang menduduki posisi sebagai CFO itu.

“Saya ingin resign.”

Pria itu mendongkrak, bersamaan dengan berhentinya setiap aktivitas anggota tubuh.

“Maksud Ibu?”

Wanita paruh baya itu tersenyum tipis sambil membenarkan letak kacamata. Ia adalah Yangti Prameswari—sekretaris yang sudah bekerja di D’A Cooperation semenjak Ayah angkat Altar masih memegang posisi CEO. Yangti sudah mengabidakan hampir separuh hidupnya di perusaan tersebut. Yangti juga merupakan saksi hidup perjuangan jatuh dan bangunnya Altar dalam berkarir. Sejak menginjakkan kakinya pertama kali di perusaan ini, Yangti yang dipercaya untuk membimbing dan mendampingi Altar. Hingga kini Yanti masih setia mendampingi Altar.

“Kemarin putri saya baru saja melahirkan anak ke-2. Saya sudah punya dua cucu, Al. Sudah waktunya saya resign dan menikmati hari-hari tua bersama keluarga di rumah.”

Altar menatap ibu Yangti lekat. “Siapa yang bisa menggantikan tempat Ibu di sini?”

“Ada beberapa kandidat yang cocok untuk menggantikan posisi saya di sini.” Wanita itu menyodorkan beberapa lembar kertas berisi profil kandidat-kandidat yang dimaksud.

“Apa mereka memiliki loyalitas dan etos kerja seperti Ibu?”

Altar—pria yang menempati posisi CFO—menatap wanita paruh baya yang dipanggilnya dengan sebutan ‘ibu’ itu lekat. Ia bukannya ingin menghalang-halangi. Namun, Altar hanya belum siap mencari pengganti partner kerja yang loyalitasnya tidak perlu diragukan lagi seperti Yangti.

“Jika Tuhan menghendaki, posisi saya yang kosong akan segera terisi kembali. Kemungkinan besar kamu juga akan mendapatkan sekretaris yang lebih muda dan kompeten dari saya.”

“Impossible.”

Ibu Yangti tersenyum kecil mendengar itu. “Saya akan membimbing sekretaris pengganti saya, sebelum saya resign.”

“Hm.”

Altar beralih, menatap lembar demi lembar yang memperlihatkan profil para kandidat calon sekretarisnya. Namun, tidak ada satupun yang menarik perhatiaan. Kendati dirinya sudah membaca semua profil tersebut.

Ketika hendak menatap ibu Yangti, sekelebat wajah seseorang mampir dalam benak. Entah dari mana pula datangnya bayangan tersebut, tetapi Altar cukup tertarik. Ia bisa menggunakan “orang itu” untuk menjadi pengganti ibu Yangti.

“Ibu,” panggilnya.

“Iya. Kenapa Al?”

“Tolong panggilkan sekretaris manager divisi micro finance. Aku ingin dia berada di ruanganku lima belas menit lagi,” ujarnya sambil menjauhkan lembaran-lembaran profil calon kandidat sekretaris tadi. Ia tidak perlu profil-profil itu lagi, karena Altar sudah menemukan kandidat yang cocok dan sesuai dengan keinginannya.

🍄🍄

“Oh my good, this is the worst!” pekikan nyaring terdengar dari ruang sekretaris manager divisi micro finance.

“Lo kenapa, Ru?” tanya seorang wanita bersurai pendek yang baru saja memasuki ruangan. Alisnya sampai terangkat melihat wajah sang sahabat.

“Gue mau balik, Ling. Secepatnya kalau bisa,” jawab wanita yang akrab disapa Arunika tersebut. Dengan gerakan terburu-buru tangannya meraih barang-barang pribadinya yang berserakan di atas meja.

“Lah, maksud lo apaan? Bukannya lo baru nyampe, ya?”

“Gue nggak jadi kerja. Mau ambil cuti tahunan!”

“Cuti apaan? Lo gak denger panggilan interkom barusan?”

Wanita cantik yang tengah membenahi barang-barangnya itu menoleh refleks. “Panggilan apaan?”

“Lo dipanggil ke ruangan CFO.”

“Oh good, really?!”

“Hm,” jawab Aling seraya menganggukkan kepala. “Memangnya lo kenapa sih, Ru? Keluar dari ruangan meeting lo jadi aneh.”

“Lo nggak tahu aja apa yang gue temuin di ruang meeting.”

“Apaan emang? Sugar daddy-nya Coryssa?”

“Bukan!”

“Lah, terus apaan?” tanya Aling bingung sambil membenarkan letak frame kacamata.

“Cowok di club night itu ada di kantor ini, Ling.”

“Cowok di club night yang mana? Kita 'kan banyak tuh lihat cowok pas lagi manggung di club night.”

Arunika memutar bola matanya jengah menghadapi kelemotan sang sahabat. “Cowok yang gue muntahin, Aling.”

“DEMI APA?!” pekik Aling kaget. “Lo gak ngehalu 'kan pas meeting tadi?”

“Sialnya enggak, Ling. Itu dia. Cowok yang ngata-ngatain gue.” Arunika mengguyar rambutnya frustasi. Ia kemudian kembali berkata, “dan lebih gilanya lagi, sekarang dia manggil gue ke ruangannya.”

“Wait, jangan bilang kalau cowok itu CFO kita?!” tebak Aling.

Arunika mengangguk seraya memperlihatkan muka memelas. “Sayangnya iya, Ling.”

Arunika juga tidak menyangka jika mimpi mengendarai super cars Bugatti Divo bersama Tom Cruise akan berakhir begini. Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah datang kesiangan karena mimpi konyol tersebut, kini Arunika juga dihadapkan dengan kegilaan yang lain. Si*lnya lagi, kok bisa laki-laki yang ia jumpai malam itu adalah CFO di perusahaannya?!

“Permisi. Bapak manggil saya?”

Arunika bersuara pelan sekali. Mungkin hanya semut yang bisa mendengar, saking pelan dan hati-hatinya dia bersuara.

Akhirnya setelah mendengarkan petuah yang diberikan Aling lima belas menit yang lalu, Arunika memberanikan diri untuk datang memenuhi panggilan sang atasan. Saat memasuki ruangan yang tidak sampai sebulan sekali ia injak itu, seorang pria muda tampak tengah duduk di kursi kebesarannya dengan konsentrasi penuh pada tumpukan dokumen di hadapannya.

“Pak?” panggil Arunika lagi.

“Telat 15 menit.”

“Bagaimana, Pak?”

“Kamu telat 15 menit,” ulang pria pemilik suara deep bass tersebut.

Arunika tersenyum pongah. “Tadi saya ada menyelesaikan tugas dari pak Irewes dulu,” dalihnya. “Kalau boleh tahu, kenapa saya dipanggil ke sini ya, Pak?”

“Tanda tangani berkas itu.”

Arunika beralih menatap sebuah berkas yang terbuka beberapa meter dari tempatnya berdiri. “Kalau boleh saya tahu, ini berkas apa ya, Pak?”

“Tanda tangani saja, jangan banyak tanya.”

“Dih, sewot bener,” ucap Arunika di dalam hati. “Boleh saya baca sebentar, Pak?”

“Hm. Lima menit.”

Dengan gerakan pelan, Arunika segera mengambil dokumen tersebut. Lantas membacanya dengan teliti dan seksama. Takut-takut jika dokumen tersebut berisikan perjanjian yang dapat merugikannya di masa mendatang. Misalnya surat pemecatan secara tidak terhormat, staff with benefit agreement, atau lebih parahnya ....wedding agreement alias perjanjian pernikahan kontrak.

“Tunggu, ini maksudnya gimana, ya, Pak?”

“Jika kamu tanda tangani kontrak itu, mulai besok kamu bekerja sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi saya. Jika tidak, kamu saya pecat tanpa pesangon.”

Tuh, kan!

Demi apapun di alam semesta ini, Arunika merasa baru saja menerima pernyataan gantung diri. Mana mau dia bekerja sebagai sekretaris pria yang sudah menjelek-jelekan namanya, plus pria yang telah ia permalukan. Yang ada pria itu akan dengan mudah membalas balik semua perbuatannya. Jika ia setuju, sama saja dengan menggali lubang kubur sendiri. Arunika tentu masih waras untuk berpikir sampai ke arah sana.

Sayangnya, pria itu juga sudah mengetahui job desk nya jika di luar kantor. Padahal selama ini Arunika sudah mati-matian menyembunyikannya.

“Saya akan beri kamu gajih dua kali lipat. Belum termasuk dengan bonus jika kerja kamu bagus.”

Damn, tapi Arunika membutuhkan banyak uang saat ini. Selain itu, penawaran yang diberikan CFO satu ini juga menggiurkan sekali. Seseorang pernah bilang kepada Arunika, jika kesempatan bagus tidak pernah datang dua kali. Maka, jika kesempatan itu datang menghampiri, jangan sampai disia-siakan lagi.

“Bagaimana?”

“Ehm, saya....“

Arunika mungkin sedang beruntung hari ini. Buang jauh-jauh pemikirannya soal kesialan-kesialan di awal. Ia adalah orang terpilih. Satu orang terpilih yang mendapatkan jakpot setelah bertemu dengan pria yang telah ia permalukan. Anggap saja ini sebagai jakpot. Sisanya biar waktu yang menjawab. Arunika butuh uang. Ia bukannya materialistis, hanya saja kehidupan yang keras menuntut dirinya untuk berpikir logis.

We all still have to deal people we can't stand.

Sesekali kita memang tetap harus berhubungan dengan seseorang yang tidak kita sukai bukan?

“Baik. Saya terima penawaran yang Bapak berikan.”

Arunika tidak berpikir lagi. Tanda tangan ia bubuhkan tanpa berpikir dua kali. Di seberang meja, ada senyum super tipis tersungging di bibir atasannya.

Tanpa sepengetahuan Arunika, neraka yang sesungguhnya tengah menanti. Poor Arunika.

...🍄🍄...

...TBC...

...Semoga suka. Jangan lupa add ke library, like, vote, komentar, follow Author, share, tabur bunga dan tonton iklan sampai selesai 🧸...

...Tanggerang 24-11-22...

Terpopuler

Comments

Taty Hartaty

Taty Hartaty

mendongak maksudnya Thor

2025-02-02

0

anisa f

anisa f

😄😅😅

2024-02-18

1

JR Rhna

JR Rhna

pening aku bacanya thor sorry..susah nyambung

2023-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!